Baru saja Akira membuka pintu, di hadapannya sudah berdiri sosok pria dingin yang membuatnya kesal tadi. Seketika pipi yang di tampar tadi kembeli berdenyut perih. "Pulang." Ujar Ryo yang di abaikan Akira, dan Akira berjalan terlebih dahulu meninggalkan Ryo.
Setibanya di rumah, Ryo berusaha untuk meminta maaf kepada Akira, namun sang adik selalu mengabaikannya. "Maaf." Ucap Ryo berulang kali membuat amarah Ryo memuncak karena tak di indahkan oleh Akira. Adiknya yang asik bermain dengan ponselnya seketika membulatkan kedua matanya kala ponsel yang tadi ia genggam, melayang jauh di hadapannya.
Akira menatap Ryo dengan nyalang, sorot matanya memancarkan kemarahan dan kebencian. Akira beranjak dari tempat duduknya, berlari menuju kamar namun lengannya di tahan oleh Ryo membuat tubuh kecil Akira limbung ke badan besar Ryo. Sedangkan Ryo mengambil kesempatan untuk memeluk Akira dengan erat, mencium aroma apel dari surai rambutnya, membuat emosi Ryo seakan hilang begitu saja.
"Lepas!" Tegas Akira yang terus berusaha melepaskan diri dari pelukan Ryo, namun itu tak membuahkan hasil.
"Maafkan kakak." Lagi, Akira mengabaikan permintaan maaf nya. Kali ini, yang lebih tua menghela nafasnya mencoba mengontrol emosi yang mudah sekali meluap atas tindakan dan sikap adiknya.
Ryo melepaskan pelukannya setelah ia merasa cukup dan Akira juga sudah berhenti memberontak. Ia ulurkan tangannya ke arah pipi Akira yang tadi ia tampar. "Maaf sudah berbuat kasar."
Akira menepis tangan Ryo, kedua mata Akira berkaca kaca, tentu saja Ryo menyadari itu dan hal itu membuat hati Ryo merasakan sakit. Tanpa mengatakan apa apa, Akira berjalan menuju kamarnya. Akira membanting pintu kamarnya dengan sangat kencang, hingga suara dentuman pintu dapat di dengar dari lantai satu sementara kamar Akira berada di lantai dua.
Flashback...
Akira membuka kedua matanya, hal pertama yang ia lihat adalah sebuah ruangan yang sangat asing. Akira duduk bersandar di kepala ranjang, memegangi tengkuk lehernya yang terasa sedikit sakit. Ia mencoba mengingat kembali kejadian sebelumnya. Setelah semua ingatannya muncul, Akira segera beranjak dan berusaha untuk melarikan diri. Sempat merasa takut jika pintu kamarnya ini di kunci, apa yang akan Akira lakukan nanti. Namun ternyata, pintu tersebut tidak terkunci, bahkan tidak ada seorang pun yang ia lihat.
Dengan langkah besar, Akira segera menyusuri jalan dan menemukan sebuah tangga besar yang melingkar. Akira menuruni tangga tersebut dengan terburu buru, membiarkan langkahnya terdengar oleh dua pria berbeda usia yang tengah duduk santai di ruang keluarga.
"Sudah bangun rupanya." Ujar pria yang lebih tua, berdiri dari duduknya, dan menghampiri Akira yang tiba tiba berhenti berlari. Kedua mata Akira menatap pria tersebut, tubuhnya sedikit gemetar karena rasa takut akan aura yang di pancarkan pria tua tersebut.
Akira mengalihkan pandangannya, dapat ia lihat pria yang masih duduk di sofa sedang memperhatikannya. Akira tau pria itu, dia adalah pria yang menculiknya di halte.
"Jangan culik saya, percuma saja. Saya anak yatim piatu dari keluarga yang miskin, gak ada warisan. Kalian tidak akan mendapatkan apa pun."
Pria tua itu terkekeh, merasa lucu dengan wajah takut Akira serta ucapannya. Sedetik kemudian pria tua itu memeluk erat Akira dan mencium surai Akira.
"A... Apa yang anda lakukan pak tua!?" Akira nampak terkejut dengan perlakuan tersebut, ia jadi takut jika ia di culik oleh orang mesum, pedofil, sungguh Akira tak ingin keperawanannya di ambil orang lain selain Yusa.
"Apa kau tak merindukan kami Akira? Ini aku papa mu, dan itu adalah abang mu." Ucap pak tua yang mengaku bahwa dirinya adalah ayah kandung Akira.
"Jangan bercanda, papa dan abang ku sudah lama mati ketika aku masih kecil. Anda jangan mengaku sebagai dirinya."
"Maafkan papa yang datang terlambat untuk menjemput mu. Papa mengalami kecelakaan enam tahun yang lalu saat papa ingin menemui mu, akibat kecelakaan itu papa amnesia. Dua tahun kemudian anak buah papa menemukan papa dan mencoba membawa papa kembali, namun papa tak percaya dan memutuskan untuk tetap tinggal disini. Papa bahkan hampir tak pernah menghubungi abang mu jika bukan abang mu yang memulai menghubungi papa. Saat itu papa masih tak percaya dengan ucapan orang orang, dan abang mu ingin fokus dengan belajarnya jadi tidak bisa datang kesini. Maafkan papa nak."
"Aku ingin pulang."
"Pulang kemana? Ini rumah mu nak..."
"Bukan! Aku ingin kembali ke rumah tunangan ku, disana lah rumah ku."
"Putus kan pertunangan mu dengan dia." Seru Ryo.
"Siapa anda menyuruh saya!?" Kesal Akira.
"Yusa bukan anak yang baik, dia sudah melukai mu, dia hanya bermain main dengan mu saja nak." Kali ini Aoi selaku ayah Akira yang bicara. "Ayah akan menggantikan semua uang yang keluarga mereka keluarkan untuk ibu mu, setelahnya putuskan hubungan mu dengan Yusa."
"Gak! Gak akan pernah! Jangan pernah mengatur kehidupan ku, kalian bukan siapa siapa bagi ku, brengsek."
"JAGA UCAPAN MU AKIRA!" Ryo nampak kesal dengan umpatan sang adik, bisa bisanya ia berkata kasar pada orang yang lebih tua. Apakah Yusa mengajarkan hal buruk ini pada adiknya? Tidak bisa di maafkan jika itu benar.
Akira menatap sengit Ryo, ia menghentakkan kakinya berjalan mencari jalan keluar. Namun saat di depan pintu, Akira di hadang oleh bodyguard Ryo. "Minggir!" Titah Akira yang tak di indahkan. "Aku bilang minggir kalian!"
"Maaf tuan muda, tapi tuan muda tidak di perbolehkan untuk keluar dari mansion." Ucap salah satu bodyguard yang menahan Akira. Merasa kesal, Akira kembali masuk ke dalam mansion dengan menghentak hentakkan kaki.
Akira melihat kakak dan papahnya masih berdiam diri di tempat yang sama. Aoi hendak membuka mulutnya untuk berkata namun Akira terlebih dahulu memotongnya. "Jangan pernah bicara dengan ku, aku benci kalian!" Dan Akira pun berlari memasuki kamar yang tadi ia tempati.
Di dalam kamar, Akira membuka tas yang ia bawa saat pergi meninggalkan rumah Yusa, namun tak ada isi apa pun. Akira meriksa lemari yang ada di dalam kamarnya, disana baju bajunya sudah tersusun rapi beserta baju lainnya yang Akira tebak kalau itu ulah kakak dan papah nya yang membelikan berbagai macam pakaian.
Akira butuh ponselnya, ia terus mencari cari di dalam kamarnya namun tak juga di temukan. Merasa kesal, Akira kembali turun menuju orang yang di benci nya. "Dimana ponsel ku?" Tanya Akira.
"Aku sita, sampai kau setuju putus hubungan dengan Yusa." Jawab Ryo santai.
"Aku gak akan pernah putus dengan kak Yusa, cepat kembalikan ponsel ku!"
"Tidak akan."
"Terserah lah! Yang jelas aku gak akan putus dari kak Yusa!" Akira menghentak hentakkan kakinya kembali ke kamarnya memilih untuk menonton acara tv yang menurutnya menarik.
Flashback end...
