KELIMA PUTRA DOU bangkit dari kematian.
Dou tercekat. Dia yang semula menenangkan Messal, termakan nasihat sendiri. Pria yang ingin menghidupkan para putra tersebut menyaksikan lima bocah yang memandang lekat-lekat. Mata sebiru laut dan kulit selembut sutra menyambut Dou hingga gelagapan.
Messal buru-buru mencengkeram tangan Dou. Dia tahu, sang sekutu tidak baik-baik saja, bahkan membangkitkan kelima putra adalah tujuan awal. Pemuda Palestina itu tak yakin apakah Dou sudah melupakan tujuan atau tidak, tetapi dia seharusnya sadar bahwa kelima bocah di depan adalah ilusi.
"Dou aku paham keadaanmu sekarang," cegah Messal mengembalikan nasihat, "tapi sadarlah mereka bukan lima putramu—"
"Jangan dengarkan dia, Dou!" Thukban si muka ular memutus. "Bukankah tujuanmu memenangi Parade Mata Satu adalah membangkitkan kelima putra. Nah, aku sudah mengabulkannya, dan asal kau tahu, ini bukan ilusi, lho! Kau bisa memegangnya."
Thukban memperburuk suasana. Bujukan barusan meruntuhkan keteguhan Dou. Badan kokoh bergetar hebat dan keringat bercucuran deras. Jelaslah pria raksasa itu termakan omongan sendiri. Beruntunglah Messal ada di sana, sehingga bisa menguatkan.
Namun, sang Postulat tak bisa segera bernapas lega. Gulungan ombak yang semakin mendekat, akan membawa Tib si muka Serigala ke aula yang tak beratap. Sudah cukup Thukban memojokkan keadaan, kini ditambah oleh satu Anasazi.
Messal menampar sang sekutu, berharap bisa terlepas ilusi. "Dou, sadarlah! Mereka bukan anak-anakmu—"
"Berhenti memaksakan kehendak, Messal! Mengapa kau tidak diam menjadi anak penurut saja seperti lima tahun lalu!?" ejek Thukban tertawa. Ia mengingatkan Messal kepada dendam saat Yeremaia menuduh Messal berbuat nakal. "Kau sok sekali mau mengalahkan Sang Mata Satu. Kami selalu setia kepadanya! Dia adalah sosok yang akan memenangkan pertarungan—"
Sang Mata Satu tiba-tiba melompat, lalu menggigit leher Thukban. Belum selesai dia memuji sang Tuhan, namun Anasazi bermuka ular itu malah menjadi santapan. Thukban pun mengerang. Dia tak paham alasan sang tuan mencabik leher.
Messal terperanjat, lalu mundur perlahan seraya menekan Dou. Di depan, selain kelima putra Dou bangkit dari kematian, Sang Mata Satu tiba-tiba menyerang Thukban. Kurang dari semenit, Anasazi berambut keriting itu diserap. Seperti tanaman yang kering, inti sari kehidupan disedot tanpa henti. Sang Mata Satu ingin memulihkan diri dengan mengambil kekuatan yang sudah diberikan.
Thukban meronta seraya menangis. "Messal, selamatkan aku, Messal!" Dia memukul kepala Sang Mata Satu agar mau melepaskan. Padahal, beberapa detik lalu, dia memuji sang Tuhan. Namun, dia kini menghantam layaknya mengusir gigitan anjing. "Lepaskan aku!"
Messal tak bergerak. Sedari dulu, Thukban—atau masih bernama—Yeremaia selalu berbuat ulah. Inilah hukuman yang pantas bagi seorang munafik seperti lelaki licik itu.
"Messal, sudah kubilang selamatkan aku!" teriak Thukban kian mengencangkan suara. "TERKUTUKLAH KAU MESSAL! AKAN KUTARIK KAU KE NERAKA—"
Messal melemparkan sekeping berlian dari puing-puing istana Sang Mata Satu. Tembakan kecil itu berhasil memisahkan gigitan Sang Mata Satu. Namun, terlambat. Tubuh Thukban kering, hanya meninggalkan tulang dan kulit. Mata melotot dan darah menggenang amat cepat. Messal masih berbaik hati menyelamatkan sang musuh, tetapi azab tak bisa menyingkir. Itulah hukuman yang pas.
Hingga Thukban mengembuskan napas terakhir, gulungan ombak yang datang dari utara telah tiba di samping Messal. Pemuda Palestina itu terperanjat. Masih ada musuh yang harus dihadapi. Namun, ketika sepasang mata hijau Messal menangkap sosok Tib yang tidak bertopeng, dia terperangah.
Itu Jill. Rambut pirang dan kulit pucat. Tak ada gadis lain yang mirip dengan dewi Skandinavia seperti pengendali es tersebut.
Jill tersenyum ketika bisa bertemu dengan sang calon suami. Namun, dia terkesiap saat menyaksikan Sang Mata Satu membunuh anak buah sendiri. Jill sontak menutup mulut, lalu menahan amarah yang membuncah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Postulate
Science Fiction[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Sang utusan Tuhan menyebut dirinya sebagai 'Postulat'---Messal, ia akan menggulingkan istana Sang Mata Satu yang melayang di atas bumi meski harus menentang yang-tak-terbinasakan. *** Masa depan bukan tentang gedung tingg...