Chap 07

260 40 8
                                    

Ketika Akira terbangun dari tidurnya dan hendak bersiap siap untuk berangkat ke kampus, ia di kejutkan dengan Livia yang baru saja pulang. "Mama! Kenapa bisa terluka seperti ini?" Tanya Akira panik melihat wajah cantik ibu nya penuh dengan luka lebam. "Apa rentenir itu memukuli mama lagi?" Tanya nya kembali.

"Akira..." Livia memeluk erat sang anak dan menangis dengan sangat kencang. Hati Akira terasa teriris iris melihat kejadian ini. Anak mana sih yang tidak terluka jika melihat ibu nya menangis lemah dengan tubuh yang penuh luka? Akira tidak bertanya apa pun, yang terpenting saat ini hanya membuat ibunya merasa tenang.

Setelah puas menangis, Livia tertidur. Akira menghubungi Fumi mengatakan kalau ia tidak masuk kuliah hari ini karena ia harus merawat sang ibu. Dengan telaten, Akira mengobati luka Livia. Sebisa mungkin Akira menahan tangisnya agar Livia tidak terbangun. Setelah mengobati lukanya, sekarang Akira sedang membuatkan bubur untuk sarapan. Bubur telah siap namun Livia masih tertidur, Akira tidak enak hati untuk membangunkannya, jadilah Akira membiarkannya dan memilih untuk membersihkan rumah lalu mandi.

Tepat Akira usai mandi, Livia sudah terbangun dan sedang duduk bersandar pada ranjang. "Mama sudah bangun? Kok duduknya di bawah sih ma? Duduk di atas ya ma biar gak sakit. Aku ambilin bubur bentar ya ma buat mama sarapan."

Akira menyuapi Livia hingga bubur tersebut kandas. "Sekarang bisa mama cerita ke aku?" Tanya Akira dengan serius.

"Mereka memukuli mama. Semalam mama datang ke tempat mereka untuk membayar bunganya. Tapi mereka bilang kalau bunga nya sangat kurang, padahal sesuai perjanjian di awal bunganya hanya lima juta, tapi kata mereka bunga nya telah berbunga karena mama telat membayarkannya jadi seharusnya mama membayar lima belas juta. Dan mereka juga meminta kita melunasi semua hutangnya dalam waktu dua minggu ini."

"Berapa total yang harus kita bayar ma?"

"Sembilan puluh lima juta, itu sudah total semua hutang dan juga bunganya."

"Sembilan puluh lima juta? Dalam waktu dua minggu?" Beo Akira yang merasa terkejut. Sembilan puluh lima juta bukan jumlah yang sedikit, dari mana mereka bisa mencarinya hanya dalam waktu dua minggu? Apa bekerja dari pagi buta hingga dini hari bisa menghasilkan sebanyak itu?

"Papa..." Ucap Akira tiba tiba membuat Livia memandang anaknya tersebut. "Kalau Akira meminta bantuan papa, mungkin papa bisa bantu kita ma. Apa lagi semua hutang itu untuk mama membesarkan Akira dan biaya sekolah Akira hingga saat ini. Lagi pula, papa tidak pernah mengirimi aku uang kan. Aku akan coba hubungi papa." Akira hendak menuju kamarnya untuk mengambil ponsel, namun tangannya di tarik oleh Livia.

"Jangan, kalau papa mu tau soal ini, papa mu pasti akan membawa mu pergi dengannya, mama tidak mau pisah dengan mu Akira. Mama tidak mau, hiks..." Livia kembali terisak, pasti mantan suaminya akan mengambil hak asuh Akira karena ia tidak bisa membesarkan Akira dengan baik, bahkan hingga memiliki hutang yang banyak.

"Aku juga tidak mau kita berpisah ma... Baiklah, aku tidak akan meminta papa untuk melunasi hutang kita. Tapi bolehkan kalau aku menghubungi papa setelah bertahun tahun tidak pernah menghubungi papa? Mungkin aku juga akan meminta sedikit uang papa dengan alasan lainnya, setidaknya itu bisa mengurangi beban kita."

"Maafkan mama ya sayang... Maafkan mama yang sudah menyulitkan mu seperti sekarang ini, maafkan mama..."

"Sudah ma, jangan meminta maaf. Aku coba hubungi papa dulu ya ma." Livia menganggukkan kepalanya, dengan tersenyum Akira menuju kamarnya dan mencoba menghubungi sang papa untuk pertama kalinya. Namun harapan hanyalah harapan, nomer ponsel sang ayah rupanya sudah tidak terdaftar lagi.

"Bagaimana Akira?" Tanya Livia yang melihat sang anak kembali ke kamarnya.

"Nomer papa sudah tidak terdaftar lagi. Tapi kita tidak boleh menyerah ma, sekarang Akira akan pergi mencari pekerjaan agar bisa membantu mama."

"Tapi kuliah mu?"

"Aku akan mengambil cuti, jadi tidak akan ada masalah. Aku pergi dulu ya ma, lebih baik hari ini mama istirahat saja. Bye ma." Akira mencium kedua pipi Livia sebelum akhirnya Akira pergi keluar rumah.

Sementara itu di kampus pada tengah hari, ada salah satu lelaki yang gelisah di antara empat lelaki tampan lainnya dan juga seorang wanita, tentu saja itu Yusa dan kawan kawan dengan Matsuzaka yang menempel terus pada Yusa. Berulang kali Yusa berusaha menghubungi Akira, namun semua panggilannya tidak ada satu pun yang di angkat. "Kemana sih tu anak, di hubungi dari tadi gak di angkat." Kesal Yusa mengabaikan Matsuzaka yang nampak tidak suka.

"Ciee ada yang kangen." Ledek Nagomu.

"Ck! Disini ada aku, kenapa juga kamu cari dia?" Seru Matsuzaka yang mengeratkan rangkulannya pada lengan Yusa.

"Lepasin." Ucap Yusa sambil melepaskan tangan Matsuzaka.

Matsuzaka berdecak kesal sambil melepaskan tangan Yusa. Lelaki tampan itu pun pergi meninggalkannya dengan ponsel yang terus ia gunakan untuk menghubungi Akira.

Hingga sore pun tiba, Matsuzaka kini tengah berjalan jalan ke pusat kota, menenagkan dirinya karena Yusa sangat menyebalkan tadi. Tapi siapa sangka ia justru bertemu dengan Akira yang sedang bekerja di toko tanaman. Dengan smirk nya Matsuzaka menghampiri, kedua tangan yang bertolak pinggang ia pun bicara dengan angkuhnya. "Jauhi Yusa!"

"Apaan sih, datang datang bicara gak jelas." Ujar Akira melanjutkan pekerjaannya.

"Aku mencintai Yusa, dan aku akan menjadi kekasihnya. Tapi aku tidak suka melihatmu berkeliaran di depannya."

Akira yang tadi sedang menyiramkan air ke tanaman pun menghentikan kegiatannya. Akira tersenyum manis pada Matsuzaka.
"Kalau kak Yusa akan menjadi kekasih mu dan ia juga mencintai mu balik, seharusnya kau tidak perlu takut kalau aku berkeliaran di dekatnya. Oh aku tau, kak Yusa itu kan mulai mencintai ku, jadi kau takut jika perasaan kak Yusa ke aku mulai berkembang dan kau akan terabaikan."

Matsuzaka terlihat sangat kesal. "Ini peringatan dari ku dan aku tidak akan main main. Jauhi Yusa atau kau tau akibatnya." Ia pun mulai melangkahkan kakinya meninggalkan toko bunga tersebut.

"Ya ya ya, apa kata mu saja. Tapi aku tidak akan menuruti mu, memangnya siapa kau? Dasar wanita badut." Ledek Akira yang tidak terdengar oleh Matsuzaka.

'Lihat saja nanti Akira, jika kau tidak mendengarkan peringatan ku. Seorang Matsuzaka tidak akan pernah bermain main dengan ucapan nya, dan tidak ada yang bisa memiliki Yusa selain aku. Jika aku tidak bisa, kamu pun tidak bisa, bahkan tidak akan seorang pun yang bisa. Aku akan pastikan Yusa hanya milik ku seorang diri.' Batin Matsuzaka yang terus berjalan entah kemana.





















































Entah kenapa,
sekarang gak niat lagi bikin ini cerita
🙄

New Life (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang