30 | The End of The Line

2.8K 247 23
                                    

⚠️Part ini mengandung pembahasan kurang mengenakkan. Ped*filia & r*pist⚠️

***

"Apa ... yang sebenarnya sedang terjadi?"

"Ceritanya panjang, tapi jika disimpulkan, saya dan Daniyal memiliki hubungan spesial," aku pria yang duduk sambil menyilangkan kaki di samping Elka.

"Kami sangat dekat. Sedekat ini," lanjut pria itu menyatukan dua jari telunjuknya. "Kau tidak masalah, 'kan, jika kita berbagi lelaki yang sama?"

Tidak sampai sedetik pria tersebut menyudai perkataannya, dia langsung dihadiahi lemparan kaleng root beer tepat di wajah dari orang yang memukul kepalanya tadi. Bukannya meringis kesakitan, dia justru tertawa. Seakan situasi ini, obrolan ini, adalah hiburan menyenangkan baginya.

"Cut the crap," tukas Daniyal meletakkan kaleng hazelnut latte dan root beer di atas meja.

Merasa gerah, ia menggulung lengan kemeja sampai ke siku, menampilkan kulitnya yang seperti pualam. Menegaskan bahwa dia tidak termasuk dalam jajaran pria penggemar olahraga luar ruangan. Namun, melihat bagaimana tonjolan otot pada area bisep dan punggungnya yang terbalut kemeja, cukup membuktikan bahwa pria ini tetap menjaga tubuhnya dengan baik.

Pantas dia digandrungi banyak orang. Bahkan Ibu-Ibu uzur pun mencintainya.

Ia kemudian menempati single sofa di samping Elka sambil menenggerkan lengan-lengan kokoh yang tadi membuat Elka kewalahan akibat lilitan eratnya pada masing-masing tangan sofa.

"Gabri, dia sama sepertimu. Bedanya dia telanjur menjual diri pada Rosita sebelum bersepakat denganku. Dia datang di saat-saat terakhir. Sekadar informasi, dia sendiri yang membongkar rahasia tuannya tentang apa yang terjadi pada rubanah rumah Rosita," jelasnya mulai menguraikan teka teki di benak Elka.

"Sejak awal, dia sudah kuajak bekerja sama, jauh sebelum kedatanganmu, tapi karena terlena dengan belaian wanita tua yang menjanda berpuluh tahun, dia mengalami distorsi kognitif dan sulit menyatakan sikap."

"Jaga ucapanmu! Rosita Laila tetaplah nenekmu!" seru Gabri tak terima usai menenggak minuman pemberian Daniyal.

"Nenek yang sesuka hati kau lepas pakaian dalamnya?"

"Si sialan ini memang tidak bisa menjaga omongan," cela Gabri kesal akibat diingatkan pada dosanya sendiri. "Inilah yang menahan langkahku. Bekerja sama dengan manusia menjengkelkan sepertimu memang tak akan pernah mudah."

Bulu kuduk Elka meremang. Sejauh mana dunia telah berubah sampai percakapan sekotor ini dianggap normal? Atau memang dia saja yang terlalu kolot?

Gabri beralih menatap Elka. "Kau beruntung, hubungan kalian terjalin atas asas kerja sama. Seandainya itu hubungan sungguhan, kau bisa mati berdiri karena harus meladeni manusia kejam seperti Daniyal setiap hari."

"Kau ... tahu itu? Hubungan kami," gumam Elka. Matanya menyipit, sedang caranya menatap Gabri menjadi setajam belati. "Sejak kapan? Kau tahu akan fakta itu, lalu masih lancang mengganggu saya?"

"Tunggu, jangan langsung menarik konklusi tanpa dasar. Seperti kata Daniyal, saya bergabung pada saat-saat terakhir. Terakhir yang dimaksud, itu baru satu minggu yang lalu. Jadi, saya yang mengganggu lewat pesan, atau mendatangimu langsung ke tempat kerja, itu terjadi sebelum saya bekerja sama dengan kekasih bodongmu."

Gabri menjelaskan penuh intonasi kehati-hatian. Cara Elka berbicara memberikan kesan mencekam yang bila tidak dijawab dengan benar, dia bisa meledakkan kepala siapa pun yang telah lancang mengganggunya.

Sonder [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang