24. Mati lampu berdua

194 49 15
                                    

Laki laki dengan sepatu sekolahnya itu berjalan lemas, menghembuskan nafasnya jengkel. Rambutnya nampak berantakan karena merasa tak rela jika harus menetap bersama saudara tirinya.

Ryan menghembuskan nafas, ia melirik kitaran kosan Reyhan. Di sini nampak ramai, bahkan ada yang terang terangan memperhatikan dia yang hanya berdiri di dekat pohon besar.

"Ck, cuma sehari Yan. Ini cuma karna kemauan Ayah. Lain waktu gak akan ada lagi." Laki laki itu berusaha menurunkan gengsinya, ia melangkah tegap menuju pintu kosan saudara tirinya.

Ryan banyak banyak menarik nafas, seperti akan melaksanakan ujian saja ia gugup. Menurunkan gengsi memang sesulit itu.

Ia mengetuk pintu itu beberapa kali, membuat si pengisi rumah menjawab lantang.

Pintu itu terbuka, menampakkan Reyhan dengan rambut basah selepas mandi. Laki laki itu mengerutkan keningnya, bingung menatap Ryan yang menenteng tas sekolah yang menggembung.

"Ngapain lo?" Tanya Reyhan sinis, Ryan memutar bola matanya nampak kesal dengan nada bicara Reyhan.

"Lo ga dapet chat dari Elya?" Pertanyaan Ryan membuat Reyhan menaikkan alisnya.

"Nginep." Mata Reyhan sedikit membola atas ucapan Ryan, laki laki itu menampakkan wajah seperti akan bilang, "siapa lo?" Membuat Ryan membuang wajah ke arah lain, asalkan tidak menatap wajah mengesalkan Reyhan.

Helaan nafas Reyhan membuat Ryan sedikit melirik pada Reyhan, "masuk, lepas sepatu lo." Peringatan Reyhan membuat Ryan hendak memaki namun urung saat melihat wajah laki laki di depannya mendatar.

"Mau numpang yang sopan, jangan ngelunjak."

Reyhan masuk duluan, menyisahkan Ryan yang misuh-misuh kesal.

"Gue masih dengerin lo ngomong apa." Ujar Reyhan dari dalam membuat Ryan langsung bungkam.

Kesan saat Ryan memasuki kos milik saudara tirinya adalah ringkas. Nampak luas karena hanya berisi satu tempat tidur dan tidak ada barang lain selain galon air.

"Mandi belum lo?" Pertanyaan Reyhan membuat Ryan berdecak.

"Mikir aja kali, gue masih pake baju sekolah."

"Oh." Ryan yang tengah memandangi ponsel langsung mendongak, hanya OH katanya? Lalu kenapa orang satu ini bertanya tanya segala? Ryan menghembuskan nafasnya mengurung kekesalan.

Tak lama Reyhan datang ke depannya, membawakan satu cup mi instan kuah.

"Makan, nanti lo mati kalo gak makan." Ujarnya, laki laki itu memilih keluar rumah setelah menyodorkan cup mi itu.

Ryan memandang acuh, memilih menidurkan diri di kasur. "Perduli apa dia sama gue? Sok banget tingkahnya."

"Lo di baikin gatau di baikin ya?" Suara itu membuat Ryan melirik, rupanya ada Reyhan yang tengah kembali dengan membawa dua gelas di tangannya.

"Suka suka gue, ribet aja lo." Reyhan hanya bisa memandang jengah, laki laki itu memilih duduk sambil menyalakan laptop menonton film sepertinya lebih seru dari pada beradu argumen dengan manusia tak jelas seperti Ryan.

Matanya melirik pada Ryan yang tengah asik bermain game, beberapa kali mengumpat membuat sesi menonton film Reyhan jadi terganggu.

"Bisa gak mulut lo toxicnya di kontrol? Berisik banget dah." Ryan yang fokus pada ponsel jadi menatap Reyhan.

"Bodo."

---

Malam hari yang sedikit sialan, bagaimana tidak? Tiba tiba saja mati lampu, membuat dua remaja yang tengah saling tatap sinis itu makin mendatarkan wajahnya.

Azeleo (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang