Tiga hari lagi dimana Livia harus melunasi semua hutangnya. Dan malam hari ini Livia dan Akira di buat putus asa, keduanya sedang menghitung semua total uang yang mereka dapatkan, dan jumlahnya masih kurang sangat jauh, bahkan setengahnya saja tidak mencukupi. Livia menangis penuh sesal, ia terus menerus meminta maaf kepada sang anak. Akira hanya bisa menenangkan sang ibu dengan memeluknya erat.
Setelah Livia tertidur karena lelah, Akira memutuskan untuk keluar rumah. Entah apa yang akan di lakukan di luar sana, Akira tidak dapat berpikir dengan jernih. "Apa jual ginjal aja ya?" Gumam Akira.
"Heh jalang." Seru seseorang yang di abaikan oleh Akira, toh pasti bukan dirinya kan, karena Akira bukan jalang.
"Kalau di panggil tuh berhenti!" Lanjut orang tersebut sambil menarik pundak Akira.
"Manggil aku?" Tanya Akira dengan wajah polosnya.
"Iya, siapa lagi emangnya?!"
"Tapi aku bukan jalang, badut." Ucap Akira kepada orang tersebut yang tak lain adalah Matsuzaka.
"Bodo amat. Denger ya, aku udah kasih peringatan sama kamu sebelumnya, tapi kamu masih aja deketin Yusa. Emang gak bisa ya di omongin baik baik kalau belum di kasih perhitungan!"
"Apaan sih, gak jelas banget. Lagi juga ya, udah satu minggu ini aku gak ketemu sama kak Yusa, apanya coba yang deketin dia. Awas aku mau pergi." Akira meninggalkan Matsuzaka begitu saja membuat si wanita memandang Akira penuh marah.
"Mencoba untuk berbohong? Di kiranya aku gak tau kalau satu minggu ini kalian selalu bersama. Lihat saja Akira, aku akan beri perhitungan pada mu. Yusa harus menjadi milik ku seorang!"
Keesokan paginya, Akira sedang berjalan pulang setelah semalam ia mendapatkan pekerjaan di tempat yang tidak bagus, dimana Akira seharusnya tidak memasuki tempat tersebut, rumah bordil. Semalam ketika ia melewati tempat tersebut, Akira tidak sengaja mendengar panggilan telepon seseorang yang sedang membutuhkan tenaga kerja untuk membersihkan kamar karena orang yang bekerja sedang tidak masuk. Dengan memberanikan diri Akira menawarkan dirinya untuk bekerja menggantikan pegawainya. Selama bekerja Akira terus menerus berdo'a agar ia tidak mendapatkan sesuatu hal yang buruk. Dan do'a tersebut terkabulkan, Akira pulang membawa uang yang lumayan banyak tanpa terluka sedikit pun.
"Mama!" Panggil Akira dari sebrang jalan ketika melihat Livia sedang berbicara dengan seseorang yang tidak di kenali Akira. Orang tersebut melihat ke arah Akira lalu pergi.
Ketika Akira sedang menyebrang, ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat, padahal sebelumnya Akira yakin tidak ada kendaraan, itu sebabnya ia menyebrang. Mata Akira membulat, ia tidak bisa untuk menghindari mobil tersebut. "Akira!" Teriak Livia.
"Mama!"
"Braaak!"
"Cepat panggil ambulans!"
"Tidak.... Tidak.... Ku mohon bertahan lah! Hiks... Hiks..."
Kini Akira berada di rumah sakit, air matanya terus menerus mengalir tanpa henti. Ia melihat jelas bagaimana Livia menolongnya dari kecelakaan tersebut. Livia secara alami berlari untuk melindungi satu satunya anak yang ia besarkan hingga kini, Livia mendorong Akira hingga anak itu lolos dari maut dan membuat tubuh Livia tertabrak mobil yang akhirnya melarikan diri.
"Lebih baik kau juga obati luka mu nak." Ucap seorang pria paru baya yang ikut serta menemani Akira pergi ke rumah sakit.
"Luka ku tidak seberapa di bandingkan dengan mama ku." Ujar Akira yang masih menantikan kabar baik dari sang dokter.
Setelah beberapa lama, dokter keluar dan Akira serta lelaki paru baya itu menghampiri. "Bagaimana dengan mama ku dok? Bagaimana keadaannya?" Tanya Akira khawatir.
"Pasien dalam keadaan koma, kita harus meminta kepada Tuhan untuk kesadarannya, saya permisi." Ucap sang dokter.
Akira limbung namun dapat di tahan oleh lelaki tersebut. "Ibu mu pasti bisa melewati ini semua, kita berdo'a yang terbaik. Maaf nak, tapi bisa ikut dengan ku untuk mengurusi administrasinya?" Akira menganggukan kepalanya dan berjalan mengekori pria tersebut.
Setelah membayar administrasi rumah sakit, Akira dan pria paru baya itu kini sedang duduk di depan ruang inap Livia.
"Terima kasih banyak om sudah mau membayarkan biaya rumah sakit mama saya, ke depannya saya akan melunasi utang saya ke om. Dan kalau boleh tau, om ini siapa? Tadi saya sempat melihat om sedang berbicara dengan mama saya." Tanya Akira yang perasaannya mulai tenang tidak segelisah tadi."Maaf saya belum memperkenalkan diri, nama saya Shohei Uchida, tadi saya pergi ke rumah mu untuk bertemu dengan mu dan juga ibu mu, tapi kau belum pulang." Jawab pria paru baya itu yang bernama Shohei Uchida.
'Uchida? Sama seperti nama keluarganya kak Yusa.' Batin Akira.
"Untuk apa om ingin bertemu dengan saya? Apa kita sebelumnya pernah bertemu?"
"Ini pertemuan pertama kita. Tadi saya sudah menjelaskan kepada ibu mu maksud kedatangan saya adalah untuk menikahkan mu dengan putra kedua saya. Dan saya akan membantu melunaskan semua hutang kalian tanpa harus kalian gantikan kembali. Ibu mu menolak tawarannya, tapi kemudian ia bilang akan membicarakan masalah ini kepada mu terlebih dahulu. Karena kau dan putra saya masih sama sama kuliah, jadi saya memutuskan untuk kalian bertunangan terlebih dahulu, dan menikah setelah kalian lulus. Saya juga akan menanggung biaya rumah sakit ibu mu sampai ibu mu di nyatakan boleh keluar dari rumah sakit. Jadi, tolong pertimbangkan tawaran dari saya. Ini kartu nama saya, kau bisa hubungi saya setelah membuat keputusan. Baiklah Akira, saya harus ke kantor. Permisi."
Setelah kepergian Shohei, Akira memasuki ruangan Livia. Ia duduk di samping ranjang Livia dengan merebahkan kepalanya di pundak Livia. "Apa yang harus ku lakukan ma? Waktu pelunasan tinggal dua hari lagi, uang kita bahkan tidak sampai setengahnya. Dan sekarang kita butuh uang lagi untuk biaya rumah sakit. Tawaran dari om itu menggiurkan sekali, tapi aku tidak tau siapa putranya. Nama keluarganya sama dengan pria yang ku sukai, jika itu memang dia maka aku akan sangat bahagia. Tapi aku tidak yakin dia orangnya ma, karena kak Yusa tidak menyukai ku, bahkan ia tidak ingat dengan ku. Bagaimana ini ma? Apa yang harus ku lakukan?"
Sore harinya Akira kembali ke rumah, mengambil segala keperluan Livia dan juga mengambil ponsel miliknya yang sudah sejak lama ia tinggalkan di kamar.
Akira melihat ponselnya, begitu banyak panggilan tak terjawab dan juga pesan dari Fumi serta Yusa. Akira membaca pesan dari Fumi terlebih dahulu, dan Akira membalasnya dengan sangat singkat mengatakan bahwa dirinya baik baik saja.Kemudian ia membaca pesan dari Yusa. Akira tersenyum melihat begitu banyaknya pesan dari sang pujaan hati, entah mengapa itu membuat dirinya merasa senang.
"Maaf kak Yusa, aku benar benar menyerah untuk mendapatkan mu. Sepertinya di kehidupan ini kita tidak akan bisa bersama lagi, meski pun begitu, aku sangat berharap kalau kau dapat mengingat ku. Dan aku juga berharap kalau kau adalah kak Kendo di kehidupan sebelumnya, suami ku, orang yang Miya cintai sama seperti aku yang mencintai mu. Aku sudah sejak lama mendapatkan mimpi yang menunjukkan bahwa kau adalah kak Kendo, kak Yusa cepatlah sadar. Dan maafkan aku yang akan menerima tawaran dari om Shohei. Semoga kau bahagia, kakak tampan."