24/30

1.2K 174 22
                                    

Seluruh keluarga Kim, beserta Jimin dan juga tuan Jung, datang ke rumah sakit saat jam besuk malam berlaku. Mereka ingin melihat bagaimana kondisi para pelaku yang kemarin Seokjin dan grupnya Tiffany hajar.

Para pelaku itu tidak dirawat di kamar sendiri-sendiri alias VIP, tapi mereka dikumpulkan jadi satu di kamar rawat kelas tiga yang bisa berisikan enam ranjang. Tuan Kim masih berbaik hati menanggung perawatan mereka hingga sembuh nanti.

Orang tua Jihoon, Hyejeong, dan yang lainnya langsung membungkuk hormat saat menyadari siapa yang datang. Anak-anak mereka pun nampak ketakutan. Seokjin yakin sekarang mereka, terutama Hyejeong dan Jihoon, tidak lagi terobsesi padanya melainkan mengalami trauma.

"Masih hidup rupanya..." itulah kata-kata pertama yang Seokjin ucapkan ketika mereka melihat kondisi para pelaku itu.

Ayah Jihoon menghampiri Seokjin dan nyaris memegang tangan pemuda itu. Namun Taehyung menghalanginya. Si bungsu itu tersenyum miring. "Aku akan berbaik hati memberitahu satu info tentang kakakku, ahjussi. Siapapun yang menyentuhnya bisa kehilangan tangan mereka. Kakakku itu benci disentuh."

Ayah Jihoon langsung mengurungkan niatnya. Dan beralih memegang tangan tuan Kim. "Ka-kami atas nama anak-anak kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, tuan. Anak kami memang sedikit nakal..."

"Sedikit nakal kau bilang?" tuan Jung maju ke depan ayah Jihoon dan mencengkram kerah kemeja pria itu dengan kuat. "Anakku mengalami trauma setelah melihat bangkai tikus di lokernya akibat ulah anakmu dan teman-temannya yang mengikuti obsesi bodoh mereka, dan kau bilang itu hanya kenakalan kecil?! Jangan main-main denganku, brengsek!!!"

Untuk pertama kalinya Jimin dan keluarga Kim melihat tuan Jung berteriak dan memaki orang lain dengan penuh amarah. Semua yang mengenalnya tahu kalau tuan Jung adalah sosok paling sabar yang tidak pernah meninggikan suara pada siapapun. Ini benar-benar hal baru untuk mereka, terutama untuk tuan dan nyonya Kim yang sangat mengenal tuan Jung dari dulu.

"Dibanding mematahkan kaki dan tangan mereka, mungkin aku akan lebih setuju jika Seokjin mematahkan leher mereka." tuan Jung berujar dingin. Dia tersenyum sinis melihat anak-anak yang terbaring itu.

"Lihat, sudah seperti ini kalian baru menunjukkan rasa takut, huh? Apa kalian pernah memikirkan nasib kalian setelah membully anakku?"

Semua orang tua pelaku bersujud di hadapan tuan Jung yang terus menatap benci anak-anak mereka. Mereka bersahut-sahutan saling memohon maaf dan ampun serta berjanji hal seperti itu tidak akan terulang kembali. Sekarang mereka sudah tak memiliki apa-apa selain uang yang tersisa di rekening beserta rumah mereka sendiri. Perusahaan mereka sudah dibuat bangkrut oleh tuan Kim.

Beruntung nyonya Kim tak membawa skandal ini lebih lanjut ke publik meskipun pada dasarnya kejadian bangkai tikus itu menjadi viral di kalangan pengguna internet karena ada yang mengunggah videonya di kanal media sosial mereka. Terlebih sekolah mereka juga merupakan sekolah elite paling terkenal dan terbaik di Korea. Jelas saja hal itu membuat gempar. Seandainya nyonya Kim tega, bisa saja dia menyebarluaskan nama serta wajah para pelaku di media berita dan membuat mereka dikutuk satu negeri.

Tapi tidak. Nyonya Kim merasa hukuman dari Seokjin itu sudah sangat cukup untuk saat ini. Yang terpenting untuknya adalah Hoseok sudah baik-baik saja. Meskipun saat dia tak sengaja melihat tikus Hoseok akan langsung gemetar dan teringat kejadian lokernya lagi. Sisa rasa trauma itu masih terus membekas di pikirannya.

Taehyung menghampiri Jihoon yang melotot ketakutan melihatnya. Tangannya terulur mengusap rambut pirang Jihoon. Bibirnya menyunggingkan senyum licik. Dia senang melihat betapa takutnya Jihoon saat ini.

"Bagaimana rasanya, hm? Enak bukan bisa merasakan disentuh Seokjin hyung? Ya walaupun hanya sepatunya yang menyentuh perutmu, sih..."

Jihoon tak menjawab karena tak berani bersuara sedikitpun. Taehyung terkekeh.

"Kudengar kemarin kau sempat koma tiga hari?" tanyanya seraya membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Jihoon. Tangan dan kakinya yang terbalut perban serta gips membuatnya tak leluasa bergerak. Orang tuanya diam saja karena tak berani menyela Taehyung.

"Kenapa bangun? Kau lihat, kan? Akibat ulahmu dan Hyejeong serta gengnya, sekarang usaha orang tua kalian mati. Berapa uang yang saat ini tersisa di rekening keluarga kalian? Lima miliar? Sepuluh miliar? Atau kurang dari itu? Semoga masih cukup untuk dipakai bersenang-senang, ya? Atau dipakai untuk membuat usaha baru mungkin? Itupun kalau masih ada pihak yang ingin menjadi investor kalian..."

Jimin melihat betapa berbedanya Taehyung dengan yang sehari-hari dilihatnya saat di sekolah. Sosok jenaka itu berubah seratus persen saat berhadapan dengan para pem-bully kakaknya. Tidak ada Taehyung dengan boxy smile cerah andalannya. Yang ada hanyalah Kim Taehyung si bungsu yang tak kalah kejam dari kedua kakaknya.

"Jimin-ah..."

"Ya?" Jimin tersentak kaget ketika Taehyung mendadak memanggilnya. Dia entah kenapa langsung menurut saat Taehyung memintanya mendekat melalui gerakan tangan. Taehyung lalu menunjuk wajah Jihoon dan Hyejeong bergantian seraya menyebut nama mereka.

"Dua sampah ini adalah pelaku utamanya. Terlebih Hyejeong yang selalu merundung Hoseok hyung dari awal kelas satu SMA karena dianggap miskin dan tak selevel dengannya. Dan teman perempuan yang lainnya hanyalah kacung-kacung tak berguna yang kerjanya mengekori ratu mereka ini." Taehyung menjelaskan secara ringkas dengan kata-kata yang kejam. Dia tak hafal dengan nama teman-teman Hyejeong. Toh tidak berguna juga.

"Ada yang ingin kau sampaikan pada mereka, Jiminnie?"

Jimin mengedikkan bahunya. "Aku cuma bisa mengatakan kalau mereka beruntung masih hidup. Terutama orang ini." Jimin menendang kecil tepi ranjang Jihoon. Matanya melirik Taehyung yang masih memasang ekspresi wajah yang dingin. "Koma tiga hari katamu, Taehyung? Dia sungguh beruntung bisa membuka mata lagi. Kalau aku yang ada di posisi kakakmu, dibanding menendang perut dan menindihnya dengan mimbar aula, aku lebih suka meninju tepat di dadanya supaya jantungnya langsung berhenti."

Semua orang mendengar bagaimana Jimin mengatakan semua itu dengan santai. Namun tak dipungkiri hal itu berhasil membuat bulu kuduk semua orang meremang. Bahkan Seokjin yang paling kejam pun merinding mendengarnya.

Jimin berjalan menghampiri ayahnya. "Ayo pulang, appa. Kasihan Hoseokie hyung sendirian di rumah..."

Ya. Mereka memang sengaja tidak mengajak Hoseok ke rumah sakit. Saat pulang sekolah tadi, Seokjin langsung mengantar Hoseok dan pamit langsung pulang ke rumahnya. Hoseok tidak tahu kalau Seokjin sebenarnya menunggu di persimpangan yang tidak jauh bersama mobil orang tua dan adiknya.

Tuan Jung dan Jimin mengaku ingin pergi sebentar untuk membeli lauk dan buah-buahan pada Hoseok. Jadi supaya tak terlihat berbohong, nyonya Kim menyuruh salah satu bodyguard-nya untuk membelikan beberapa makanan dan buah seperti bulgogi, ayam goreng, jeruk, stroberi, apel, dan anggur sementara ayah dan adiknya ikut dengan Seokjin ke rumah sakit. Pokoknya Hoseok tidak perlu melihat sisi lain keluarga Kim ini.

Tuan Kim tersenyum santai ke arah kumpulan orang tua dan pasien-pasien itu. "Kami pulang dulu. Tenang saja, kami tak berniat untuk datang lagi ke sini. Dan..... semoga cepat sembuh, anak-anak. You guys are reeaaally lucky, huh? Adios~"

.

TBC

Triple nih~
Bonus dari si Panda yang tadi siang ke rumah bawain gue makanan 😂

Bye bye~👋🏻

Salam,
N U N U 😎

[2Seok] ✔️ - The Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang