2.7 | Massa

252 37 14
                                    

TAK ADA YANG TAHU. Tiga tekanan yang menusuk semenjak permulaan Parade Mata Satu, semakin menghilang. Ke mana ...?

Pergi, terbawa massa.

Messal menyentuh tengkuk sedari tadi. Ia gelisah. Mengapa hanya satu tekanan yang tersisa? Apakah tekanan yang kurasakan adalah kehadiran dua pria ini?

Jika dipikir-pikir, masuk akal juga. Senyum awet muda Bingbing dan mulut besar Arif, bukanlah hal yang diduga. Sama sekali. Mereka tiba-tiba mengganggu rencana besar Messal beserta Dou.

Meski begitu, tak mungkin keberadaan dua pria itu sanggup menghilangkan bantuan kosmik yang hanya dapat dirasakan oleh Postulat. Jelas tekanan adalah akal bulus dari Mata Satu keparat.

Kalau benar begitu, satu permainan lagi dan ... seorang pria, akan muncul tak lama dari sekarang.

Segera.

Gorong-gorong begitu gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gorong-gorong begitu gelap.

Pendaran merah yang samar di ujung lorong adalah satu-satunya petunjuk. Pandangan mata memicing dibuatnya. Begitu pula, aroma lumut kerak yang melepaskan spora, gatal, menggaruk-garuk dinding dalam rongga hidung. Basah, telapak kaki yang telanjang menapaki air yang mulai menghangat. Kalor berangsur merambat dari ruangan penukar panas sebelumnya.

Sudah lima menit. Tak ada apa pun yang terdengar, termasuk pengumuman berapa nyawa yang sudah meregang.

Ke mana para Anasazi? Apakah mereka sudah mati?

Hah, konyol.

Aku lebih percaya mereka sedang merencanakan sesuatu—

Seluruh tubuh yang berjalan sontak terhuyung ke belakang, sampai jatuh saling bertindih.

Jalanan lurus yang menguarkan pendaran merah, tiba-tiba bangkit dari permukaan rata. Seakan gundukan yang didongkrak oleh tuas raksasa, semua benda bergulung-gulung ke belakang, termasuk genangan air yang membasahi sepanjang jalan.

"Semua berpegangan!"

Dou menjadi orang pertama yang berteriak untuk memperingati tiga pria yang lain. Arif langsung meraih ulir besi yang ada di dinding, sedangkan Bingbing spontan memegang kaki perwakilan Indonesia yang dengan mudahnya menyelamatkan diri.

Sementara Messal, dia terjungkal terlalu jauh. Lamunan yang sedari tadi ia gumamkan menghilangkan fokus. Tidak, celakalah aku!

"Messal!"

Dou melepaskan pegangan untuk menyusul Messal. Ia meraih tubuh kecil pemuda pendek itu dalam sekali rengkuh. Bersamaan dengan refleks secepat kedipan mata, Dou langsung menggapai ulir yang mengalur di dinding besi.

"Kau ini melamun apa, Messal!" bentak Dou tepat ke muka pemuda yang ada di rangkulan.

"Aku ... maaf. Ada sesuatu yang menggangguku," jawab Messal menunduk. "Tiga tekanan yang kurasakan sebelumnya, Dou. Kini, tinggal satu."

PostulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang