12. Harusnya Kita Gak Saling Kenal!

78 14 0
                                    

Januhari ingat bagaimana pertama kali dia mengenal Ishak saat cowok itu muncul di rumahnya. Laki-laki yang baru berusia 15 tahun hadir di rumahnya dengan perawakan polos dan tubuh yang ringkih. Sorot matanya tampak kebingungan saat melihat Heri begitu pula Jihan. Saat itu, Heri hanya bisa menatapnya benci sedangkan Jihan sudah berlari menuruni tangga dan menyambutnya dengan sangat baik.

Harusnya saat itu tidak pernah ada Ishak dalam keluarganya, lantai dua tidak akan memiliki tiga kamar, dan Ibu tidak bunuh diri di hadapannya. Namun kenyataannya adalah, di sinilah Heri, menatap kegaduhan kantin dan beberapa pasang mata menatapnya iba sekaligus penasaran.

"Gimana? Eh, apaan, sih?" salah seorang laki-laki mendatangi mereka. Bet namanya tertulis Rega Diwantara dan cowok itu menatap Heri bingung. "Her, beneran lo sama Ishak nggak satu Ibu?"

Zidan langsung melotot pada teman satu bandnya itu. "Anjing, Ga. Sono, sono, jangan tanya dulu!"

"Ya, gimana? Pada kacau nih, penasaran sama beritanya—"

"HERI MAU KE MANA?!" Felix teriak saat mendapati Januhari sudah berlari meninggalkan teman-temannya. Samudera lebih dulu mengejar, disusul oleh Felix, lalu terakhir adalah Zidan setelah membuat Rega maupun beberapa temannya yang lain untuk diam dan tidak bertanya apapun lagi.

Januhari melangkahkan kaki panjangnya dengan lebar, mencari keberadaan Jihan yang membawa Ishak bersamanya. Dia menemukan dua orang itu yang berdiri di dekat bale sebelum cowok itu berlari cepat dan mendorong Adik laki-lakinya kuat-kuat hingga jatuh.

Jihan melotot. "Her! Ini bukan salah Ishak!"

"Lo—gue udah peringatin dari awal, kan, jangan pernah tunjukin diri lo sebagai Adik gue di sekolah! Jangan bicara apapun ke teman, teman, lo itu. Terus apa sekarang?" Heri menatap Ishak yang berdiri dibantu Sam, tatapannya beralih pada Jihan yang kini menatapnya kecewa. "Kenapa? Belain dia lagi? Lo gak liat, Jih. Dia bikin semua orang tau kalo keluarga kita itu hancur!"

Gadis itu memegang jidatnya sembari mengela napas keras. "I know, tapi ini beneran bukan salah dia. Dia gak ngomong apa, apa, Her. Temannya tau sendiri."

"Gimana bisa temennya tau sendiri?" cowok itu tampak jengah, menyugar rambutnya yang sudah sedikit gondrong sebelum melirik Ishak yang tidak berani menatapnya. "Kita harusnya gak pernah saling kenal. Harusnya, lo gak hadir di tengah keluarga gue. Harusnya—"

"Stop, Her. Jangan dilanjutin lagi, gue mohon," Jihan memeluk Abangnya yang masih ingin bicara dengan napas tidak beratur dan raut wajah penuh dendam. "Please, jangan bicara apapun lagi, ya," dia berujar pelan, menatap Heri penuh permohonan sebelum akhirnya laki-laki itu sedikit tenang.

Ishak sendiri kini menatap kedua Kakaknya dengan rasa bersalah, sebelum dia berkata dengan ringan.

"Aku bakal keluar," ucap cowok itu tiba-tiba di tengah suasana yang sudah mulai tenang, dia menatap mata Jihan begitu pula Heri sebelum melanjutkan. "Setelah lulus nanti, aku bakal keluar dari rumah, berhenti ngerepotin Kak Jiji, Kak Her, Ayah. Jadi, tenang aja. Aku tahu diri kok," cowok itu baru saja berbalik dan menatap ketiga temannya yang sudah menyusul bersama Rinai yang tampak tak acuh, berdiri di samping Ilham lalu mendorong cowok itu ke arah Ishak.

Ilham mengulum bibirnya, bingung ingin bicara apa sebelum cowok itu lebih dulu membungkuk dan berkata dengan setengah teriak. "Maaf, Sak. Maafin gue."

Namun Ishak hanya tersenyum, lantas berlalu. Meninggalkan kerumunan itu dan tidak memperdulikan Bobi maupun Henderi yang menatapnya dengan cemas.

I Know It's HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang