21 ; Mungkin yang menjadi kenyataan

900 51 28
                                    

Beberapa Minggu kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa Minggu kemudian...

Kondisi Sean beberapa hari ini tidak ada kemajuan, bahkan semakin buruk. Selain sakit karena kankernya, Sean juga terlalu banyak pikiran.

Tepat pada pukul 21.00, Sean mengambil ponselnya dan mengetikan sesuatu di ponselnya. Saat ingin menekan tombol kirim, Sean kembali menghapusnya.

"Gue nggak bisa gini terus..."

Sean menarik nafasnya lalu menghembuskan nya kembali.

Sudah terhitung setengah jam Sean terdiam memandangi layar ponsel yang menunjukkan room chat. Sean menyakinkan dirinya lalu mengetik sesuatu dan mengirimkannya.

 Sean menyakinkan dirinya lalu mengetik sesuatu dan mengirimkannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendapatkan jawaban, Sean melihat ke arah sofa. Di sana ada Haris yang tertidur pulas. Tadi pukul 19.50, Sean pura-pura tidur dan ternyata Haris pun percaya dan ikut tidur.

Sean menarik selang infusnya dan turun dari ranjang. Dengan pakaian rumah sakit, Sean berjalan keluar tanpa sepengetahuan Haris.

Sean berjalan menuju tempat janji dirinya dan Satya. Dari rumah sakit menuju taman tersebut cukup dekat.

Sean dapat melihat, di bangku taman tersebut ada Satya yang sedang memandangi langit. Sean pun menyebrang dan menghampiri Satya. Sean duduk di samping Satya.

"Sean? Muka lo pucat banget, dan lo... Pake baju rumah sakit? Lo sak–

"Stttt... Itu nggak penting, Kak. Gue... Gue mau minta maaf sama lo."

Satya mengerutkan keningnya, "Minta maaf? Lo harusnya maafin gue, Sean."

Sean menundukkan kepalanya lalu terkekeh kecil. Sean mengangkat kepalanya dan menatap wajah Satya.

"Maafin lo? Buat apa? Lo nggak ada salah sama gue, Kak. Lo jangan bego in diri sendiri."

"Anak kecil juga bakalan tahu, siapa yang harus minta maaf di antara kita berdua." Lanjut Sean.

"Emang anak kecilnya tahu masalah kita?" Celetuk Satya.

Keduanya tertawa pelan.

"Gue bakalan jelasin. Pertama, lo nggak salah udah pilih pergi sama Papa. Kedua, gue minta maaf karena udah besar-besarin masalah lo yang pergi sama Papa. Ketiga, gue udah tahu siapa pembunuh adik kita yang sebenarnya."

Kak Satya [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang