"Bahkan setelah dipatahkan berkali-kali pun aku tetap berharap tak ada hal buruk yang menimpamu."
🎸🎸🎸
Zemi baru pulang di saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Lembur pertamanya setelah dirinya berjanji pada putrinya akan selalu meluangkan waktunya dengan putri kecilnya itu. Zemi merasa bersalah pada Zebira, tapi pekerjaan tadi memang tidak bisa ditinggalkan.
"Zebira udah tidur, Yang?" tanya Zemi pada sang istri, Bianca.
"Kayaknya belum. Tadi waktu aku tanya dia bilang capek, mau istirahat. Pulangnya juga agak telat dari biasanya," jawab Bianca.
"Kayaknya dia marah sama aku. Coba aku ke kamarnya dulu," ucap Zemi.
Bianca mengangguk. "Aku siapin air hangat buat kamu mandi, ya."
"Oke, makasih, ya."
"Sama-sama."
Setelah itu, Zemi lantas bergegas menuju kamar putrinya. Zemi harus memastikan jika putrinya tidak marah padanya. Zemi tak mau hubungannya dengan Zebira kembali memburuk.
Tok. Tok. Tok.
Zemi mengetuk pintu kamar sang putri. "Halo Princesnya Papi, kamu lagi apa, Nak? Kamu marah sama Papi?" tanya Zemi sedikit berteriak.
"Aku enggak marah, Pi," jawab Zebira terdengar dari balik pintu.
"Buka dulu boleh? Kamu baik-baik aja, kan? Mami bilang kamu capek mau istirahat. Kamu sakit atau gimana, Nak?" tanya Zemi lagi. Zemi sangat khawatir dengan kondisi putrinya.
"Aku baik-baik aja, Pi. Aku cuman capek aja. Aku cuman butuh istirahat doang, kok," jawab Zebira yang masih enggan membuka pintu atau keluar dari kamarnya.
Zemi menghela napasnya. Zebira tidak bisa dibantah. "Yaudah, Papi tinggal, ya, Sayang. Maafin Papi hari ini Papi pulang telat. Kamu juga baik-baik, ya. Jangan lupa istirahat, jangan bergadang."
"Iya, Papi. Aku enggak papa, kok. Malam Papi, selamat istirahat."
***
Bohong jika Zebira mengatakan dirinya baik-baik saja. Sampai sekarang Kenan tak kunjung menghubunginya bahkan untuk sekedar membaca pesannya saja belum. Zebira sangat kecewa pada Kenan.
"Lo kenapa sih, Nan? Mau lo apa? Lo mau mempermainkan perasaan gue lagi? Atau guenya aja yang kepedean?" dumel Zebira sembari memukul-mukul boneka pandanya.
Ting!
Suara notifikasi itu menghentikan dumelan juga pukulan Zebira lalu Zebira mengecek siapa gerangan yang telah mengirimkannya pesan. Saat dibuka ternyata itu Rigel. Pria yang mengantarkannya pulang tadi sore.
Sanjay: Udah membaik?
Zebira tersenyum tipis membaca pesan singkat itu. Rigel memang menyebalkan, tapi kepedulian pria itu padanya tak perlu diragukan lagi. Rigel tak pernah berubah, dia masih sama seperti dulu.
Zebira: Gue baik-baik aja, Sanjay. Meski ya hati gue enggak, tapi lo tenang aja gue masih waras kok buat nangisin hal itu. Gue cuman kesel aja sama tuh anak.
Setelah terkirim pesannya langsung ceklis biru, itu artinya Rigel tak keluar dari room chat mereka. Rigel bahkan langsung mengetik balasannya. Sebelum akhirnya, pesan balasan itu datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monachopsis [ Completed ]
Fiksi Remaja#PamungkasAgasaDKKSeries+GenerasiAgasaDKKSeries Kehilangan sosok bunda sejak dirinya dilahirkan bukanlah hal yang mudah untuk Zebira lalui. Bergelimang harta tak lantas cukup untuk menggantikan sosok bundanya yang telah pergi. Belum lagi cintanya ya...