Chap 17

130 13 2
                                    

Di taman saat ini, dua pria yang berusia dua puluh lima tahun itu hanya terdiam saja dalam sepuluh menit. Hingga salah satu pria menghela nafas, membenarkan posisi duduknya sembari menatap pria satunya lagi. "Kau ingat saat pertama kali kau datang ke kantor ku bersama Akira dengan membawa uang tunai sebanyak satu milyar? Aku benar benar terkejut saat itu." Ujar Rai, kakaknya Yusa.

Flashback...

Satu minggu setelah Akira menghilang, sekretaris Rai memasuki ruangan Rai dan berkata bahwa Akira datang bersama seorang CEO dari perusahaan Matsuda.

"Matsuda katamu?" Tanya Rai mencoba meyakinkan kembali sekretaris nya bahwa ia tak salah mengatakannya.

"Benar pak." Jawab sang sekretaris dengan mantap.

"Suruh mereka masuk."

"Baik."

"Matsuda... Kalau tidak salah, itu nama keluarga Akira dulu kan? Mungkin kah Akira datang dengan kakaknya, Ryo?" Gumam Rai dan setelahnya Akira masuk bersama dengan seorang pria tinggi yang terlihat begitu kaku dan dingin.

'Wajah yang tampan nan tegas, seperti tak dapat tersenyum bahkan sedikit. Aku sangat yakin kalau pria di hadapan ku saat ini adalah Ryo. Walau pun sudah bertahun tahun lamanya kita tidak bertemu lagi, bahkan dulu saja kita tak akrab dan tak pernah tegur sapa, tapi aku mengenalnya karena Yusa sangat dekat dengan Akira, aku jadi tau tentang keadaan keluarga mereka saat itu. Pria kulkas ini, ternyata sudah kembali. Tapi sayang, kau terlambat datang.'

"Emm... Kak Rai... Kak...." Tegur Akira yang berhasil membuyarkan lamunan ku.

"Akira, kamu selama ini ada dimana? Apa kamu tinggal bersama dengan beruang kutub ini?" Tanya Rai sambil menunjuk ke arah Ryo.

"Kak Rai kenal dengan bedebah ini?"

"Bedebah? Hahaha.... Ya kau benar, aku kenal dengan bedebah ini, yang sialnya dia adalah kakak kandung mu." Rai tertawa, siapa sangka Akira yang di kenal sebagai anak yang baik, polos, bertutur kata sopan dan lembut, dapat memanggil kakaknya bedebah.

"Aku tidak menyangka kalau kak Rai temannya bedebah ini."

"Tidak, bukan. Aku bukan temannya, aku hanya sekedar kenal dengannya karena dulu di sekolah dasar kita satu sekolah. Aku tidak ingin bergaul dengan beruang kutub, nanti aku bisa menjadi seperti dia. Lupakan soal itu, pantas saja selama ini kami semua kesusahan mencari keberadaan mu. Rupanya kau berada di tangannya Ryo. Syukurlah, setidaknya kau baik baik saja selama ini."

Di saat Akira ingin berbicara, Ryo dengan cepat meletakkan sebuah koper yang ia bawa sejak tadi.

"Satu milyar, menggantikan semua uang ayah mu dan putuskan pertunangan adik ku." Seru Ryo tiba tiba.

"Sudah ku bilang berkali kali, kalau aku tidak mau putus dengan kak Yusa!" Ujar Akira yang mendapatkan tatapan tajam dari Ryo, membuat Akira sedikit takut.

"Diam!" Tegas Ryo pada Akira.

"Haaah... Setelah bertahun tahun lamanya, kau masih saja tak dapat berubah. Ryo dengar. Kau datang terlambat, kemana saja kau selama ini di saat Akira butuh pertolongan? Bahkan saat kita semua masih kecil, kau tidak perduli dengan Akira. Kau tak berhak memutuskan pertunangan Akira dengan adik ku Yusa, aku terima uang ini jika kau bersi keras ingin mengembalikkannya karena kau tak ingin memiliki hutang budi pada siapa pun. Tapi untuk memutuskan pertunangan, semua keputusan ada di tangan Akira."

"Aku berhak."

"Tidak... Kau tidak berhak."

"Berhak!"

"Tidak Ryo... Jadi Akira, apa kau ingin putus dengan Yusa?" Tanya Rai mengabaikan Ryo yang sejak tadi menahan amarah.

"Aku tidak ingin putus dengan kak Yusa." Jawab Akira menundukkan kepalanya, karena dia saat ini merasa takut pada Ryo, kakak kandungnya.

"Lihat... Akira tidak ingin putus, itu berarti pertunangan mereka tidak dapat di putuskan."

Ryo mengepalkan kedua tangannya hingga buku kukunya memutih, ia berbalik badan, lalu menarik tangan Akira dengan kasar dan pergi meninggalkan ruangan Rai.

"Andai kau datang menjemput adik mu dengan baik baik bukan seperti seorang penculik, dan andaikan kau bisa bersikap lebih lembut pada Akira, aku yakin dia akan segera memaafkan mu dan menerima mu kembali sebagai sosok kakak yang selama ini ia rindukan. Sikap mu dan tempramen mu itu, justru akan semakin menyakitinya. Argh sial!!! Kalau bersama si beruang kutub itu, aku selalu banyak bicara seperti ini. Menyebalkan, membuat ku lelah saja."

Flashback end...


"Hanya tidak ingin Akira terluka lebih." Ujar Ryo singkat.

"Aku tau, tapi sebelum itu, bukan kah kau harus perbaiki hubungan kalian terlebih dahulu? Hubungan kalian sangat renggang sejak kecil, aku tau kau perduli dan sayang pada Akira. Tapi kelakuan mu itu, hanya membuat Akira terluka. Dan sekarang tiba tiba kau datang dan ingin mengatur kehidupannya, apa menurut mu Akira akan menerima nya? Terlebih tadi kau menamparnya."

"Emosi."

"Haaah..." Rai menghela nafasnya. "Perbanyaklah bicara, jangan terlalu singkat. Itu juga membantu komunikasi mu dengan Akira."

"Hmm..."

"Ryo.. Aku mewakili Yusa meminta maaf karena telah menyakiti Akira. Tapi percayalah, Yusa sebenarnya sangat mencintai Akira. Jangan campuri urusan mereka, biar mereka atasi sendiri. Dan jika Akira merasa lebih terluka, aku yakin dia akan datang padamu meminta pelukan mu sekali pun ia masih membenci mu."

Tanpa sepatah kata pun, Ryo beranjak meninggalkan taman tersebut dan meninggalkan Rai seorang diri. Kenangan masa kecil berputar kembali dalam ingatan Rai, dimana dulu ia sering memantau Akira dari kejauhan, ingin menghampiri namun ragu, hingga Ryo memutuskan untuk pergi.

Sementara itu di ruangan Yusa, Akira yang sedang duduk di dekat ranjang tak henti hentinya menatap Yusa yang masih belum sadarkan diri. Sesekali ia mengusap lembut surai Yusa dan terus berdo'a di dalam hati agar Yusa cepat sadar dan juga lekas sehat. Entah kenapa jauh di dalam lubuk hatinya, ia tidak bisa melepaskan Yusa meskipun hatinya terasa sakit.

"Eungh..." Suara lengkuhan terdengar, Akira nampak berbinar kala Yusa mulai membuka kedua matanya. Namun kesenangannya segera ia sembunyikan dengan raut wajah datarnya.

"Akira..." Ucap Yusa lemah.

"Mom, kak Yusa sudah sadar. Kalau begitu aku pulang ya mom." Ucap Akira yang segera berdiri dari duduknya. Yusa yang mendengar itu dengan sekuat tenaga meraih tangan Akira untuk menahannya. Akira hanya melirik sinis, tanpa sepatah kata pun ia berusaha melepaskan tangan Yusa, namun Yusa semakin mengeratkan pegangannya.

"Jangan pergi lagi. Aku salah, tolong maafkan aku." Akira melihat Yusa yang menatapnya sendu bahkan kedua matanya sudah mulai menggenang air mata. Tapi lagi lagi Akira tak mengatakan apa pun dan kembali melepaskan tangan Yusa, kali ini Yusa tak lagi menahannya. Rasa sesal memenuhi isi hatinya, air matanya pun kini tumpah, ia menangis tanpa bersuara. Setelah Akira berpamitan kepada Fuji, sang ibu yang melihat anaknya menangis segera mendekat dan memberinya sebuah pelukan hangat agar anaknya dapat tenang.

New Life (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang