00.16

10.7K 873 12
                                    


•  •  •

Masih di tempat yang sama, Nafra dan Agrael tampak kini sudah lebih akrab satu sama lain. Nafra sudah tidak marah marah dan Agrael sudah tidak menyebalkan lagi bagi Nafra.

Taman rumah sakit memang masih ramai di isi oleh anak anak kebanyakannya. disini Nafra merasa lebih terhibur, daripada dia yang hanya di kamar rumah sakit saja.

"Adek belum mau masuk lagi nih?" Tanya Agrael.

"Baru juga disini belum ada sejam, masa udah masuk lagi. Nafra masih mau disini."

"oke deh, tapi bentar lagi kita masuk ye takut ayah bunda udah nyariin, ntar kakak nih yang kena ngaungan."

kembali sebal, Nafra hanya membalas dengan anggukan.

tak ada percakapan, karna nyatanya dua putra Alam itu hanya sibuk dengan pemikiran dan atensi mereka masing masing hingga dering Handphone Agrael mengalihkan atensi keduanya.

"jangan ngacir kemana mana, kakak Angkat telepon bentar. ga jauh kok, bentar yee?" ucap Agrael seraya mengecup pipi bulat sang Adik lalu berlalu pergi sebelum mendapat cacian dari Nafrazan.

"geli banget, orang gila!" katanya pada Agrael yang hanya di balas tawa mengejek di tempat Agrael sekarang.

tempatnya tidak terlalu jauh, tidak dekat juga. sejauh mata memandang batang hidung Agrael masih bisa Nafra tangkap. hingga di sela sela fokusnya yang berada pada Agrael, Atensi seseorang membuat dirinya seketika kesal tak terduga.

"lo?!"

"Reja?"

Rejafa. itu Rejafa, Anak laki laki satu tahun lebih tua darinya yang beberapa waktu lalu berkelahi habis habisan dengan dirinya.

Rejafa ini terhitung anak ambis di sekolah mereka, Anak pintar kesayangan guru yang sedikit pick me boy yang kebetulan sangat berhasil menumbuhkan benih Amarah Nafrazan beberapa waktu lalu.

"Ngapain lo disini, ngamen? atau pura pura sakit biar dapet bansos? lo harus ganti rugi, tangan gue patah!" Tampak kesal, suara protes Reja terdengar menyapa percakapan mereka.

"Mau gue patahin lagi tangan sebelahnya? kebanyakan bacot bener bener gue patahin nih!" Nafra menggertak, amat tidak suka dengan kata kata Reja yang terdengar begitu meremehkan keadaan sosialnya.

tidak perlu banyak di jelaskan bagaimana sifat anak itu, karna jika kalian pintar sudah pasti mudah tertebak.

"berani lo? Anak miskin gak usah banyak tingkah! lo harus tau, mami papi gue bakal minta ganti rugi besar yang bahkan harga diri lo gak akan bisa gantiin itu. anak pembawa sial!"

Kata kata yang paling Nafra benci. Emosinya meluap, dirinya berdiri menatap sengit Reja lalu mendorong singkat bahu anak itu.

"gue bukan pembawa sial! sekali lagi ngomong, sampe rambut rambut lo gue patahin disini."

"Itu faktanya, gak usah lupa diri Nafrazan. lo itu anak pembawa sial, lo di buang, karna apa? karna lo pembawa sial." Reja membalas dorongan Nafra, sedikit lebih keras hingga Dia kembali terduduk di kursi roda miliknya.

Tidak ada yang menyadari perseteruan keduanya bahkan Agrael sekalipun. ditambah suasana Rumah sakit dan taman yang ramai, suara dua anak itu hanyalah angin lalu.

"Gue bukan pembawa sial, ayah bilang bukan." Nafra sedikit terdistract, karna nyatanya anak itu memang memiliki sedikit trauma.

"iya, itu lo." Reja semakin gencar, jika ia tidak bisa membalas melalui fisik karna Nafra yang memang dikenal sebagai bocah rese pandai berkelahi, dirinya memilih menyerang mental Nafra saja.

NAFRAZAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang