"Terkadang aku tak bisa menampik jika aku menginginkan kehangatan keluarga yang utuh. Sama seperti keluargamu. Mulai dari ayah, ibu, dan kamu."
🎸🎸🎸
"Maaf ya aku terlambat," ucap Zebira merasa bersalah pada Diana.
Diana tersenyum hangat. "Enggak papa, Sayang. Jakarta itu macet. Mana ayah kamu itu orang sibuk. Tante ngerti kok."
"Makasih ya, Tan."
"Sama-sama."
Setelah percakapan singkat itu, Diana lantas menuntun Zebira menuju kamar Kenan agar gadis itu bisa segera ganti pakaian.
"Abang," panggil Diana membuat Kenan keluar dari kamarnya.
Zebira harus menahan napas selama beberapa detik saat Kenan keluar kamar dengan pakaian rumahan ala pria itu; kaos polos, celana selutut dan rambut yang sedikit acak-acakan tak seperti kala di sekolah yang selalu tertata rapi. Please jantung, lo harus bertahan oke!
"Zebira mau ganti baju. Kamu tunggu di bawah aja. Temenin Adia sana," ucap Diana pada putra keduanya itu.
Kenan mengangguk tanpa perlawanan. "Iya, Ma."
Kenan berlalu dan kembali menyisakan Diana bersama Zebira saja.
"Kamu masuk aja ya, Sayang. Pagi tadi ayah kamu bawain baju. Om Agasa bentar lagi sampai kok. Anggap aja rumah sendiri ya. Kalau mau ke kamar mandi ke kamar mandi aja," ujar Diana membuat Zebira mengangguk sopan. Sungguh mamanya Kenan itu memang jelmaan bidadari. Sudah cantik, baik pula.
"Ya sudah. Tante tinggal ya, Sayang. Nanti kalau udah selesai langsung ke bawah aja," ucap Diana.
"Iya, Tan. Makasih ya," jawab Zebira membuat Diana menepuk pundaknya sebelum akhirnya benar-benar meninggalkannya sendiri.
Zebira menghela napasnya panjang sebelum akhirnya melangkah masuk ke kamar Kenan.
Saat masuk untuk pertama kalinya, wangi khas pria itu langsung menyeruak tanpa perlawanan. Kamar nuansa abu itu amat rapi dan terlihat sangat nyaman.
"Ya ampun, Nan. Sumpah lo idaman banget sih," ujar Zebira girang. Selain pintar, Kenan juga rapi. Lantas wanita mana yang tak akan jatuh hati padanya?
Meski barang-barangnya tak sebanyak di kamar Zebira, tetapi kamar Kenan mempunyai daya tarik tersendiri terlebih meja belajarnya tertata sangat rapi. Beda dengan Zebira yang banyak sekali pernak-perniknya.
"Fotonya sama Reina sama Cassy doang. Sama guenya enggak ada," ucap Zebira saat melihat foto-foto yang terpajang. Cassy, Kenan, dan Reina memang sekolah di sekolah yang sama sejak TK. Lain halnya dengan Zebira yang baru bisa merasakan itu di masa SMA ini. Dia kan memang asalnya menetap di Bali.
"Nanti foto ah sama Kenan biar bisa dipajang. Atau berempat aja biar kemungkinan dipajangnya besar. Oke, enggak papa bareng-bareng yang penting dipajang," ucapnya menghibur diri sendiri. Zebira tak mau moodnya rusak untuk saat ini.
***
"Kalau kunci F itu jarinya kayak gini, Nak," ujar Agasa sembari memperbaiki posisi jari Zebira di atas senar. "Nah gitu. Kamu udah jago kok," puji Agasa.
Zebira tersenyum kecil. "Tangan Zebi kadang-kadang bergetar, Om. Jadi suka salah neken senarnya."
Agasa mengangguk paham. "Kamu grogi?"
"Iya, Om," jawab Zebira pelan. Dia malu.
"Padahal dulu ayah kamu adalah orang paling percaya diri setelah om Devon kalau urusan tampil depan banyak orang," ujar Agasa mengingat para sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monachopsis [ Completed ]
Novela Juvenil#PamungkasAgasaDKKSeries+GenerasiAgasaDKKSeries Kehilangan sosok bunda sejak dirinya dilahirkan bukanlah hal yang mudah untuk Zebira lalui. Bergelimang harta tak lantas cukup untuk menggantikan sosok bundanya yang telah pergi. Belum lagi cintanya ya...