50 | Persetan Permintaan Maaf

3.2K 289 81
                                    

"Kenapa lagi dia? Tidak biasanya dia pulang ke rumah sesore ini. Biasanya dia bermain-main dulu dengan aksi stalking-nya pada Elka."

"Jangan kenceng-kenceng ngomongnya. Daniyal sensitif kalau bahas Elka."

"Kenapa? Elka sudah sembuh, 'kan? Jumat kemarin dia masuk kantor lagi, terlihat bugar dan baik-baik saja setelah nyaris sebulan mengambil cuti."

"Kayaknya putus deh," gumam Handini.

"Gimana?"

"Mereka putus."

Hamdan tertawa sumbang atas dugaan istrinya. "Daniyal dan Elka?"

Handini mengangguk yakin.

"Putus? Dalam artian, Daniyal--manusia sinting itu--melepas Elka?" Lagi, gelak Hamdan terlepas bebas. "Kau tahu keponakan kita ini tipikal manusia kurang waras. Putus itu hanya penyederhanaan kata dari pelonggaran tali kekang. Kau pikir dia semudah itu melepas perempuan yang sejak dulu menjadi obsesinya?" imbuh Hamdan skeptis.

"Tapi kali ini beda, Mas," sanggah Handini menekan suaranya. "Dari kemarin Daniyal gak keluar ke mana-mana setelah pulang kantor. Biasanya kalau dia pulang larut, aku 'kan besoknya selalu tanya dia ngapain aja semalem, terus dia jawabnya 'liatin Elka' gitu. Cuma mulai kemarin, dia benar-benar hanya di rumah aja. Nggak 'liatin Elka' kayak biasanya. Terus, ya, Mas, mukanya lesu gitu. Kasihan, ih, lihatnya. Masa beneran putus? Perasaan mereka baik-baik saja sebelum insiden buruk itu menimpa Elka."

Hamdan terdiam sebentar, lalu setelahnya melangkah mendekati keponakannnya yang sedang merokok di teras rumah, ditemani oleh hujan yang turun tanpa jeda sejak pagi. Entah kontemplasi seperti apa yang sedang Daniyal rancang di otaknya. Hamdan harap, itu bukan tentang rencana membunuh lagi. Sudah cukup dia dilanda syok usai keponakannya ini berkata enteng bahwa dia sudah mengabisi nyawa seseorang yang telah lama ia incar karena orang tersebut sering menyakiti Elka.

Sungguh, manusia seperti Daniyal adalah ancaman bagi makhluk hidup lain. He's a menace to society. Melegalkan tindak kriminal seperti main hakim sendiri, terlebih sampai membunuh, itu kejahatan berat.

Angeline dan Pragustin harus berterima kasih kepadanya karena berkat dirinya, anak mereka yang problematik ini selalu lolos dari pasal berlapis yang siap mendorongnya masuk ke hotel prodeo. Benar, dia sama jahatnya dengan Daniyal. Apa boleh buat? Mereka keluarga. Dan sepatutnya keluarga, saling melindungi adalah hal mutlak. Kendatipun mereka sedang melangkah pada rute kehancuran.

"Kau berpisah dari Elka?" Sambar Hamdan langsung saat tiba di dekat keponakannya yang acuh tak acuh terhadap situasi sekitar.

Daniyal tidak segera menjawab. Dia menyundut rokoknya ke asbak yang terletak di atas meja berukuran sedang di sampingnya.

"Tidak," tampik Daniyal dingin.

"Ah, masa? Kata tantemu kalian putus tuh. Satu kantor juga membicarakan hubungan dingin kalian. Nggak saling sapa, nggak saling bicara selain ngomongin kerjaan--oh, maksudnya, Elka yang udah kehilangan minat untuk nanggepin kamu. Itu benar?"

"Penggosip."

"Hei! Paman hanya mendengar cerita dari sekretaris Paman." Hamdan membela diri. Padahal sebenarnya, dia suka mendengar gosip tentang Daniyal. "Beruntung iklan kalian mendatangkan profit bagus walau sebenarnya, hubungan kalian memang sudah hancur. Sayang sekali. Sepertinya Elka bukan jodohmu. Betapa ruginya kau berjuang selama ini. Menjeratnya, tapi pada akhirnya sia-sia. Kalian gagal bersatu. Apa Paman bilang! Manipulasi itu tindakan kotor! Kamu saja yang keras kepala. Gini, 'kan, jadinya."

Daniyal hanya mengedik, enggan adu urat. Kemudian, ia segera beranjak dari teras. Bukan masuk ke dalam rumah. Melainkan berlari ke carport, lalu masuk pada salah satu mobil miliknya. Ia pun pergi membawa mobil tersebut.

Sonder [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang