"Kakak nggak tahu Pak Daniyal pindah?"
Elka menggeleng.
"Kok bisa?" Izz mengusap dagu pelan. "Kemarin beliau datang ke rumah, ngobrol sama Bapak. Katanya bakal pindah ke rumah Pamannya."
Elka langsung memandang Izz. "Hamdan Lateef?" ucapnya pelan.
"Iya. Beliau yang minta Pak Daniyal tinggal di rumahnya. Dan menurut saya, itu hal bijak. Terlebih dengan situasi kacau yang ada sekarang, Pak Daniyal bisa mengandalkan Pamannya untuk mengurus kasus Bu Rosita."
Izz menghela napas dalam-dalam.
"Saya cukup kasihan. Pak Daniyal pasti kesusahan karena berita yang menimpa Neneknya. Nama beliau bakal disangkut-pautkan, imbas dari berita itu. Semoga saja, banyak yang berpikiran terbuka serta tidak menyudutkannya. Mereka belum tahu saja bagaimana buruknya hubungan Pak Daniyal dan Ibu Rosita."
"Daniyal akan baik-baik saja. Dia tidak selemah itu."
Ucapan spontan Elka membuat Izz tersenyum lebar. Dia bahagia atas hubungan Elka dan Daniyal yang tampak harmonis. Bukankah kepercayaan adalah hal fundamental dalam suatu hubungan?
Namun, mengapa Elka sampai tidak tahu kekasihnya pindah? Izz mengedik. Walaupun ingin, dia tidak berhak menanyakan topik tersebut secara gamblang.
"Saya masuk, ya."
"Ah, iya-iya. Istirahat yang banyak, Kak. Dial nomor saya kalau butuh apa-apa."
"Thanks, Izz."
Elka masuk ke halaman rumah diringi langkah berat, menatap kaki-kakinya yang tak beralaskan sandal dengan sorot kosong.
Begini rasanya bebas?
Sekarang dia manusia merdeka yang leluasa melakukan apa pun yang ia mau. Belenggu telah terlepas. Ia siap menata hidup yang baru.
Dengan masa cuti yang ia miliki, Elka jadi berpikir untuk memanjakan diri setelah lama melanglang buana dalam dunia kerja yang mencekik. Harusnya dia begini. Bersemangat menyongsong kebebasan, bukan malah berotak sempit memikirkan perasaan semu yang sudah pernah membuatnya terpuruk.
Elka tertawa sinis karena membenci kegamangan yang ia rasakan semenjak pulang dari apartemen Daniyal. Mengapa dia sempat goyah? Terlebih orang yang membuatnya goyah adalah Daniyal yang notabene berulang kali melukainya.
"Stockholm syndrome, huh? Stupid," desis Elka mengasihani diri sendiri.
Bagaimana pun juga, ia harus menghubungi Daniyal. Dia perlu tahu kapan pastinya semua ini benar-benar berakhir. Rasanya Elka tak bisa tenang sebelum ada kepastian waktu. Tiba di living room, ia langsung menghubungi pria tersebut. Dia menunggu panggilannya bersambut sambil memperhatikan gerbera pink imitasi yang terletak pada vas putih berukuran sedang di atas meja sofa.
Tidak ada sahutan.
Daniyal pasti sibuk. Karenanya, urung menlanjutkan tujuannya. Elka akan mencoba lagi sebentar. Ia lantas menyandarkan punggung pada badan sofa, berusaha merilekskan tubuh sebaik mungkin.
Baru sekarang Elka rasakan nyeri pada area leher. Pasti disebabkan oleh cekikan Daniyal tadi. Lengannya juga sakit. Jangan lupakan kulit kepala serta pinggulnya yang nyeri karena dijambak dan didorong Rosita. Hari yang singat, tapi amat melelahkan.
Ia lagi-lagi mengangkat ponsel di hadapan wajahnya, segera membuka peramban demi mencari berita tentang Rosita yang katanya sangat menggemparkan dunia maya. Benar saja, cukup satu kata kunci yakni 'Rosita', semua artikel berita dari media massa paling aktual langsung bermunculan pada layar antar muka ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sonder [✓]
RomanceDisebut sebagai perempuan menjijikkan oleh pria yang ia cintai, membuat Elka sadar bahwa merasakan cinta adalah dosa terbesarnya. Dia pernah mencintai Daniyal hingga di tahap kehilangan urat malu karena menyatakan perasaan terdalamnya pada pria itu...