8

82 4 2
                                    

Sharen adik semata wayang Zigy menatap kakaknya penuh selidik.

"Paan?" Zigy memicingkan matanya.

"Lo udah move on bang?" Tanyanya. Zigy mendelik sebal pada Sharen yang baru saja tiba dari Inggris karena cuti kuliah.

"Ck, gue gak sebucin itu, apalagi sama pengkhianat." Sahut Zigy.

"Ya baguslah, cewek di dunia ini banyak banget bang jadi---" Ucapan Sharen terhenti karena pintu apartemen terbuka dan sosok wanita cantik masuk dengan kantong belanjaan di tangannya.

Sharen dan wanita yang tak lain adalah Luna itu saling pandang. Luna mengangguk sopan.

"Bang?" Gumam Luna.

"Hmmm?"

"Sapa?"

"Luna."

"Sapanya lo?" Tanya Sharen penasaran. Sementara Luna tengah merapihkan belanjaan di meja dapur.

"Nanya mulu ah, kepo banget." Sahut Zigy santai.

"Gue aduin ke bunda nih!"

"Aduin aja."

Sharen berdecak.

Lantas ia menghampiri Luna.

"Hai.." Sapanya.

"Halo mbak Sharen." Luna tersenyum.

"Mau perlu sesuatu?" Tanya Luna. Sharen melongo.

"Kok tahu nama gue?" Tanya Sharen.

"Ck, ini Luna yang di kirim bunda buat bantuin abang di apartemen. Puas?" Sambar Zigy.

"Oh Astaga! Kirain abang udah punya pacar lagi. Cantik banget Kak Luna!" Sharen memiringkan wajahnya menatap Luna. Zigy menjentikkan telunjuknya di kening Sharen.

"Cerewet amat sih, Sha!" Zigy berlalu. Tak lama sudah terdengar ketawa khas Sharen di iringi suara Luna yang terdengar menenangkan bagi Zigy.

Seutas senyum mengembang di bibir Zigy melihat adiknya bisa dekat dengan Sharen.

Selama ini Sharen sangat sulit untuk bersikap manis pada wanita-wanita di sekitar Zigy. Selain galak dan cerewet, Sharena sangat overprotektif kepada Zigy.
Sebelas dua belas dengan sang Bunda, Kana Narita.

"Pak, saya mau bicara." Luna berdiri di depan pintu kamar Zigy yang terbuka. Terlihat pria itu tengah bermain ponsel di kamarnya.

"Oh?" Zigy menoleh ke arah pintu. "Masuk aja, gak apa-apa." Zigy beranjak dari ranjang king size nya. Luna ragu-ragu untuk masuk, tapi akhirnya ia melangkah juga masuk ke kamar bos nya itu. Mereka duduk berhadapan di sofa yang berada di kamar Zigy.

"Ada apa Lun?" Tanya Zigy.

"Pak, saya mau kos aja ya." Luna menatap Zigy penuh harap. Pria itu mengernyitkan keningnya.

"Kos? Memang tinggal di sini, kenapa?" Tanya Zigy. Luna menggeleng.

"Saya sungkan Pak. Gak enak sama Ibu Kana dan keluarga Pak Zigy." Luna menunduk.

Zigy tertawa pelan.

"Lho? Kamu kan kerja sama aku, Lun. Jadi ya udah gak apa-apa. Tinggal di sini aja." Ujar Zigy.

"Tapi Pak, saya kalo nggak ada kegiatan, kayak semacam saya nunggu---" Luna mendongak menatap Zigy yang tengah menatap nya lekat.

"Kayak nunggu suami pulang kerja." Bisik Luna dengan lirih. Sontak saja Zigy tertawa terbahak-bahak. Luna pun tersenyum malu dengan ucapannya.

"Oh jadi itu yang bikin kamu gak enak." Tanya Zigy lagi. Luna mengangguk.

"Ya udah gini deh, gimana kalo kamu kerja di salah satu cabang cafe punyaku. Setiap pagi kerja dan sore pulang. Hitung-hitung kamu mandiri kerja dan tetap bisa bantu aku di apartemen."

Luna mengerjapkan matanya mendengar tawaran Zigy.

"Tapi Pak--" Luna menunduk.

"Gak mau?" Tanya Zigy sedikit kecewa.

"Mau, Pak. Cuma saya-- gak sekaloh tinggi. Cuma lulusan SMP." Luna meremas lututnya.

Zigy terdiam. Ia baru tahu jika Luna hanya lulusan SMP.

"Gak apa-apa, Lun. Kan cafe nya punya aku." Zigy terkekeh.

Luna tak tahu harus berkata apa. Zigy pun demikian karena Luna berdiri dari duduknya begitu juga dengan Zigy sedetik kemudian Luna sudah berada di dalam pelukan Zigy.

"Terima kasih, Pak" Bisiknya dengan tangis yang teredam oleh dada Zigy.

ALWAYSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang