16. Rujak dan Hujan

215 63 8
                                    

Rasa rasanya jantung Runa ingin meledak jika harus berada di satu tempat yang sama dengan Reyhan, laki laki itu sukses membuatnya seperti ratu!

Mata Runa menatap ke arah Reyhan, terkekeh kecil melihat laki laki itu yang sedang memejamkan matanya akibat kepedasan, Reyhan tidak menyukai makanan pedas tapi laki laki itu memaksakan mencoba rujak pedas yang dibuat Runa.

"Minum Rey, jangan di paksain." Ujar Runa, gadis itu sudah menyodorkan gelas berisi air sejak tadi tapi di tolak oleh laki laki itu.

"Kuat kok."

"Muka kamu merah banget, minum." Paksaan Runa bahkan tidak menggentarkan niat laki laki itu untuk tidak minum.

"Biasa aja, lagi dong." Runa menjauhkan bumbu rujak itu dari Reyhan, hanya menyodorkan buah potong pada laki laki itu.

"Gak usah ngada-ngada, nanti sakit perut tau rasa." Ucap Runa penuh peringatan, Reyhan menatap gadis itu dengan senyum kecil di bibirnya yang membengkak memerah.

"Iyaa, ampun ratu." Kali ini sodoran air dari Runa langsung laki laki itu teguk, ia sudah tidak tahan dengan sensasi panas di mulutnya.

"Bakalam lanjut kuliah kemana?" Pertanyaan Reyhan membuat Runa merenung sejenak, mengangkat bahu tak tau.

"Udah ada pikiran ke satu universitas cuma gak yakin." Jawabnya, mengunyah buah yang berada di tangannya.

"Kenapa gitu?"

"Gapapa sih, cuma gak yakin aja." Ujar Runa tersenyum lebar.

Mereka kini tengah duduk di depan teras rumah Runa, sebenarnya ini kemauan gadis itu karena malas untuk pergi jauh jauh.

"Lap dulu, keringetnya di muka semua." Runa menyodorkan selembar tisu pada Reyhan.

Keduanya terdiam dalam pikiran masing masing, angin sedikit berhembus kencang membuat senyuman Runa muncul.

"Sejuk banget anginnya." Ujarnya pelan, Reyhan menoleh pada kekasihnya itu memandangin wajah cantik yang memejam merasakan sapuan angin dengan senyuman kecil.

"Cantik." Ujarnya, Runa spontan menoleh mengerjap menatap Reyhan yang malah terkekeh menatapnya.

"Bilang apa?"

"Cantik, pacar aku cantik banget." Ujarnya pelan, mengusap surai panjang milik Runa.

"Yeu dasar brondong, bisa aja ngegombalnya." Reyhan memutar bola matanya, tak suka dengan sebutan brondong walaupun itu benar adanya.

"Stop panggil brondong."

"Itu nyata Rey." Ujar Runa tertawa meledek.

"Gak salah, cuma salah." Ujarnya, alis Reyhan menekuk tipis. Tak terima di panggil brondong.

"Utututuu brondong gemes ya?" Luluh sudah, laki laki itu malah terkekeh pelan sambil menggeleng.

"Bisa aja emang bikin ketawa."

---

Reyhan kini sedang asik bermain hujan, bersama Gian yang sengaja laki laki itu seret keluar dari rumah.

Mereka berdua berjalan di bawah derasnya hujan, Gian sedikit kedinginan namun laki laki nampak biasa saja.

"Hujan hujanan banget ini? Biasanya juga nangkring di jendela. Kenapa harus main hujan si? Besok nih masih sekolah, mriang dadakan gak lucu ye semut." Ujar Gian berisik, sedangkan Reyhan memilih bungkam sambil merasakan air hujan yang menetes ke tubuhnya.

"Dingin Gi?" Pertanyaan Reyhan membuat Gian menaikkan alisnya, lalu menggeleng pelan menutupi jika dirinya dingin.

Reyhan itu tipikal manusia yang teramat perduli pada lingkungannya, jika Gian mengatakan dingin, pasti laki laki itu akan menyuruhnya pulang. Dan Gian tidak mau sahabatnya ini berjalan sendirian.

"Bibir lu pucet, mata gue belum rabun." Gian menyentuh bibirnya dengan tangan, lalu berdecak pelan.

"Aelah, biasanya juga berendem aer es gue. Santai." Ujarnya menggampangkan.

"Muka lo galau banget dah Rey, kenapa?" Tanya Gian, Reyhan menghela nafasnya sejenak matanya menyipit karena air hujan yang tersapu angin mengenai mata laki laki itu.

"Gue... benalu ya Gi?" Gian yang mendengar itu sontak menoleh, menatap sahabatnya penuh bingung.

"Maksudnya? Siapa yang bilang begitu?" Gian kini berdiri di hadapan Reyhan, menatap manik mata temannya penuh tanya.

"Ada, dia bilang gue benalu." Ucap Reyhan lalu terkekeh berat.

"Kagak ada benalu Rey, mulut siapa yang ngelunjak gitu?"

Reyhan hanya bungkam menunduk, lalu mendongak menampilkan mata yang sedikit memerah.

"Lo nangis? Rey, siapa cerita sama gue anjir. Jangan sampe gue yang nemu orangnya sendiri, gue gebukin tuh orang." Gian menampakkan wajah khawatirnya.

Reyhan tersenyum tipis, "lo pasti tau sih." Ujarnya lalu berjalan lagi meninggalkan Gian yang cengo sendirian.

"Gue tau?" Gumam Gian, laki laki itu berjalan cepat mengejar Reyhan.

"Siapa? Si tiri?" Reyhan menoleh, menyunggingkan senyum miring yang membuat Gian mengangguk.

"Lo perkataan si babi gak usah di denger, mulut dia itu sebelas dua belas sama bunyi knalpot berisik, gak ada manfaatnya walaupun koar koar." Ujar Gian, memeluk bahu sahabatnya yang tegap.

"Kalo lo mikirin si tai mulu, dia ntar ke geeran."

"Dia penjahat banget sih, bener bener." Ucap Reyhan menatap lurus ke depan dengan rahang mengeras.

"Cuk gini dah gini." Gian menghembuskan nafasnya sebelum mengelurkan kalimat kalimat mutiaranya.

"Tupai itu pandai melompat, tapi gak pandai berenang. Sama kayak dia, pandai ngucap tapi gak pandai mencerminkan ke diri sendiri. Dasarnya dia emang sengklek, kalo lo mikirin ucapan orang kurang otak kayak si tiri, modar Rey. Gak guna, gak mutu."

"Tapi kayaknya bener yang dia bilang?"

Gian jelas menggeleng tegas, "lo tuh kagak ada unsur sikap benalu, benalu dari mananya emang dah? Lo mandiri anjing dari dulu, dia noh dateng dateng ngerusuh sama jadi semak belukar di keluarga lo. Udah cukup lo mikirin omongan gak jelasnya dia."

"Gue pengen peluk bokap Gi." Ucapan lesu Reyhan yang kali ini membuat mulut Gian bungkam tak bersuara lagi.

"Kenapa Gi? Gak bisa ya?" Gian mengatupkan bibirnya, bingung memilih jawaban yang harus ia lontarkan.

"Sekali aja, sekali aja pengen banget. Tapi sebuah kemustahilan sih." Laki laki itu sadar, tak mau terus bergelung di suasana buruk itu Reyhan menerbitkan senyumnya lalu menarik Gian yang diam saja untuk berlari.

"Yok ke rumah Tio. Yakin gue, dia pasti lagi gabut kalo hujan gini." Gian mengangguk semangat, kerumah Tio adalah moment paling seru.

"Woi tungguin elah, cepetan amat." Teriak Gian saat dirinya di tinggal lari oleh Reyhan, kedua laki laki itu bermain hujan tak perduli dengan anggapan bocah bocah atau para tetangga yang keheranan menatap dua bocah SMK yang bermain hujan seperti anak kecil.

---

HAHAHA kalian kesel ga si? udh nungguin dri tadi tapi partnya b aja...

jinjja, maaf bangetttt yaaa bestie bestie really🥺🥺 *SUMPAH JAMET BETUL INI

sebenrnya otakku sedang rumit, memikirkan ini part kalo stuck di kelas 10 nya lama, mau bklan selesai di part brpa, lagi meminimalisir part nya, jadi ntar kalo tb' udh mau akhir kelas 10 maklumin aja lah ya.. bwhehehe

dadah semuaa janga lupa vote komennya❤️

Azeleo (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang