"Percayalah saat kau lelah menghadapi semua yang terjadi maka keluargalah yang akan menjadi sandaran pertamanya."
🎸🎸🎸
Tak ada percakapan sesuai harapan Kenan. Zebira memilih duduk di samping supir, sedangkan dirinya duduk di belakang sendirian. Gadis itu bahkan tak buka suara sama sekali sampai akhirnya mobil sampai di kediaman Raharja bertepatan dengan hujan yang reda.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun selain kata terima kasih pada sang supir, Zebira langsung turun dari mobil dan masuk ke rumah. Kenan tentu langsung menyusul. Dia harus mengantarkan Zebira sampai bertemu dengan kedua orangtuanya.
"Kamu kemana aja? Papi khawatir sama kamu. Mana di luar hujan, Sayang. Kamu enggak papa?"
Kenan bisa melihat betapa cemasnya Zemi melihat sang putri baru pulang. Belum lagi Bianca yang turut cemas sembari menatap khawatir pada Zebira. Keluarga yang lengkap seperti yang Zebira harapkan sejak dulu.
"Kamu enggak papa, Nak? Kenapa pulang telat?" tanya Bianca.
Zebira tersenyum. "Aku enggak papa. Maaf kalau aku pulang telat. Ini salah aku. Aku yang ajak Neira buat makan di restoran dekat sekolah. Maafin aku, ya."
Zemi mengusap wajah putrinya itu sebelum akhirnya memeluk sang putri. "Enggak papa, Sayang. Yang terpenting sekarang kamu udah pulang. Sekarang mandi air hangat, ya. Nanti makan lagi. Badan kamu hangat."
"Iya, Papi. Aku pamit ke kamar, ya," pamit Zebira sebelum akhirnya gadis itu berlalu menuju kamarnya. Kini hanya Bianca dan Zemi saja yang tersisa di depan rumah.
"Lho, ada Kenan," ujar Bianca yang baru sadar dengan keberadaan Kenan.
"Kamu yang ngantar Zebi, Nan?" tanya Zemi yang baru sadar juga dengan keberadaan anak dari sahabatnya itu.
Kenan mengangguk sebelum akhirnya menyalami Bianca dan Zemi bergantian. "Iya, Om. Tadi aku yang antar Zebira pulang."
"Ya ampun, kamu enggak papa, kan? Hujannya lebat banget. Tadi sampai susah jaringan juga. Makanya Tante khawatir sama Zebi," ucap Bianca.
"Aku enggak papa, Tan. Kayaknya aku juga harus pamit. Takut mama nyariin aku," jawab Kenan.
"Enggak mau makan dulu, Nan?" tawar Zemi.
Kenan menggeleng sopan. "Enggak, Om. Di rumah aja."
"Mama kamu masih di rumah sakit, Nan."
"Justru itu, Om. Aku mau cepat pulang biar nanti bisa langsung ke rumah sakit gantian jaga Adia."
"Oh ya udah, kamu hati-hati, ya."
"Iya, Om. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
***
Zebira mendadak demam membuat Zemi langsung menghubungi dokter keluarganya untuk ke rumah. Saat selesai diperiksa dokter mengatakan jika Zebira perlu istirahat beberapa hari sampai demamnya reda. Hal itu tentu membuat Zemi semakin mencemaskan putrinya.
"Aku enggak papa, Papi. Minum obat terus tidur pasti besoknya sembuh," ucap Zebira berusaha menenangkan papinya itu.
Zemi menghela napasnya. Terlalu banyak kekhawatiran dalam dirinya. Mendadak perasaan ditinggalkan sang istri pertamanya menghantui dirinya.
"Papi, aku baik-baik aja. Iya, 'kan, Mi?" sambung Zebira sembari meminta pembelaan dari Bianca.
Bianca mengangguk sembari tersenyum. "Enggak papa, Pi. Nanti juga Zebi sembuh. Doakan aja," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monachopsis [ Completed ]
Roman pour Adolescents#PamungkasAgasaDKKSeries+GenerasiAgasaDKKSeries Kehilangan sosok bunda sejak dirinya dilahirkan bukanlah hal yang mudah untuk Zebira lalui. Bergelimang harta tak lantas cukup untuk menggantikan sosok bundanya yang telah pergi. Belum lagi cintanya ya...