3

133 5 0
                                    

Ponsel Luna bergetar. Nampak satu pesan dari nomor tak di kenal.

0813******* : Lun, udah di apartemen?

Luna : Pak Zigy?

0813****** : Iya.

Luna segera menyimpan nomor bos nya tersebut.

Luna : Ini sudah di lobby pak.

Pak Zigy : Ya udah, nanti saya pulang cepet. Masakin ya.

Luna mengerem langkah kakinya.

Luna : Masak apa Pak?

Pak Zigy : Apa aja, asal enak.

Luna : Ya sudah saya belanja dulu.

Pak Zigy : kamu ada nomor rekening? Kirim ke saya, saya transfer untuk belanja.

Luna terdiam. Sungguh di dompetnya hanya ada uang 15 ribu rupiah. Itupun kembalian naik angkot dari warteg Bu Sigit tadi.

Luna : ( send nomor rekening)

Luna : Maaf ya Pak, saya gak punya uang untuk belanjanya.

Di seberang sana Zigy tersenyum dengan kejujuran dan kepolosan Luna.

Pak Zigy : Saya maafin, asal nanti kamu peluk saya.

Pak Zigy : (send picture) sudah saya kirim ya.

Di seberang sana Luna kembali membisu melihat Zigy mengirimkan uang 1 juta rupiah untuk belanja makan malam.

Luna tak sanggup membalas pesan lagi. Ia terlalu kaget dengan pesan dari Zigy. Entah bercanda atau tidak, tapi Luna takut.

1 menit
.
.
.
.
.
.
.

2 jam berlalu tak ada balasan dari Luna.

Zi bergegas menuju apartemen nya. Masih pukul 5 sore dan Zi menepati janjinya untuk pulang cepat.

Pria itu mengedarkan pandangannya ke area dapur. Namun tak ada Luna.

Zi mematung ketika melihat Luna tidur di karpet, tangannya melipat di sofa dan di pakai untuk menyangga kepalanya.
Wanita itu nampak lelah. Zi jongkok dan mengamati wajah yang---cantik itu.

"Lun.." Panggilnya. Wanita itu hanya menggumam pelan.

***

Luna merasakan tubuhya hangat. Namun ada sesuatu yang menimpa perut ratanya. Luna mengedarkan pandangan nya, seketika dunianya merasa terbalik. Bagaimana tidak, ia sekarang tengah tidur di ranjang milik Zigy dan tentu saja tak sendiri. Zigy tengah memeluk perut ratanya.

Luna menahan nafasnya. Ia mendadak tak bisa berfikir, hembusan nafas teratur milik Zi menerpa pipinya.

Ia bingung harus berteriak kah atau menangis kah? Ia malu dan tak tahu lagi mesti bereaksi seperti apa.

"Udah bangun?" Suara Zi membuat Luna seketika menangis.

"Lho? Kenapa nangis?" Tanya Zi yang langsung meraih Luna ke dalam pelukannya.

"Maafin saya ya pak." Ujar Luna lirih.

Tubuh Zigy bergetar karena tertawa.

"Kenapa minta maaf? Memang kamu ambil perjaka saya?" Ejek Zigy. Luna mendongak dengan hidung merah dan mata lebam dan sembab.

"Buka gitu Pak, tapi saya malu gak bisa kerja dengan baik." Sahut Luna. Zigy menaikkan satu alisnya.

"Terlebih, sekarang saya ketiduran di sini." Luna memundurkan tubuhnya. Namun tangan kiri Zigy masih menahan pinggang Luna.

"Saya masak dulu ya Pak." Luna mengusap pipinya.

"Boleh." Sahut Zigy menahan hasrat nya yang menggebu.

Zigy bukan lah seorang pria yang tak pernah menyentuh wanita. Tak terhitung mantan pacar Zigy yang sudah ia tiduri.

Zigy yang memiliki sifat 'cepat bosan' pada wanita, tentu saja membuat Kana sakit kepala.

Jam menunjukkan pukul 8 malam, Zigy masih mengamati Luna yang sedang masak steak dan salad yang menggiurkan.

Zigy suka melihat keringat yang ada di pelipis Luna. Nampak seksi dan cantik.

"Lun..." Wanita itu menoleh.

Dan seketika ia terdiam ketika bibir Zigy sudah mendarat di bibirnya.

***

"Lun! Luna! Katanya mau pulang ke rumah bos kamu, kenapa malah tidur di sini?" Bu Sigit menggoyangkan kaki Luna yang tengah tertidur di sofa kecil di dalam warteg.

Luna mengerjapkan matanya.

"Hah? Aku mimpi ya Bu?" Tanya Luna dengan bingung.

"Iya kayaknya. Orang kamu mesam mesem gitu." Bu Sigit terkekeh.

Luna mengecek ponselnya, penasaran dengan kejadian yang baru saja ia alami.

0813 ***** : Luna ya?

0813 ***** : Saya Zigy. Nanti saya gak pulang. Kamu gak usah nunggu. Hari ini kamu pulang aja langsung kalo udah selesai.

Luna mematung.

                                 Luna : Baik Pak.

Luna menghela nafasnya. Mimpi yang terlalu nyata baginya. Ia menipiskan bibirnya dan bersiap pulang ke rumah kontrakan nya.

ALWAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang