Umi Anis dan Fairuz tenggelam dalam perasaan sama-sama takut kehilangan yang membuat keduanya saling memeluk erat-erat.
Tanpa sepengetahuan Umi Anis ternyata diwaktu umi Anis sedang tergesa-gesa keluar dari mushola, Genzo menyusul umi Anis. Dan mendengar semua yang diucapkan umi Anis dan Fairuz.
"Bisa apa aku tanpa kalian.... aku berharap kalian semua selalu ada di segala keadaanku." Lirih Genzo melihat umi Anis dan Fairuz.
"Nak... mengapa disini? Ayo masuk." Kyai Anas menepuk pundak Genzo dari belakang dan membuat Genzo terkejut lalu bergegas menghapus air matanya.
"Tapi bi, suster belum mengizinkan kita masuk."
"Iya juga. Tapi abi yakin saat ini pasti sudah diizinkan."
"Baiklah bi, ayo masuk."
Sesampainya mereka di ruangan Fairuz, umi Anis meminta izin kepada Kyai Anas untuk pulang mengambil semua keperluan yang dibutuhkan oleh Fairuz.
"Abi sudah selesai?" Tanya Umi Anis.
"Iya sudah umi."
"Kalau begitu umi izin pulang sebentar ya bi. Umi mau mengambil barang-barang yang dibutuhkan Fairuz."
"Umi Genzo antar ya?" Genzo melontarkan bantuan.
"Jangan nak!! Umi naik taxi saja, kamu disini jaga kakakmu dengan baik."
"Entahh mengapa aku merasakan hal buruk akan terjadi." Gumam Genzo.
"Umi biar abi saja yang mengantar umi, zaman sekarang ndak seaman zaman dulu umi, banyak orang yang menyetir ugal-ugalan, banyak perampok. Dan masih banyak lagi umi." Kyai Anas merayu umi Anis untuk mengantarkan pulang.
"Abi sekarang yang harus dilindungi itu adalah Fairuz bi, jangan risaukan umi. Masih ada Allah yang insyaallah selalu menjaga umi. Jaga Fairuz baik-baik umi pergi dulu ya Assalamuallaikum."
Tanpa mendengarkan jawaban dari Kyai Anas maupun Genzo umi Anis langsung meninggalkan mereka.
"Ndak seperti biasanya umi kamu gitu Gen." Ujar Kyai Anas heran.
"Iya bii... semoga ndak terjadi apa-apa sama umi ya bi."
"Aamiin Ya Allah."
Umi Anis berjalan keluar meninggalkan ruangan Fairuz dan menutup pelan pintunya. Disaat baru 5 Langkat umi Anis berjalan dari pintu ada sesuatu yang jatuh diatas kepala umi Anis yang membuat beliau meraba kepalanya lalu menghempas dengan geli apa yang didapatnya.
"Kejatuhan cicak??? Tidak-tidak jangan berfikir yang aneh-aneh. Semua itu hanya mitos." Umi Anis mengibur dirinya sendiri, walau dia merasakan akan ada sesuatu yang menimpanya.
Setelah menunggu sekitar kurang lebih 5 menit umi Anis menaiki taxi yang di cegat nya.
"Pak tolong antar saya ke Pesantren Al Ihsan jalan Jendral Sudirman no.29 ya."
"Baik buk."
Genzo yang mengkhawatirkan umi Anis segera meminta izin pada Kyai Anas dan Fairuz untuk menyusul umi Anis.
"Abi, mas perasaan Genzo ndak enak, Genzo izin menyusul umi dulu."
"Iya nak, Abi juga khawatir, ndak seperti biasanya umi bertingkah seperti itu. Sekarang kamu segera menyusul umi pakai mobil abi." Kyai Anas mengulurkan tangannya dan memberi kunci mobilnya.
Ustadz Rival pun menawarkan dirinya untuk ikut bersama Genzo.
"Gus boleh saya ikut?" Tanya Ustadz Rival.
"Iya boleh ustadz, Pak Amin mari sekalian saya antar pulang."
"Oh Nggih terimakasih nak Genzo."
"Assalamuallaikum." Genzo, Ustadz Rival, dan pak Amin susul menyusul mengucapkan salam.
Mulai dari rumah sakit sampai mengendarai mobil, Genzo tak henti-henti mengulangi kata-kata yang sama didalam Hatinya yang paling dalam.
"Umi tolong jangan tinggalkan Genzo. Mikir apa kamu Gen? Umi baik-baik aja. Tapi,... ah sudah lah, aku yakin umi baik-baik saja.
Genzo benar-benar terombang-ambing dengan perasaan nya itu.
"Gus pelan-pelan di depan macet Gus." Ustadz Rival menghentikan lamunan Genzo yang membuat dia tak menyadari bahwa dia menyetir mobil terlalu kencang.
"Astagfirullah... maaf-maaf."
"Nak Genzo bapak turun disini yaa."
"Oh iya pak Amin. Terimakasih pak atas semua bantuan bapak, maaf Genzo ndak bisa ngasi apa-apa untuk saat ini."
"Jangan mikir begitu nak, sudah sana cepat pergi."
"Baik pak, Assalamuallaikum."
"Waalaikumusallam."
"Gus coba liat didepan sana, begitu banyak orang berkerumunan, sepertinya telah terjadi sesuatu." Ustadz Rival menujuk jarinya ke arah kerumunan.
Genzo tak mendengarkan apa yang dikatakan ustadz Rival, dan membuat ustadz Rival turun dan langsung mengecek sendiri apa yang telah terjadi.
"Permisi pak maaf sebelumnya ada apa ini?" Tanya Ustadz Rival pada salah satu orang sedang dalam kerumunan.
"Ini mas kecelakaan "
"Innalillahi waainnailaihi rojiun."
Ustadz Rival berusaha menyelipkan diri diantara kerumunan dan berusaha melihat siapa yang mengalami kecelakaan.
"Innalilahi waainnailaihi rojiun
Ya Allah umi Anis.....
Apa yang harus aku katakan pada Gus Genzo.""Pak maaf ini penyebab kecelakaan nya apa kalau boleh tau?" Ustadz Rival kembali menanyakan kepada seorang di dekatnya.
"Begini mas nggak tau orangnya yang nyupir ngantuk, atau buru-buru, atau gimana saya nggak tau. Yang saya tau tadi mobil ini nerobos lampu merah mas, ya akhirnya kecelakaan dan parahnya lagi ibu didepan sana terpental keluar. Gitu mas kurang lebih ceritanya." Jawab seorang itu dengan memperagakan sedikit yang dia tahu.
"Astagfirullah... terimakasih mas infonya."
"Iya sama-sama mas."
Setelah ustadz Rival merasa cukup dengan berita yang ia dapat, ia segera kembali untuk memberitahukan pada Genzo.
"Gus... Gus Genzo? Gus..."
Ustadz Rival mengetuk-ngetuk kaca sebelah kanan pintu mobil tapi tak ada balasan dari Genzo. Karena keadaan darurat ustadz Rival lagsung membuka pintu mobilnya sendiri.
"Gus... Gus Genzo???
"Iya, ada apa Ustadz?" Sahut Genzo dengan kaget.
"Didepan sana ada yang kecelakaan Gus."
"Innalillahi waainnailaihi rojiun."
"Dannnn korbannya adalah...
Tanpa mendengarkan apa yang hendak dikatakan ustadz Rival, Genzo langsung berlari menuju tempat kejadian. Genzo menghempas orang-orang yang menutupi jalannya. Air matanya turun dengan sendirinya, Genzo merasakan bahwa korbannya tidak asing lagi. Disaat Genzo melihat orang yang tergeletak didepannya adalah orang yang memang tak asing, Genzo terduduk lemah dan membuatnya menangis sejadi-jadinya.
"Umiii...." teriak Genzo, dan mengangkat kepala umi Anis, lalu meletakkan dipangkuannya.
Nafas Genzo tak beraturan. Genzo menghapus air matanya dengan cepat, lalu menggendong umi Anis dan membawa masuk ke mobilnya.
"Umi bertahanlah... Genzo mohon."
*
*
*
KAMU SEDANG MEMBACA
Ku Temui Kau Disepertiga Malam
General FictionSeorang anak Kyai yang menuntut ilmu di Kairo, dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikannya. Persahabatan kyai Anas dan kyai Mansyur sangatlah erat. Sampai-sampai disaat kyai Mansyur meninggal, kyai Anas mas...