27. Manusia gudang dilema

205 51 2
                                    

Song
;
Sister

-----

Koreksiii typoo okeyy dokey

;

Laki laki itu menatap langit langit kamarnya penuh bimbang, otaknya berkelana pada kejadian tadi siang. Ia tengah benar-benar memikirkan ucapan dari sang Bunda yang terlontar begitu mudahnya.

"Kalo gue di sana, artinya gue harus ketemu si Ryan tiap hari? Ogah banget." Ia bergidik ngeri lalu kembali melamun.

"Pasti selain ketemu anaknya, ketemu Bapaknya juga." Reyhan menghela nafasnya lalu memejamkan mata, mengurut pelipisnya yang mendadak nyeri.

"Gue coba aja kali ya? Dua hari atau tiga hari aja dulu gitu?" Gumamnya, tapi laki laki itu kembali menggeleng.

"Gak gak, gila kali gue. Bisa bisa sakit hati, gak ada sejarahnya nyakitin hati sendiri." Reyhan banyak menarik nafas, menutup wajahnya dengan bantal dan berteriak cukup keras.

"Pusing banget sih mikirin ginian." Ucapnya, ia bangkit lalu berjalan gontai menuju jendela kamar dan duduk ditepian jendela sambil menghirup udara segar.

Pikirannya menguar bersama angin malam yang berhembus sejuk, ia menoleh ke rumah samping. Rumah Paman Runa, sudah lama juga ternyata dirinya berjauhan dari gadis itu, rasa rindu dan suatu rasa yang tidak bisa diungkapkan mendadak meledak saat melihat rumah di samping rumah milik sang Nenek.

"Kamu apa kabarnya? Bahagia kayaknya di dunia perkuliahan ya?" Reyhan menatap sendu pada rumah dengan aksen modern itu, menghela nafas untuk kesekian kali dan menerbitkan satu senyum kecil.

"Run, kamu kira kira kangen aku gak ya?" Tuturannya hanya di sambut angin malam yang berteriak kencang seakan menolak pertanyaan yang Reyhan ajukan.

"Baru kali ini aku bener bener jatuh hati sama perempuan, kisah kita ada season dua nya gak sih? Aku pengen gandeng kamu lebih lama lagi Runa." Laki laki itu menatap kosong kedepan, baginya Runa adalah salah seorang yang menjadi tokoh Protagonis dalam alur hidupnya, gadis ceria yang membuatnya kerap kali tersenyum hanya karena hal sepele.

"Kalo waktu bisa keulang Run, aku gak akan lepas kamu. Aku gak tau kalo ternyata rindu kamu itu rasanya susah, mau ketemu tapi gak tau kamu dimana, inget aku atau nggak."

"Jangan galau Rey, Hidup itu ada siklusnya. People come and go itu pasti ada, dan yang berawalan selamat datang juga pasti di akhiri selamat tinggal." Suara Elya membuat Reyhan menoleh, mendapati sang kakak yang berdiri sambil memandanginya dengan tangan bersidekap dada.

"Sejak kapan berdiri di situ?" Tanya Reyhan dengan alis naik satu, Elya mengetuk jari telunjuknya di dagu lalu menggendikkan bahu santai.

"Mungkin dari kamu apa kabarnya, mungkin?" Reyhan berdecak pelan atas jawaban Elya.

"Nguping." Balasnya, kembali menatap luar tak menatap lagi pada sang kakak.

Elya mendekati Reyhan, bersandar di tepian jendela sebelah dan menatap adiknya dalam, Reyhan yang merasa di perhatikan jadi menoleh dan menggendikkan kepala bertanya maksud sang kakak yang menatapnya begitu intens.

"Gak cocok galau." Ujar Elya sambil tersenyum mengejek, Reyhan memutar bola matanya dan kembali membuang muka.

Elya mengusap iseng wajah adiknya dengan tangan, membuat laki laki itu menambah raut masamnya dan berdecak sedikit keras karena kesal.

"Udahlah, kan udah gue bilang people come and go Reyhan Azeleo. Stop mikirin Runa, dia cuma tokoh lewat dalam hidup lo. Dan lo masih bisa ketemu dengan tokoh tokoh baru di kehidupan lo didepan sana. Emangnya yakin kalo bisa tetep diam buat Runa?" Reyhan diam, melirik kearah Elya yang menunggu jawabannya.

"Gue gak pernah nunggu dia." Elya terkekeh atas jawaban sang adik.

"Jangan tengsin tengsin lah, gue ini kakak lo, lo bisa cerita apa aja selagi gue bisa kasih saran dan lo minta saran." Reyhan menghela nafas namun secarik senyumnya terbit membuat Elya yang gantian memutar bola mata.

"Jadi gimana? Lo mau menetap buat Runa nih?" Reyhan menggendikkan bahunya, kembali menatap luar.

"Han, manusia itu ditakdirkan jadi sosok yang hidup dalam gudang dilema. Keombang-ambing, liat sisi A jadi nurut ke sisi A terus kalo liat sisi B jadi nurut ke sisi B." Reyhan mencerna ucapan Elya dengan seksama, dan keduanya sama sama menatap langit malam yang cerah.

"Hati lo bisa ngerasa terikat sama Runa buat sekarang, tapi di masa depan nanti bisa aja ada cewek yang bisa gantiin dia."

"Wajar kalau gue masih berharap buat sama Runa lagi kak?" Elya menatap Reyhan sambil menghela nafasnya.

"Rey, berharap itu bukan tujuan manusia untuk dapet masa depannya. Tapi biar manusia dapet masa depannya ya diperjuangin, tapi disini Runa mau lo perjuangin aja kabur, terus ngapain lo berharap sama sesuatu yang ninggalin lo?" Reyhan diam mematung, matanya hanya menatap lurus pada rute bintang yang gemerlap, kesadarannya seperti tersedot pada adegan Runa meminta putus darinya.

Tepukkan di bahunya membuat Reyhan menoleh, menatap pada Elya dengan tatapan sendunya.

"Goyah pendirian lo buat berharap sama Runa?" Tanya Elya, Reyhan menggendik lagi.

"Nyaris."

"Itu dia dilema." Ujar Elya, lalu terkekeh pelan.

"Lo udah punya dua opsi, opsi bertahan sama Runa yang ngga pasti, dan opsi buat lepas Runa dengan pasti. Itu titik dilema lo Rey, jalan yang baik itu yang dipilih hati lo, bikin lo nyaman dan bikin lo enjoy." Reyhan hanya menghela nafas, Elya si pandai bermain kata memang.

"Gimana? Mau tinggal di rumah Bunda?" Elya mengalihkan topik, seperti mengerti jika adiknya kian dilema atas ucapannya.

"Bingung, lo tau sendiri gue ga akur." Elya mengangguk-angguk pelan.

"Pikirin mateng mateng, toh Bunda gak maksain. Kalo memang gak bisa, ya di tolak baik-baik."

"Gak mau ngecewain Bunda kak." Elya terkekeh pelan, mengusap surai adiknya hingga sedikit acak-acakan.

"Ini yang suka sok dingin sama Bundanya? Baru di suruh nolak aja udah takut ngecewain. Hati lo kemanisan buat tampang lo yang triplek." Reyhan menepis tangan Elya yang masih bertengger di rambutnya, menatap bengis pada gadis itu.

"Serah lo aja lah kak, gue pusing tanggepinnya." Elya malah tertawa.

"Ya udah, semuanya dipikirin mateng-mateng, naluri hati emang kadang pasti bener, tapi hati lo juga bisa egois. Itu teh manisnya di minum terus tidur, jarak rumah Nenek sama sekolah jauh. Jangan begadang, besok senin," usai mengatakan itu Elya beranjak pergi, meninggalkan laki laki yang merenung itu sendirian lagi.

"Dilema? Gue? Lagi dilema? Yang bener aja."

"Kepala manusia itu keras Rey! Jadi agak sulit nerima pikiran orang lain!" Seruan Elya yang masih berada di luar kamar mampu Reyhan dengar, laki laki itu hanya geleng kepala.

"Padahal gue ngomongnya pelan dah, kok bisa denger padahal di luar kamar." Ia bergidik, dan kembali melanjutkan aksinya menatap langit malam dan menghirup udara segar malam hingga ia mengantuk.

----

Minta maaf banyak banyak, aku baru ngeh kalo ini udah nyaris empat hari, ga kerasa bangett! Kayaknya barusan kemarin up eh udah cepet banget harinya.

Jadi ngaretttttt banget gini, ga enak sama kalian yang syetiaaa:(

Utututu sayang kalian banya banyak! Salam hangat ya dari Ibu Peri si tukang bolos update🤍🤍

Azeleo (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang