Chap 04

337 45 5
                                        

Seseorang yang baru datang itu adalah Fumi, ia menatap tajam Tetsuya dan menggenggam erat tangan Akira.
"Aku hanya membantunya membersihkan keringat, benar kan Akira?" Ucap Tetsuya meminta pembenaran dari Akira.

"Dia bukan anak kecil, Akira bisa melakukannya sendiri. Aku tidak mengenal mu dan dari apa yang ku lihat kau sedang mencoba untuk melecehkan teman ku." Seru Fumi.

"Maaf untuk kesalah pahaman ini. Karena teman mu sudah datang, maka aku akan pergi, sampai jumpa besok cantik." Tetsuya memakai kembali helm nya kemudian ia menarik gas motornya untuk meninggalkan tempat tersebut.

Setelah Tetsuya menjauh, Fumi membalikkan tubuh Akira. Ia mengecek tubuh Akira hingga memutarkan nya beberapa kali. "Kau tidak apa kan? Bajingan itu tidak melakukan hal yang aneh aneh kan?" Tanya Fumi khawatir.

"Tidak apa, dia hanya melakukan itu saja. Meski pun aku sudah memintanya untuk berhenti, tapi si Tetsu itu tidak pernah mau mendengarkannya. Dia hanya akan melakukan apa pun yang dia mau, terkadang aku sangat kesal dengan perlakuan nya itu."

"Kenapa tidak kau pukul saja? Lagi pula, siapa sih dia? Kalian saling kenal?" Fumi membukakan pintu mobil untuk Akira, lalu ia berjalan cepat menuju bangku kemudi.

"Dia pelanggan tetap di cafe, tadi siang saja dia meraba paha ku."

"Jika dia melakukannya lagi, pukul saja dia, lemparin juga gelas ke wajahnya. Orang kaya dia itu, gak akan kapok kalau gak di kasarin. Jangan takut jika dia menuntut mu, aku dan keluarga ku siap maju untuk lindungin kamu."

"Siap pak bos."

Sesampainya Akira di rumah, ia hanya menghela nafasnya dengan pelan. Akira menaruh tas nya di dalam kamar, kemudian ia kembali ke ruang keluarga yang sangat berantakan. Sejak perceraian kedua orang tuanya, Akira tinggal bersama dengan sang ibu. Dimana sejak saat itu sang ibu tidak memperdulikan keadaan rumah, atau pun tentang perkembangan Akira.

Mereka berdua tinggal di sebuah rumah yang kecil, dengan memiliki dua kamar. Ibunya yang bernama Livia Sakaki, setiap pulang kerja selalu tengah malam dalam keadaan mabuk. Di hari libur kerjanya hanya di gunakan untuk bermalas malasan dan juga dengan mabuk lagi, setiap hari rumah selalu berantakan dan Akira lah yang selalu merapikannya. Dulu, karena ibunya selalu seperti itu, Akira jadi jarang makan walau pun bahan masakan di kulkas selalu penuh terkadang hingga membusuk. Sejak saat itu lah Akira mulai belajar masak untuk dirinya dan juga ibunya.

Livia mungkin tidak bisa menerima atas perceraian nya dengan mantan suaminya itu, jadilah ia seperti itu. Dan Akira kecil harus menerima keadaan tersebut. Satu tahun setelah perceraian, Livia menjadi tidak profesional dalam bekerja, sehingga ia di pecat. Di mulai saat itu lah, Livia menghutang kesana kemari, demi kebutuhan sehari hari, demi biaya sekolah Akira dan juga botol botol bir yang tidak bisa ia lepaskan.

Livia tidak pernah mengatakan pada Akira perihal hutangnya, tapi Akira tau soal itu ketika ia pulang sekolah, ia mendapati sang ibu sedang di pukuli oleh penagih hutang. Akira mendengar semuanya, ia pun pergi begitu saja sebelum memasuki rumah. Ia mendatangi setiap toko untuk menanyakan lowongan pekerjaan paruh waktu, Akira ingin membantu Livia melunasi semua hutangnya. Tapi sayangnya, tidak ada seorang pun yang menerima bocah berusia sebelas tahun untuk bekerja.

Akira menangis tersedu sedu di sepanjang perjalanan pulang. Setibanya di rumah, Livia bahkan tidak menegur atau menanyakan keterlambatan sang anak yang pulang ke rumah. Livia menyandarkan kepalanya pada tangan yang bertumpu pada meja makan, ia menyadari anaknya baru pulang, tapi ia enggan untuk melihatnya. Apa lagi wajahnya penuh memar, mana tega ia membiarkan anaknya melihat hal kejam itu. Livia terus menghindari Akira hingga luka di wajahnya sembuh total.

Saat ini Livia tengah berbaring di sofa ruang keluarga, Akira mengambil selimut dan menyelimuti tubuh kurus ibunya. Ia memandang sedu kepada Livia, hati Akira terasa sangat pedih melihat wajah ibunya yang sudah menua, kerutan pada wajahnya terlihat sangat jelas, nampak sekali Livia tidak pernah merawat dirinya. Ini sudah sembilan tahun berlalu sejak mereka berpisah, apa ibunya masih sangat mencintai pria itu? Hingga sekarang Akira tidak tau alasan mereka bercerai, tapi yang Akira tau, dulu kedua orang tuanya selalu bertengkar setiap hari. Barang barang di rumah selalu di banting oleh ibunya.

Akira sangat takut melihat hal itu, ia hanya bisa menangis di dalam kamarnya. Terkadang Akira menghampiri sang kakak, meminta pelukan hangat agar ia merasa tenang, tapi kakaknya sejak dulu selalu bersikap dingin kepadanya, tidak pernah mengajaknya bicara jika bukan ada keperluan. Tapi dalam keadaan seperti ini, Akira terus menerus meminta ketenangan dari sang kakak, walau pun selalu berakhir di abaikan.

"Akira sayang mama, Akira mohon mama dapat berhenti minum seperti ini. Semua sudah berlalu lama ma, Akira harap mama bisa menerima kenyataan dan menata kembali hidup mama. Akira ingin mama bahagia, dan berbagi semua masalah yang mama hadapi, termasuk dengan semua hutang mama. Akira ingin membantu mama melunasinya agar mama tidak di pukuli lagi oleh rentenir rentenir itu." Ucap Akira setelahnya memberikan ciuman pada kening Livia.

Akira kembali merapikan rumahnya, tanpa ia sadari Livia membuka kedua matanya yang sudah banjir air mata. "Maafkan mama nak, mama sudah gagal menjadi mama yang baik untuk mu." Gumam Livia.

Keesokan paginya, Akira bangun kesiangan, beruntung dia tidak ada kelas hari ini. Akira mencium aroma masakan yang begitu menggunggah selera. Karena penasaran, ia pun berjalan menghampiri asal aroma tersebut.

"Kamu sudah bangun Akira? Sini duduk, mama buatkan sarapan buat kamu." Ucap Livia yang sedang merapikan meja makan. Ya, Livia memasak dan itu sukses membuat Akira termenung. Pasalnya, setelah sembilan tahun lamanya, kini sang ibu kembali memasakkan sesuatu untuk dirinya.

"Kenapa melamun sih? Ayo sini duduk, kita sarapan bareng." Lanjut Livia membuyarkan lamunan sang anak.

Akira terus memandang Livia dengan heran, apa kah ia sedang bermimpi? Pagi ini, selain Livia memasakkan sarapan, penampilannya pun juga terlihat sangat anggun terlebih dengan polesan make up nya yang terlihat natural.

"Akira... Maafin mama ya untuk semuanya. Mama telah gagal jadi mama yang terbaik untuk kamu, mama selalu mengabaikan kamu. Tolong, maafin mama ya sayang." Ucap Livia tiba tiba, Akira yang mendengar itu pun tersenyum.

"Kita mulai semuanya dari awal ya ma. Mama juga harus berhenti dari minum alkohol, mama mau kan?" Pinta Akira penuh harap.

"Ya sayang, mama janji. Makasi Akira karena sudah memberi mama kesempatan, ayo kita mulai semuanya dari awal."

New Life (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang