4.2 | Axama

172 29 11
                                    

SANG MATA SATU adalah bapak Messal.

Di dalam aula tengah yang bergoyang dahsyat, Messal tersentak. Dia tak sanggup berdusta bahwa wajah di depan tidak berbeda dengan pria yang berkorban untuknya. Bagai pinang dibelah dua, tak ada perbedaan antara Messal dan Sang Mata Satu. Gen Mesaye terlalu kuat, sampai menurunkan semua kepada sang putra.

Messal tak percaya. Dia tidak mungkin Bapak Mesaye!

Mata hijau zamrud Messal menelisik tubuh Sang Mata Satu yang berdiri gontai sebab nyeri kepala. Wajah mengerang kesakitan masih tergambar. Meski begitu, Messal akui, tubuh sosok itu benar-benar mirip dengan dia. Muka, rambut, dan warna kulit sama.

Hanya saja, netra Sang Mata Satu berwarna violet, dan hanya menyala di bagian kiri. Iris yang kanan kelabu, seperti buta, hingga tak bisa digunakan.

"Kau bukan bapakku!" bentak Messal menolak. Namun, sekujur tubuh gemetar sebab tak mampu berdiri di depan sosok sang bapak. Sudah dua puluh tahun mereka berpisah. Pria yang mirip dengan Mesaye itu tak bisa Messal dustai.

Meski suara riuh menggelegar dari sekeliling Axama, bahkan permukaan Aradh, Messal seakan tak sanggup mendengar. Tacoma sang pria tua gila sudah pernah membahas, terutama Presiden Juhan. Sang Mata Satu bukan Tuhan, apalagi bapak Messal.

"YA! AKHIRNYA KAU MELIHAT MUKAKU, MESSAL!" teriak Sang Mata Satu menyeringai angkuh. Meski masih mencengkeram kepala kiri, ia sempat membentak-bentak. "MENGAPA, KAU TAK PERCAYA AKU ADALAH BAPAKMU!?"

"Tidak," jawab Messal menggeleng. Mata menyorotkan tatapan hampa.

"BODOH!" Sang Mata Satu tertawa lantang, "KAU TAK BISA MEMBOHONGI SIAPA PUN TENTANG SEBERAPA MIRIP DIRIKU DENGAN BAPAKMU!"

"Tidak, dia tidak sepertimu—"

"KAU BODOH APA!? AKU TAHU MEMANG KAU LEBIH PENDEK DARIPADA DIRIKU!" Sang Mata Satu benar, Messal hanya setinggi pundak. "MATA PICEK INI, HUH!? KAU TAK BERSIMPATI KEPADA KECELAKAAN YANG MENIMPA!?"

"Tidak, tidak, tidak!" tolak Messal semakin lirih. "Bapak Mesaye tidak sepertimu!"

"SUDAH KUBILANG AKU ADALAH MESAYE BAHIJE, SANG PENYELAMAT DUNIA—"

"BAPAK MESAYE TIDAK MUNGKIN MELAKUKAN INI SEMUA!!!"

Messal pada akhirnya berani menolak. Napas berat memburu. Meski sulit dilupakan, setidaknya ia yakin bahwa sosok di depan bukan sang bapak. Sang Mata Satu pun turut bungkam. Dia tak kembali mendebat pemuda yang bersikukuh menolak itu.

Postulat yang terlahir di dunia, ada tiga golongan: pemberian Mesaye, pemberian Sang Mata Satu, dan anomali antarsemesta. Begitulah kata Tacoma dan Presiden Juhan. Tentang anomali antarsemesta, dugaan Messal semakin kuat. Jika Bingbing, Arif, dan Minato adalah teman-teman Mesaye yang kembali ke semesta yang lebih tinggi, tentu Sang Mata Satu tak berbeda. Bahkan, cacat yang tercipta sebab ketidaksempurnaan dunia, kian menguatkan.

Sang Mata Satu adalah Mesaye palsu yang tercipta sebab kepulangan.

Patahlah dugaan orang-orang tentang Sang Mata Satu adalah sosok Tuhan palsu di akhir zaman. Bahkan, dia lebih rendah daripada Mesaye, sang Postulat utama. Namun, kini dia tidak menjadi masalah.

Sang Mata Satu memukul-mukul kepala sedari tadi. Dia tak bisa mengingat cara membunuh manusia dalam sekali jentik. Banyak terlupa. Bahkan, tubuh sempoyongan bak orang lunglai sebab lumpuh. Kanker otak yang ditanam Messal bekerja. Setidaknya, Sang Mata Satu bukan ancaman tak terkalahkan, sehingga ada kemungkinan menang. Meski begitu, sang Postulat tidak yakin. Apakah dia bisa membunuh sosok bapak sendiri.

"SIALAN KAU, MESSAL!" bentak Sang Mata Satu. Dia merengek tak terima.

"Aku tidak lagi peduli denganmu," balas Messal meninggalkan Sang Mata Satu. Baginya, tak ada kehormatan mengalahkan musuh yang sudah tidak berdaya. Tinggalkan saja, bahkan dia tidak akan berbahaya. Namun—

PostulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang