Kejadian tadi siang entah mengapa membuat pikiran Ishak semakin buruk. Cowok itu bersama dengan Ilham, berjalan beriringan menuju ekskul majalah dan mading dimana Ilham sejak tadi berusaha untuk tidak mengajak sahabatnya bicara. Saat Ishak kembali, cowok itu seakan kembali menjadi Ishak seperti biasanya. Hilang sudah Ishak yang tampak bersemangat entah karena apa karena yang Ilham liat, lelaki ini akan selalu memasang wajah muram bahkan hingga pulang sekolah.
Hari ini raut wajah murung Ishak seakan menjadi-jadi. Membuat banyak senior ekskulnya menatap Ishak khawatir dan menjadikan cowok itu untuk membantu di tim mading alih-alih dengan tim majalah seperti biasanya—menjadi kameramen sekaligus fotografi.
Hani, salah satu siswa kelas 10 IPA 3 yang cukup dekat dengan Ishak dalam ekskul ini pun mendekat. Menatap temannya aneh.
"Lagi ada masalah?" ia bertanya dengan ringan.
Membuat Ishak yang akhirnya sadar itu menoleh kaget, kali ini mukanya langsung menimbulkan semburat merah. Antara malu sekaligus keget. "Nggak, nggak ada kok," selain terkenal dekat. Ishak itu diam-diam naksir perempuan berpipi tembam dengan mata bulat dan rambut lurus sepunggung ini.
Gambaran wanita lembut, baik hati, serta manis seakan direbut semuanya oleh Hani. Mungkin itu yang membuat Ishak bahkan dengan senang hati untuk dekat dengan perempuan berhidung bangir itu.
"Hmm, gak percaya gue," katanya dengan mata yang berubah memicing. "PDKT lo gagal, ya, sama si Rinai?"
Ishak tersedak.
Kenapa jadi Rinai?!
"Hah? Kabar dari mana, tuh?" cowok itu mulai melupakan pikiran sedihnya akibat kejadian tadi siang. Pembicaraan soal Rinai yang ternyata digosipkan sedang dekat dengannya membuat Ishak berubah makin keki.
Hani mengedikkan bahu. "Angkatan kita udah banyak yang ngobrolin lo. Apalagi, Rinai kan emang troublemaker cewek di angkatan. Ada beberapa siswa Bahasa yang liat lo makan udon sama Rinai beberapa hari lalu, terus kesebar deh kalo kalian lagi deket."
Ishak diam-diam mengumpat, tapi wajahnya langsung berubah lebih ramah. "Haha, itu cuman ngerjain tugas aja. Nggak ada hal serius, kok."
"Kalo serius mah, gak apa, apa, kali," sahut Kak Candra yang punya mulut mirip kayak perempuan. "Eh, Rinai tuh jadi berponi ya hari ini? Cantik, jir."
Ishak kini menatap seniornya dengan jengkel. "Pacarin, gih."
"Nggak, lah. Kan punya Ishak. Ntar kalo lo nangis, gue kena omel Jihan sama Heri. Serem. Pawangnya ada dua."
Mereka tertawa mendengar ocehan asal dari Candra, melupakan eksistensi Ishak yang terganggu. Kalau Jihan mungkin memang akan marah dan bisa saja mengamuk jika melihat Ishak menangis. Tapi memangnya Heri akan melakukan hal yang sama? Cowok itu merasa miris.
Hingga kegiatan ekskul itu berakhir, Ishak masih saja murung. Berjalan mendatangi halte sampai sepasang kaki dengan sepatu all star yang tampak usang berhenti di depannya. Membuat Ilham segera menyingkir dan terdengar sahut menyahut beberapa anggota ekskulnya yang meledek Ishak akibat dijemput seorang perempuan berponi dengan rambut lurusnya yang jatuh melewati punggung.
Gadis itu tersenyum lebar. "Ikut gue."
Ishak mengekor, tidak ingin dilihat banyak orang kalau dia membentak perempuan di hadapannya. Bayangan soal Rinai yang bilang kalau pertengkaran Adik dan Abang akan terjadi mungkin cuman khayalan semata. Karena sejatinya mana mungkin seorang Januhari ingin akrab maupun bercanda dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Know It's Hurt
Novela JuvenilBrothership series 3# Hyunjeong ft Yeji Ketika Ibu meninggal, Ishak pikir dunianya telah berakhir. Tetapi kemudian Paman membawanya pada satu rumah asing, dan mempertemukannya dengan pria yang disebut sebagai Ayahnya yang dulu Ibu mengatakan bahwa A...