06 : Bagas juga sakit

535 72 56
                                    

"Gue terpaksa ikut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue terpaksa ikut. Lo kira gue bahagia? Nggak, Sean! Lo kebahagiaan gue. Gue cuman mau lo maafin gue! Itu aja.."

"Gue nggak peduli lo mau nganggep gue kakak, musuh atau apapun itu. Gue cuman nggak mau mati dengan rasa bersalah."

Kata kata Satya tadi pagi terus berputar di kepala Sean. Sean jadi tidak fokus belajar kali ini.

Menyadari Sean melamun, Pak guru menghampiri Sean dan menepuk pundak Sean.

"Astaghfirullah."

"Kenapa ngelamun? Sakit?" Tanyanya.

"Nggak apa kok, Pak." Jawab Sean.

"Saya tidak suka jika ada yang tidak mendengarkan saat saya menjelaskan sesuatu." Pak guru kembali ke depan papan tulis.

"Pak saya izin ke toilet, mau cuci muka biar fokus, hehe." Izin Sean.

"Yasudah, jangan lama." Ucap Pak guru.

***

Sean menatap wajahnya di cermin wastafel. Ucapan Satya terus berputar di kepala Sean sampai saat ini. Itu membuat dirinya tidak fokus.

Sean melepaskan alat pendengarnya. Dia berfikir dengan melepaskannya, dirinya tidak mendengar ucapan Satya lagi. Tetapi nihil, tetap saja ucapan Satya terus terdengar.

Tiba tiba aja, seorang siswa menarik alat pendengar yang sedang di pegangnya.

"Lo itu tuli, Sean. Kok lo lepas beginian sih?" Ucapnya sambil menunjukkan alat pendengarnya di depan wajah Sean dengan kedua jarinya.

'Apa yang Bagas ucapkan?'

Ya, itu Bagas. Bagas datang dengan teman barunya, Galang namanya. Wajahnya mirip dengan Gilang, ya karena dia adalah kembarannya.

"Jawab dong! Oh iya, Lo tuli." Bagas memasangkan alat pendengaran Sean pada telinga Sean.

"Akhh.." Ringis Sean.

"Iihhh berdarah.." Bagas menepuk-nepuk tangannya seolah-olah tangannya ternodai.

"Karena lo bisa denger lagi, lo dengerin gue deh. Lo itu nggak pantes sekolah di sini. Sekolah ini bisa rusak gara-gara ada murid tuli. Gue nggak abis pikir deh, ini sekolah terkenal kenapa kepala sekolah nerima lo?"

Mendengar ucapan Bagas, Sean seperti tertusuk ribuan jarum. Sakit sekali.

Apakah tuli itu sebuah aib? Sean juga tidak ingin mengalaminya. Jika Sean boleh memilih, Sean tidak ingin menjadi tuli.

Tuli itu bukan pilihannya, itu takdir. Takdir yang Tuhan berikan untuknya.

"Lo itu pantes nya sekolah di.. Di mana, Lang?" Tanya Bagas pada Galang.

"SLB." Jawab Galang.

"Nah! Di sana tempat buat lo. Di sana ada yang sama kayak lo. Sekolah ini cuman lo deh yang tuli. Merusak nama baik sekolah lo!" Ucap Bagas dengan bibir yang terangkat sebelah.

Kak Satya [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang