Chap 14

275 39 11
                                        

Livia di nyatakan meninggal dunia, Akira terus menangis meratapi kepergian sang ibu. Hal ini benar benar membuatnya putus asa, apa lagi pelakunya belum juga di temukan. Hati Yusa merasakan kesedihan ketika melihat Akira menangis seperti itu, tanpa Yusa sadari ia pun memeluk Akira dan membiarkannya menangis di dalam pelukannya tersebut, ia tidak perduli jas mahalnya akan basah, yang terpenting Akira dapat merasakan kenyamanan dari dirinya agar ia tidak terus berlarut dalam kesedihan.

Malam harinya, Yusa menyuruh Akira untuk tidur bersama dengannya di dalam kamar. Ada rasa senang di dalam hati Akira, bahkan pikirannya sudah melayang jauh entah kemana. Namun sayangnya itu hanya sebatas kahayalan, karena pada kenyataannya, Yusa tidak melakukan satu hal pun dari apa yang di bayangkan Akira.
Beberapa saat kemudian, Akira tertidur lelap. Yusa yang tidak bisa tidur karena merasa gugup memutuskan untuk duduk bersandar pada kepala ranjang. Ia memerhatikan Akira yang sedang tidur lelap, tanpa di sadari, tangannya membelai lembut surai Akira bahkan ia tersenyum tipis. Namun senyuman itu hilang dalam sekejab ketika kedua matanya melihat sesuatu pada pundak Akira. Kaos kebesaran yang di kenakan Akira menampilkan pundak kanannya dan terlihat ada bekas lebam yang masih baru.

Yusa menarik kaos tersebut untuk melihatnya, betapa terkejutnya ia, lebam itu sangat besar seperti di pukul oleh suatu benda. Secara perlahan Yusa membuka kaos Akira, dan ia kembali terkejut melihat sekujur tubuh Akira di penuhi dengan lebam, ada yang baru ada juga yang mulai menghilang. "Apa yang terjadi? Siapa yang melakukan ini padamu?" Kesal Yusa.

Beberapa hari kemudian Yusa dan Akira kembali berangkat ke kampus. Pada saat itu entah karena apa, Yusa nampak acuh pada Akira. Akira terus memandangi punggung Yusa di saat mereka tengah berjalan dengan posisi Akira berada di belakang Yusa.
"Hai Akira..." Panggil seseorang.

"Kak Tetsu? Kok bisa berada disini?" Tanya Akira. Yusa menghentikan langkah kakinya, ia berbalik dan melihat sesaat. "Tck!" Yusa nampak kesal lalu ia pergi begitu saja.

"Kak Yusa mau kemana? Tunggu kak!" Seru Akira yang melihat pujaan hatinya pergi meninggalkannya. Di saat Akira hendak menyusul, tangan Akira di raih oleh Tetsuya.

"Bisa bicara sebentar?" Tanya Tetsuya, setelah memikirkannya, Akira pun menganggukkan kepala tanda setuju.

Kini keduanya berada di kantin sekolah dengan segelas minuman pesanan mereka di tangan. "Aku kuliah disini, kamu pasti tidak tau kan hal ini? Tapi bukan itu yang ingin aku bicarakan, yang ingin aku bicarakan adalah Matsuzaka." Ucap Tetsuya membuat Akira terkejut.

"Kau kenal dengan wanita badut itu?"

"Wanita badut? Hahaha... Julukan yang sangat lucu. Aku tidak mengenalnya, hanya saja beberapa waktu lalu dia menghampiri ku dan mengajak ku bekerja sama. Aku ingin menceritakan hal ini pada mu sesegera mungkin, tapi aku tidak pernah menemukan mu bahkan sahabat mu itu."

"Aku tidak masuk karena ibu ku meninggal."

Tetsuya meraih tangan Akira dan ia mengusap lembut tangan tersebut. "Aku turut berduka cita."

"Cklik!"

Akira melepaskan tangan Tetsuya. "Maaf, aku bergerak dengan sendirinya."

"Tidak apa. Jadi soal Matsuzaka?" Tanya Akira kembali pada topik pembicaraan.

"Dia meminta ku bekerja sama dengannya untuk memisahkan mu dengan Yusa. Aku tidak tau dari mana dia tau kalau aku menyukai mu, dia datang menghampiri ku di kelas lalu ia mengatakan hal bodoh itu. Jadi aku bisa mendapatkan mu, dan dia bisa mendapatkan Yusa."

"Lalu?"

"Tentu saja aku tidak menerima nya. Meski pun aku seperti ini orangnya, tapi aku bukan tipe orang yang akan merebut seseorang yang ku suka dari pasangannya."

"Oh, aku kira kau tipe orang yang seperti itu kak." Ledek Akira.

"Hah?! Kau sungguh jahat menilai aku seperti itu. Jadi Akira, untuk ke depannya, tolong berhati hatilah. Wanita itu pasti sedang mencari ide lainnya untuk bisa mendapatkan tunangan mu. Kalau gitu, aku pergi sekarang." Tetsuya berjalan sambil melambaikan tangan kepada Akira.

Beberapa jam kemudian, Yusa mendapatkan sebuah foto yang di kirim melalui email. Ia seakan memanas hingga mengepalkan kedua tangannya, pertanyaan dari teman temannya bahkan di abaikan. Yusa keluar dari kelas, meninggalkan kelas yang masih berlangsung. Yusa mencari keberadaan Akira, setelah menemukannya ia segera menarik Akira dan membawanya masuk ke dalam mobil.

"Kita mau kemana kak? Aku masih ada kelas setelah ini, bahkan ada kuis." Tanya Akira namun Yusa hanya diam, hingga akhirnya mereka tiba di rumahnya.

Yusa yang sedari tadi menarik lengan Akira dengan sangat kuat, setibanya mereka di rumah, Yusa segera menghempaskan Akira pada sofa di ruang tamu. Akira meringis sakit pada lengannya, pasti nanti akan meninggalkan ruam disana.

"Berani bermain di belakang ku?!" Ujar Yusa dengan tegas.

"Bermain apa? Maksud kak Yusa apa?" Akira nampak kebingungan.

Emosi Yusa kian meluap, tanpa di sadari Yusa melayangkan tangannya dan memberi tamparan pada pipi mulus Akira membuat si empu terkejut dan tidak dapat berkata apa apa. Yusa melempari ponsel miliknya ke arah Akira, Akira menangkapnya dan melihat beberapa foto yang tersimpan pada galery tersebut.

"Aku sudah katakan kalau aku tidak suka kau dekat dengan Tetsuya sialan itu! Sekarang kau sudah tau kalau kalian satu kampus, dan kalian di belakang ku bermain seperti itu! Bagus sekali Akira!"

"Tidak kak, aku tidak melakukan apa pun seperti yang kakak bayangkan."

"Bahkan bukan dengan Tetsuya saja, kau juga melakukannya dengan beberapa pria lain, apa kau seorang jalang? Semurah itu kah diri mu? Apa kau masih kekurangan uang? Katakan pada ku berapa banyak uang yang masih kau butuhkan? Kau sekarang seorang diri, kau tidak memerlukan banyak uang untuk biaya rumah sakit ibu mu, bahkan saat ibu mu masih di rawat saja, semua biayanya sudah di tanggung. Kau lihat foto setelahnya, berpelukan mesra dengan pria tua, bahkan kau menerima uang yang di berikan kepadanya."

"Itu tidak benar kak. Orang itu mabuk dan aku membantunya untuk pulang, kebetulan orang itu pelanggan tetap yang sudah lama aku kenal. Uang itu hanya uang tips untuk ku karena mengantarkannya pulang sekaligus uang bayaran sebagai supir yang membawa ia pulang dengan mobilnya."

"Lalu untuk apa pelukan itu? Kau kira aku akan percaya begitu saja dengan ucapan mu, hah?! Mulai sekarang kau harus berhenti kuliah, berhenti kerja, dan hanya berdiam di rumah. Kau tidak ku izinkan untuk keluar rumah tanpa aku yang menemani mu, ponsel mu juga akan ku sita. Jangan mempermalukan aku dan keluarga ku dengan sikap jalang mu itu!"

"Aku tidak mau! Dan aku bukan jalang!"

"Kau masih mengelak dengan bukti yang sudah ada ini?!"

"Aku sudah menjelaskan ke kak Yusa, tolong percayalah padaku!"

"Mempercayai ke bohongan mu?"

Akira menatap sedih Yusa, ia nampak sangat kecewa dengan Yusa. Hatinya bahkan terasa tercabik cabik, seakan luka yang belum sembuh kembali terluka.
"Tidak saat dirimu kak Kendo dan sekarang kau adalah kak Yusa, kau memang tidak pernah bisa untuk mempercayai ku. Betapa bodohnya aku yang merasa yakin kau berbeda dari yang dulu. Aku lelah kak, aku akan pergi."

Yusa menatap Akira yang sedang berkemas lalu pergi meninggalkan apartment nya tersebut. "Apa maksud ucapan mu, Akira? Dari mana kau tau soal Kendo?"

New Life (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang