3.5 | The Pale Girl

179 27 11
                                    

APAKAH begini permukaan Axama?

Ketika Messal dan Dou keluar dari lubang seperti diludahkan, mereka bergulingan tumpang-tindih. Setelah kegelapan dan dorongan gerak peristaltik—efek tekanan apitan dinding, cahaya violet menyeruak. Sensasi dingin merambati kulit. Seperti kaca sekeras berlian, Messal ingat pijakan ini sama seperti di arena Parade Mata Satu.

Ia berharap banyak gedung-gedung kristal setinggi sepuluh lantai. Dinding bening yang membiaskan rona matahari menjadi violet, akan memenuhi pandangan. Namun, berbeda. Pemuda Palestina itu disambut oleh tatapan sayu nan anggun dari seorang gadis. Ia merebah di atas dipan berlian.

Messal dan Dou menatap tajam wanita tersebut, dan begitu pula ia. Mereka saling melirik ngeri. Bagai orang bertemu setan, tak ada yang mampu bergerak sedikit pun. Sang wanita terperanjat, lalu meremas seprei putih di sekeliling. Tak ada yang mampu Messal rasakan, kecuali hawa dingin.

"Who are you— (Siapa kalian—)" sentak gadis itu. Perkataan terputus ketika Dou hendak melumpuhkannya-meninju hingga tak sadarkan diri, tetapi Messal buru-buru menepis.

"Messal, apa yang kau lakukan!?" bentak Dou menarik tangan yang ditahan Messal.

Messal mengangkat telapak tangan agar Dou menahan diri sementara waktu. Dia punya alasan sendiri melindungi wanita misterius di depan. Pemuda Palestina tersebut menatap sekitar. Tiap inci kulit merasa hawa dingin, tetapi berbeda. Bukan seperti musim dingin, melainkan ada kalor yang tertarik masuk, dan itu menuju tubuh wanita di depan.

Qatar selalu panas. Tak mungkin ada sensasi dingin yang menusuk kulit. Wanita-atau lebih tepatnya gadis di depan-bukan orang biasa. Ada alasan tersendiri Valdu menjatuhkan Messal dan Dou di kamar sang gadis. Katanya, dia akan memindahkan Messal dan Dou ke hanggar pesawat ulang-alik. Malah, keduanya muncul di sebuah kamar putih. Ada gadis pula di dalam.

Apakah dia sekutu? Messal menatap gadis pucat di depan.

Dia waspada, namun tak henti menggigil. Dari tubuh pendek dan kurus, jelas dia tersiksa tinggal di sini. Dengan keadaan kulit yang masih kencang dan mulus, dia seumur Valdu. Mata sendu dan iris perak, seperti kelelahan. Asap mengepul dari hidung serta mulut. Begitu pula rambut putih ekor kuda yang tak pernah disisir, gadis itu seperti lelah disiksa.

"You OK? (Kamu baik-baik saja?)" Messal mengulurkan tangan, dan mencoba mendeteksi sensasi dingin berasal dari mana.

"Ain't your business! (Bukan urusanmu!)" balasnya ketus. Dia punya logat Skandinavia yang kental. "Stay away! (Pergilah!)"

Messal buru-buru menarik tangan. Dalam sedetik, dia jelas merasakan panas sedang ditarik dari dalam tubuh. Gadis itu seakan mesin penyerap kalor. Jika dia benar-benar seorang tahanan, Messal tidak akan ragu untuk menolong. Namun, sikap sang gadis pucat malah terlampau dingin daripada seisi ruang. Dia bersikap buruk kepada Messal dan Dou.

"Kenapa?" tanya Messal masih sempat perhatian.

Dou mengecap bibir. Dia tidak mau berurusan dengan orang aneh yang tiba-tiba Messal tolong—persis seperti Bingbing pada Parade Mata Satu. Namun, ketika pria raksasa itu mengedarkan pandangan, hanya ada sepetak kamar putih. Ada banyak es membeku di sudut. Tidak ada pintu. Hanya ada sebuah jendela yang menampakkan Axama, tetapi buram diliputi embun.

"Mengapa kamu keras kepala sekali, sih!?" bentak sang gadis pucat, "bukannya sudah kubilang untuk pergi, Orang Jahat!"

Sebuah jarum es keluar dari lengan sang gadis pucat. Seperti pedang, wajah Messal hampir tembus kalau Dou tidak cepat-cepat menariknya. Messal dan Dou terperanjat. Dia tak menyangka gadis itu dapat menciptakan es meski dia bisa menyerap kalor.

PostulateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang