Saat ini Akira berada di rumah sakit, ia memijat tangan Livia yang bebas dari infus. "Ma, aku akan terima tawaran dari om Shohei, beruntungnya kita akan tunangan terlebih dahulu, jadi aku bisa mengumpulkan uang sebanyak mungkin, sebanyak uang yang di keluarkan oleh om Shohei kepada kita. Jadi, jika anaknya itu berbuat macam macam dengan ku, aku akan memutuskan hubungan dengannya dan mengembalikan uangnya. Mama harus kuat ya dan cepat sadar."
Ponsel Akira berdering, menampilkan display nama Shohei Uchida. Akira pun bergegas menjawab panggilan tersebut.
"Iya om...""Nanti malam saya akan jemput kamu, kita langsung urus pembayaran hutangnya dan juga melangsungkan pertunangan mu dengan anak saya. Maaf jika mendadak dan tidak di buat mewah, karena anak saya sudah tidak sabar untuk mengikat mu."
"Tidak apa om, malam nanti saya akan berada di rumah sakit."
"Baiklah saya akan jemput kamu disana."
Akira memutuskan panggilan tersebut, ia beranjak dari duduknya, mencium kening Livia penuh sayang. "Aku pergi kerja dulu ma, mama disini istirahat aja dan cepat sadar." Ucapnya kemudian ia melangkah kan kakinya menuju cafe tempat ia kerja.
Sesampainya di cafe, Akira masih memasang wajah sedihnya. Membuat Reiner dan juga Haruka saling menatap bingung. Saat kecelakaan Livia kemarin, Akira belum menceritakannya kepada siapa pun termasuk Fumi sang sahabat, jadilah orang di sekitarnya kini kebingungan.
"Ada apa dengan wajah jelek itu? Apa ada yang mengganggu mu?" Tanya Haruka.
Akira memandang Haruka masih dengan wajah sedihnya. "Kemarin mama ku mengalami kecelakaan dan keadaannya sekarang koma."
Haruka dan Reiner turut sedih mendengarnya. Keduanya memeluk Akira seakan menyalurkan kekuatan. Kata kata penguat pun mereka ucapkan.
"Ehem..." Seseorang yang datang dari depan meja kasir membuat ketiganya memisahkan pelukan tersebut.
"Fumi..." Panggil Akira memanggil orang tersebut yang tak lain adalah Fumi. Akira menghampiri Fumi dan memeluknya dengan erat, bahkan air mata yang tadinya berhasil ia tahan, kini lolos sudah.
"Berikan mereka waktu, ayo kita lanjutkan bekerja." Ucap Haruka menepuk pundak Reiner.
"Ada apa hmm? Kenapa menangis? Kenapa kau juga tidak pernah menjawab panggilan ku dan juga membalas pesan ku?" Tanya Fumi beruntun. Kini Fumi dan Akira berada di ruang karyawan. Haruka tadi sempat memberikannya kode untuk masuk ke dalam sana dan agar pengunjung lainnya tidak merasa terganggu.
"Hutang mama ku harus di lunasi besok, totalnya sembilan puluh lima juta. Kita kerja dari pagi sampai malam agar hutangnya bisa terbayar, tapi uang yang kita kumpulkan tidak sampai setengahnya. Dan kemarin, mama menolong ku dari kecelakaan tabrak lari. Mama sekarang koma." Tutur Akira menjelaskan setelah ia merasa puas menangis.
"Aku akan bantu kamu, nanti aku akan bilang ke papa untuk membayar hutang mu dan biaya rumah sakit. Hal sepenting ini seharusnya kau ceritakan pada ku, aku ini sahabat mu kan? Selain itu keluarga ku sudah menganggap mu sebagai anaknya, jadi mereka pasti akan membantu mu."
"Aku tidak mau merepotkan keluarga mu, uang segitu tidaklah dikit."
"Tidak apa Akira, mereka pasti mau membantu. Sekarang aku hubungi papa ya." Fumi mengeluarkan ponselnya dan hendak menghubungi ayahnya namun di cegah oleh Akira.
"Tidak perlu Fumi, semua sudah teratasi."
"Teratasi bagaimana? Tadi kamu bilang..."
"Kemarin ada yang datang menawarkan untuk melunasi semua hutang dan biaya rumah sakit mama, dengan syarat aku mau menikah dengan putra keduanya."
"Jangan bilang kalau kau menerimanya?"
"Aku menerimanya. Aku memang tidak tau seperti apa anaknya, hanya saja nama keluarga bapak itu sama dengan nama keluarga kak Yusa. Tapi itu jelas tidak mungkin dia kan? Karena dia tidak menyukai ku."
"Batalkan! Aku akan minta papa ku menangani itu semua, jadi batalkan itu! Apa kau mau menikah dengan orang yang tidak kau kenal sama sekali?"
"Tidak bisa aku melakukan itu. Nanti malam kita akan bertunangan, dan pernikahan akan di lakukan setelah aku lulus kuliah."
"Akira..."
"Fumi tolong hargai keputusan yang sudah aku buat. Dan jika ternyata orang itu tidak bersikap baik pada ku, baru lah aku meminta bantuan mu untuk mengembalikan uang mereka dan aku akan memutuskan hubungan dengan orang itu sebelum pernikahan ku."
"Baiklah, terserah kamu saja."
"Makasi Fumi." Akira tersenyum membuat Fumi yang tadinya sedikit kesal ikut tersenyum walau pun tipis.
Malam menjelang, Fumi mengantarkan Akira ke rumah sakit, ia juga menjenguk Livia bahkan menunggu orang yang akan menjemput Akira nanti. Fumi memilih untuk menjaga Livia dari pada ikut menghadiri acara pertunangan Akira yang hanya di hadiri oleh keluarga dari pihak calonnya. Akira juga tidak mempermasalahkan soal itu, justru ia merasa lega jika Livia ada yang menemani.
Sreeet
Suara pintu terbuka berhasil mengalihkan pandangan Fumi, dan disana ada Reiner, orang yang membuka pintu tersebut.
"Aku membawakan mu cemilan dan juga hot coffee." Ucap Reiner menghampiri Fumi. "Tadi Akira mengirim pesan kalau kamu ada disini jagain tante Livia." Lanjutnya."Terima kasih." Ujar Fumi yang menerima makanan dan minuman dari Reiner, sementara Reiner hanya menganggukan kepala. Suana pun menjadi sunyi, Reiner merasa gugup dengan keadaan saat ini, sedangkan Fumi kembali teringat dengan kata kata Reiner pada saat itu.
"Fumi... Apa kamu masih menyukai Akira?"
"Kenapa tanya hal itu?"
"Akira sangat mencintai Yusa dan dia tidak sadar kalau kamu mencintainya juga, tidak kah kamu merasa sakit dengan perasaan yang tak terbalas itu? Bahkan kamu sudah menyimpannya hingga bertahun tahun lamanya?"
"Itu urusan ku."
"Jika... Jika ada seseorang yang mencintai mu dan akan berusaha untuk membantu mu menghilangkan perasaan mu terhadap Akira, bagaimana? Apakah kamu akan memberikannya kesempatan?"
"Entah, aku tidak tau. Lagi pula aku tidak yakin kalau aku bisa mencintai orang lain selain Akira. Karena kenyatannya, hingga bertahun tahun lamanya, hanya Akira yang selalu berada di hati ku."
"Aku rasa, itu karena kamu tidak pernah mau mencoba untuk membuka hati mu kepada orang lain. Akira pernah bercerita pada ku, kalau kamu selalu menolak setiap orang yang datang menyatakan cintanya. Fumi, bisa kah sekarang kamu menyerah terhadap Akira dan mulai belajar membuka hati mu?"
"Kalau pun aku mencoba membuka hati ku, apa kau pikir ada orang yang mau menerima ku jika hati ku masih milik orang lain? Seandainya aku tidak mengatakannya, pasti sikap ku tidak akan membuat orang itu nyaman dan hubungan itu akan berakhir dalam sekejab. Lagi pula, aku tidak dekat dengan siapa pun saat ini."
"Aku!"
"Hah?"
"Aku orang yang akan menerima mu apa adanya sekali pun hati mu masih milik Akira. Aku akan terus berusaha membuat mu jatuh cinta pada ku, sekali pun membutuhkan waktu satu tahun lamanya, aku akan berusaha! Asalkan... Kamu benar benar mencoba untuk membuka hati mu untuk ku dan mulai belajar menghilangkan perasaan mu kepada Akira, tidak usah terburu buru, karena aku akan selalu menunggu. Jadi Fumi, mau kah kamu menerima ku?"
"Aku akan mencobanya." Ucap Fumi seketika memecahkan keheningan.
"Huh? Mencoba apa?" Tanya Reiner bingung.
"Menjalin hubungan dengan mu, dan belajar untuk membuka hati ku." Jawab Fumi dengan memandang Reiner tajam.
Senyuman mulai merekah pada wajah Reiner, bahkan kedua matanya nampak berbinar. "Terima kasih banyak Fumi, aku akan berusaha untuk membuat mu jatuh cinta pada ku!"
