4

113 5 0
                                    

Sudah pukul 7 malam tetapi Zigy tak juga tiba di apartemen nya. Luna khawatir jika ia akan pulang kemalaman. Ia pun menghubungi Ibunda dari Zigy yaitu Kana.

Setelah meminta izin untuk pulang, Luna akhirnya segera berkemas setelah memastikan apartemen Zigy rapi dan makanan sudah ia masukkan ke lemari es.

Terdengar suara kunci di tekan seseorang, Luna pun menoleh. Zigy, pria itu nampak berantakan. Pria itu hanya menatap sebentar lalu pergi berlalu ke kamar nya. Luna terdiam bingung. Lanjut pulang ataukah menunggu bosnya keluar kamar dulu?

Selang 15 menit. Luna masih nampak gelisah. Ia terus menatap pintu utama milik Zigy.

Ceklek.

Pintu terbuka. Zigy mengernyitkan keningnya.

"Belum pulang?" Tanyanya. Luna menggeleng.

"Takutnya Pak Zigy perlu sesuatu.Sudah makan, Pak?" Tanya Luna yang berdiri di depan meja makan.

Zigy menggeleng lalu meneguk air mineralnya yang baru saja ia ambil dari kulkas.

"Mau saya siapkan makan malam?" Tanya Luna. Zigy menatap Luna yang langsung menunduk.

"Lebam kamu sudah hilang?" Tanya Zigy yang jelas bukan jawaban dari pertanyaan Luna.

"Oh? Sudah Pak." Luna mengangguk sopan.

"Kamu masak apa?" Tanya Zigy pada akhirnya. Luna mengerjapkan matanya.

"Daging goreng, tumis buncis bakso, kerupuk udang dan bakwan udang." Luna menyebutkan hasil karya nya.

Zigy menaikan satu alisnya.

"Kamu mau bikin saya gendut?" Tanya Zigy.

"Eh? Ng---nggak sih Pak, cuma sepertinya Pak Zigy kurusan." Luna menggigit bibirnya tanpa sadar. Zigy tertawa pelan.

"Ya udah siapin aja deh, saya laper." Zigy duduk di sofa dan mengecek ponselnya. Sementara Luna menghangatkan makanan di microwave.

Tak berapa lama terlihat makanan sudah siap di meja makan. "Pak, udah siap." Beritahu Luna pada Zigy. Pria itu menoleh.

Luna hendak beranjak ke ruang televisi tetapi tangannya di cegah oleh Zigy.

"Temenin saya makan, ya?" Zigy menatap wanita yang mengenakan hoodie berwarna merah dan celana jeans semata kaki itu.

Luna mengerjapkan matanya mendengar permintaan Zigy.

"Saya---"

"Gak mau?" Potong Zigy.

"Mau..." Sahut Luna kikuk.

Luna dan Zigy tak bersuara. Hanya suara perpaduan piring dan sendok di malam yang dingin itu.

Setelah makan, Luna membersihkan meja dan mencuci piring. Semua lauk pauk yang Luna masak tak tersisa. Luna tersenyum senang karena Zigy menyukai masakannya.

Luna mengelap tangannya dan berdiri di belakang Zigy yang sedang duduk di sofa.

"Pak, saya pulang dulu ya." Suara Luna membuat Zigy menoleh.

"Kamu naik apa, Lun?" Tanya Zigy.

"Naik angkot Pak." Sahut Luna. Zigy mengernyitkan keningnya. Ia menoleh pada jam yang sudah menunjukkan pukul 10 malam.

"saya antar aja, ya?" Zigy beranjak.

"Eh, gak usah Pak, gak apa-apa." Luna mundur.

"Kalo ada apa-apa, nanti saya yang di salahin sama bunda." Zigy meraih jaket dan kunci mobilnya.

Hening, itu yang tercipta saat Luna dan Zigy membelah lalu lintas yang sudah lumayan sepi.

"Di depan ke kiri ya Pak. Saya turun di depan Alfamart." Luna menoleh pada pria tampan itu. Zigy pun menoleh, tatapan mereka bertubrukan. Luna segera membuang tatapannya.

Setelah mengucapkan terima kasih, Luna berlalu lari ke dalam gang sempit. Zigy baru saja hendak memutar setir, ia menoleh pada kursi dan ada ponsel Luna di sana. Zigy akhirnya memarkirkan mobilnya di Alfamart dan masuk ke dalam gang sempit tersebut. Tak berapa lama ia mendengar suara teriakan seseorang.

"Jual diri lo ya? Jam segini baru pulang?? Anak tak tahu diri."

"Nggak Yah, Luna lembur." Terdengar suara Luna bergetar.

Zigy menajamkan pendengarannya.

Ia berdiri tepat ketika punggung Luna di hantam gagang sapu. Wanita itu menjerit.

"Ampun ayah!!"

ALWAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang