5/30

2.9K 320 48
                                    

Sesuai ucapannya, Seokjin benar-benar membawa Hoseok ke rumahnya. Dia nampak menahan tawa melihat Hoseok yang balas membungkuk ke arah deretan maid yang menyambut mereka pulang.

"Siapkan cemilan, lalu bawa ke kamarku." perintah Seokjin yang langsung ditaati oleh para maid itu. Seorang butler hendak membawakan tas ransel Hoseok, tapi pemuda itu menolak halus. Dia tak pernah dilayani orang sebelumnya, tentu saja hal itu akan membuat Hoseok sungkan. Dunia orang kaya sama sekali bukan dunianya.

Seokjin menggandeng Hoseok menuju kamarnya di lantai dua. Rumah besar itu tampak begitu lengang di siang hari seperti ini. Para maid yang tadi berderet banyak sekarang entah kemana. Hoseok hanya menemukan tiga-empat orang yang mondar-mandir melakukan pekerjaan mereka.

"Ayo masuk."

Seokjin membuka pintu kamarnya yang berwarna silver. Di kanan kirinya terdapat dua pintu yang dicat dengan warna berbeda.

"Yang pintunya warna beige, itu kamar Namjoon. Taehyung yang pintunya warna biru." jelas Seokjin tanpa diminta. Dia masuk ke kamarnya diikuti Hoseok yang nampak kebingungan akibat rumahnya yang terlalu luas dan megah.

Luas kamar Seokjin saja seluas ukuran kamar Hoseok, Jimin, dan ayah mereka yang digabung jadi satu. Belum lagi luas kamar mandinya yang seluas ukuran kamarnya sendiri. Hoseok merasa kecil di sana.

Suara ketukan di pintu terdengar dibarengi dengan masuknya tiga orang maid yang membawa berbagai jenis cemilan dan juga teko besar berisikan air sirup.

"Silakan, tuan muda..."

Hoseok mengangguk sopan seraya mengucapkan terima kasih. Setelah para maid itu pergi, Seokjin menarik Hoseok untuk duduk di atas tempat tidurnya. Ia melihat keringat dingin yang mengalir di pelipis Hoseok. Padahal kamarnya cukup dingin untuk mereka berdua.

Seokjin mendekap Hoseok yang seperti biasa akan terlihat ketakutan sepanjang waktu saat bersamanya. "Kau takut padaku?"

Hoseok mengangguk ragu. "Se..sejujurnya iya, su-sunbaenim..."

Hoseok terkejut dan nyaris menjerit saat Seokjin mendadak mendudukkannya di pangkuan. Hal itu membuat Hoseok teringat saat Seokjin melakukan hal yang sama di gudang alat olahraga dua hari yang lalu.

"Sunbae--"

"Berhenti memanggilku begitu, Hoseok. Tidak bisakah kau menyebut namaku?"

Seokjin menangkup kedua pipi Hoseok, mencegah pemuda manis itu untuk melihat ke arah lain. "Aku ingin mendengarmu menyebut namaku..."

"Ta-tapi itu tidak sopan, sunb--"

Seokjin mengecup bibir Hoseok sekilas dan berhasil membuat pemuda itu terdiam. "Kalau kau tak bisa hanya memanggil namaku, setidaknya panggil aku 'hyung', bukan 'sunbaenim' seperti itu. Mengerti?"

"Me-mengerti, h-hy-hyungnim..."

"Kenapa masih ada embel-embel 'nim'?"

"Jadi...cukup 'hyung' saja?"

Seokjin tersenyum. "Cukup 'hyung' saja." jawabnya mengulang pertanyaan Hoseok. Ibu jarinya mengusap wajah Hoseok yang terasa sangat lembut. Menelusuri perlahan setiap pahatan sempurna yang mampu memikatnya itu. Semakin lama, jarak mereka semakin menipis. Seokjin lagi-lagi mencium Hoseok dengan segenap perasaannya. Kali ini ia tak perlu khawatir akan diganggu oleh Jimin. Hoseok ada di rumahnya, di kamarnya. Dan Seokjin leluasa melakukan apapun di sana tanpa khawatir terganggu.

Tangan Hoseok berpegangan pada kedua bahu lebar Seokjin. Dia belum pernah ciuman, dan tidak tahu caranya ciuman. Seokjin juga belum pernah berciuman, tapi dia mengerti caranya dengan sangat baik. Terima kasih pada Namjoon dan koleksi CD terlarangnya.

[2Seok] ✔️ - The Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang