13

66 5 1
                                    

Cinta tumbuh dalam kebersamaan. Ya memang itu hanya berlaku bagi sebagian orang dan itu pun sepertinya berlaku untuk Luna dan Zigy. Kesedihan dan keterpurukan Luna memang awalnya hanya menjadi rasa 'kasian' di hati Zigy. Namun seiring berjalan waktu, Zigy merasa ruang kosong di hatinya kini pelan-pelan terisi oleh senyuman, tatapan dan perhatian dari Luna. Tak ada yang istimewa dari hidup Luna yang hanya lulusan SMP dan rumah pun tak punya.

"Pak..." Gumam Luna. Zigy menempelkan keningnya di kening Luna.

"Sorry, Lun." Zigy menatap manik mata Luna dan jelas pipi Luna sudah merona semerah tomat.

Luna menggeleng. "Gak apa-apa."

Zigy memeluk Luna erat. Ia tak perduli lagi dengan latar belakang Luna dan status sosial yang begitu jauh diantara mereka.

"Mau jadi pacar ku?" Tanya Zigy. Luna terperanjat.

Ia menggeleng. "Aku gak pantes untuk jadi pacar Pak Zigy." Sahut Luna lirih.

"Kenapa?" Tanya Zigy mengusap pipi Luna.

"Aku----kita beda jauh, Pak." Luna tersenyum getir.

"Aku gak mau mempermalukan Pak Zigy." Imbuh Luna lagi.

Kali ini Zigy yang menggeleng. "Kamu punya hati yang baik dan itu udah cukup bagiku." Zigy kembali mengecup bibir Luna.

Wanita itu terdiam. Jujur, ia pun menyukai Zigy. Wanita mana yang tak menyukai Zigy? Tampan, mapan dan pintar.

"Tapi, apa aku boleh memantaskan diri dulu sebelum kita bilang ke semua orang kalo kita pacaran?" Pinta Luna. Zigy mengernyitkan keningnya.

"Maksud kamu?" Zigy menuntun Luna menuju sofa.

"Aku mau sekolah dulu dan aku mau kuliah supaya bisa pantas dampingi kamu." Luna tersenyum.

"Sebelum itu terjadi, aku mau kita seperti ini aja ya. Ngumpet-ngumpet!" Luna terkekeh.

Zigy memeluk pinggang Luna erat.

"Mau kamu begitu?" Tanya Zigy. Luna mengangguk.

"Aku sih gak masalah sama status kamu atau apapun." Zigy menyelipkan anak rambut Luna ke telinga wanita itu.

"Tapi--aku gak percaya diri." Luna menunduk. Zigy sadar dan mengerti apa yang di rasakan Luna. Hingga ia pun akan memberi ruang pada Luna.

"Aku mau ikut ujian untuk ambil ijazah SMA." Ujar Luna dengan berbinar.

"Aku udah daftar selama ini diam-diam dan aku tinggal ujian aja. Setelah itu aku langsung mau daftar kuliah." Luna memiringkan wajahnya pada Zigy.

"Aku kan udah punya gaji double jadi aku bisa biayain kuliah aku sendiri." Luna tersenyum.

"Lun, di ATM aku cukup kok buat biaya kuliah kamu dan aku juga sanggup kuliah in kamu sampe gelar apapun yang kamu mau." Sahut Zigy. Luna menggeleng.

"Gak ah, belum tentu kita jodoh. Belum tentu Ibu Kana dan Pak Kala mau terima aku." Luna tersenyum getir.

"Ayah sama Bunda aku orang yang bijak. Mereka pernah kecewa sama mantan aku dulu. Jadi memang mereka akan berhati-hati, tapi aku yakin mereka akan menerima kamu." Zigy mengusap pipi Luna.

"Kamu gemesin Lun, kalo lagi malu gitu." Zigy mengecup pipi Luna.

"Ih Pak! Malu!" Gumam Luna.

"Kenapa sih harus panggil 'Pak?" Protes Zigy.

"Suka aja!" Sahut Luna. Zigy mengedikkan bahunya.

"Mau tidur bareng gak?" Tanya Zigy. Luna membelalakkan matanya.

"Cuma tidur aja, gak ngapa-ngapain, Lun." Zigy menyeringai.

"Ya udah deh." Sahut Luna. Mereka terkekeh memasuki kamar Zigy.

Pria itu menepati janjinya dan mereka terlelap setelah mengobrol dan bercerita sambil berpelukan.

Pukul 8 pagi..

Zigy lupa mengunci pintu sepertinya dan Sharen melongo menatap abangnya masih tidur dengan memeluk Luna.

ALWAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang