14 | Terjebak Selamanya

3.2K 285 17
                                    

"Daniyal bagaimana dengan kejelasan kabar tentang Anda yang telah berhenti dari dunia hiburan tanah air?"

"Bagaimana Anda menghadapi penggemar yang mungkin terkejut dengan keputusan ini?"

"Apakah hal itu ada kaitannya dengan kemunculan kekasih Anda?"

"Apakah Anda berencana untuk tetap berada dalam sorotan publik atau lebih memilih menjaga privasi kehidupan pribadi?"

"Apakah Anda berencana memberikan konfirmasi resmi mengenai status pernikahan dan keluarga Anda?"

"Untuk saat ini saya belum bisa memberi keterangan apa pun. Mungkin nanti. Permisi, tolong kasih kami jalan untuk keluar." Daniyal menggiring Elka dan Rafael keluar dari kerumunan wartawan. Mereka segera masuk ke dalam mobil di mana Karol siap menjalankannya. Tepat ketika pintu ditutup, mobil segera melaju meninggalkan pelataran lobi hotel yang ternyata telah disesaki oleh puluhan manusia.

"Kamu baik-baik saja?" Daniyal memindai keseluruhan tubuh Rafael. "Apa kamu takut?"

"El baik-baik saja." Bocah tersebut memandang khawatir sang Ibu yang masih tampak syok. "Mama nggak apa-apa?"

Anggukan pelan serta senyum kecil yang diberikan oleh Mamanya, menjadi penghantar kelegaan di hati Rafael. Ia lantas mengembuskan napas lega.

"Wow, tadi itu luar biasa. Om Daniyal memang seterkenal itu, ya?" Intonasi Rafael tak lagi terselip cemas. Riang telah kembali menguasai irasnya. "Tapi pertanyaan wartawan tadi ... Om sudah menikah?" seloroh Rafael tanpa menyadari situasi di sekitarnya sedang tidak baik-baik saja.

"Kamu pernah iri pada teman-temanmu yang memiliki Ayah?" Alih-alih menjawab pertanyaan Rafael, Daniyal malah menanyakan hal lain.

"Sering."

"Kamu menginginkan seorang Ayah?"

Tanpa ragu, Rafael menganggukkan kepala semangat.

Daniyal mengangkat kedua sudut bibirnya hingga melengkung layaknya busur panah. "Kalau kamu mau, kamu bisa mengganti panggilan 'Om' menjadi 'Ayah' sebagai sapaan baru untuk Om. Bagaimana?"

Kedua bola mata Rafael melebar. Ia spontan menatap sang Mama yang masih membungkam bibirnya sejak keluar dari hotel. "Mama, apa aku boleh melakukannya?" tanyanya takut-takut.

"Jangan."

Jawaban singkat Elka langsung melunturkan gurat antusiasme di wajah bocah enam tahun itu. Dia sama sekali tak menyembunyikan kesedihannya.

"Kenapa nggak boleh, Ma?"

"Om Daniyal bukan Ayahmu. Kamu hanya bisa memanggilnya Om." Elka berusaha menjaga nada suaranya agar tetap terdengar tenang, kendatipun di dalam benaknya, ia sibuk menyumpahi tindakan Daniyal.

"Ayolah, Elka, ini tidak sesulit menceritakan kisah masa lalu kita pada Rafael," cetus Daniyal menimpali obrolan dua orang di sampingnya.

"Ada apa tentang masa lalu Mama dan Om Daniyal?"

"Selain pemberani, kau pria kecil yang selalu ingin tahu. Hal yang bagus, seperti yang diharapkan dari seorang Lateef." Daniyal berucap dengan intonasi rendah, lalu kemudian terkekeh pelan. "Kamu ingin mendengarnya?"

"Kalau boleh tahu, kenapa, Om?" Rafael telah sepenuhnya menghadap pada Daniyal. Ia menampilkan wajah penuh keingintahuan.

Berbeda dengan Rafael, Daniyal menyadari perubahan ekspresi pada wanita yang duduk di sisi kanan mobil itu. Dua tangan Elka saling bertaut erat. Tonjolan urat tipis di area lehernya, membuktikan sebesar apa pergolakan emosi yang tengah ia perangi.

Sonder [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang