Chap 20

64 5 0
                                        

Malam menjelang, pintu kamar Akira terbuka menampilkan sosok pria yang lebih tua namun masih tetap tampan tengah tersenyum sendu menatap Akira. Sementara yang di tatap nampak acuh dan memilih untuk menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut. Pria tersebut adalah Aoi, ayah Akira. Aoi kini duduk di pinggiran ranjang membuka selimut tebal itu agar Akira dapat bernafas dengan mudah.

"Ayo kita makan malam bersama." Ajak Aoi dengan lembut.

"Gak!" Tolak Akira dengan ketus.

"Hanya kita berdua saja, kakak mu sedang pergi keluar. Ayo turun dan makan bersama." Aoi mencoba mengajak anak bungsunya sekali lagi.

Beberapa detik kemudian Akira menganggukan kepalanya membuat Aoi tersenyum senang. "Perlu papa gendong?" Aoi mencoba menggoda anaknya, walau pun ia yakin kalau Akira akan menolaknya. Namun apa yang ia lihat sekarang cukup mengejutkannya, Akira mengulurkan kedua tangannya meminta untuk di gendong. Aoi segera menghilangkan keterkejutannya agar Akira tidak berubah pikiran, dengan segera Aoi menggendong Akira di dalam gendongan koalanya.

"Tidak berat?" Tanya Akira setelah menyandarkan kepalanya pada pundak lebar sang ayah.

"Sama sekali tidak. Papa senang bisa menggendong mu seperti ini." Setelahnya hanya keheningan yang tercipta hingga keduanya sampai di meja makan dan Aoi menurunkan Akira. Bahkan saat makan malam hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.

Usai dengan acara makan, kini ayah dan anak sedang duduk santai di depan tv. Akira duduk manis di karpet, sedangkan Aoi duduk di sofa yang berada di belakang sang anak. Aoi terus menatap Akira yang tengah asik menonton hingga Aoi memejamkan matanya sejenak, menghela nafasnya panjang dan bertanya, "Akira bisa kita bicara sebentar?".

"Bicara saja." Jawab Akira namun masih fokus dengan tv nya.

"Kamu benar benar tidak ingin putus dengan Yusa?"

Akira kini menoleh pada sang ayah, menatap kedua mata Aoi dengan sorot mata yang meyakinkan. "Ya, aku tidak akan pernah putus dengan kak Yusa."

"Meski pun dia sudah menyakiti mu?"

"Ya, lagi pula kak Yusa sudah berubah. Dia juga menderita selama aku berada disini karena kak Yusa mengiranya aku di culik oleh seseorang. Apa anda juga akan meminta saya putus dengan kak Yusa seperti anak anda itu?"

"Apa kamu bahagia bersamanya?" Aoi tidak menjawab melainkan kembali bertanya.

"Ya, sangat."

Aoi diam sejenak dan Akira masih menatap ayahnya itu penuh harap.

"Baiklah, papa akan merestui hubungan kalian, tapi... Jika Yusa melukai mu lagi papa akan membawa mu pergi ke luar negri dan memutuskan hubungan kalian. Mengerti?"

Akira tersenyum lebar, ia menganggukkan kepala dengan antusias dan meloncat dalam pelukan Aoi. "Makasi banyak papa!"

Aoi membalas pelukan sang anak dengan tersenyum senang, akhirnya ia bisa mendengar kata papa dari mulut si bungsu. Ternyata semudah ini, hanya dengan merestui hubungan anaknya dengan tunangannya itu dapat membuat Akira memanggilnya papa, padahal Aoi sudah pusing mikirin bagaimana caranya.

"Tapi bagaimana dengan kakak?" Tanya Akira melepas pelukannya dari Aoi.

"Biar papa yang menjelaskannya nanti, kamu tidak perlu khawatir. Dan soal pelaku tabrak lari mama mu, polisi sudah mendapatkan sedikit bukti, kita tinggal tunggu saja kabar baiknya."

"Ya pa, kasian mama pasti tidak tenang disana."

"Maafin papa ya nak, karena papa telat datang menemui mu dan mama mu."

"Gak apa pa, lagi pula papa juga kan alamin musibah sedangkan kakak harus fokus sama belajarnya."

Tangan besar Aoi terulur untuk mengusap lembut surai si bungsu, hatinya merasa senang karena Akira terlihat sudah memaafkan dan bisa menerimanya. Jika ini mimpi, Aoi berharap agar tidak segera terbangun dari mimpi indahnya ini.
"Kamu sudah maafkan papa?" Tanya Aoi yang ingin mempertegas.

"Iya, aku udah maafin papa."

"Terima kasih sayang." Aoi memeluk kembali anaknya dengan erat, air mata nya bahkan jatuh tak tertahan. Sesekali, Aoi mencium surai sang anak.

Sementara itu di tempat lain....

"Restui saja hubungan Akira dengan Yusa, pasti kamu di maafkan oleh Akira."

Seseorang yang sedang memberi saran itu tengah di beri tatapan tajam dari orang yang ada di hadapannya. Sedangkan yang di tatap hanya tersenyum geli, lalu kembali melanjutkan makan malamnya. Kedua orang itu adalah Ryo dan juga Rai.

Tiga jam sebelumnya....

Ryo yang berada di kamarnya, sangat tidak fokus dalam melakukan pekerjaannya. Pikirannya kalut tentang sang adik, ia terus berpikir bagaimana caranya agar Akira bisa memaafkannya dan mengakui kembali kalau dia adalah kakaknya. Ryo sangat ingin menebus kesalahan yang sudah ia lakukan sejak kecil, ia tidak bisa menjadi kakak yang baik untuk Akira. Kali ini ia akan berubah menjadi sosok kakak yang baik yang bisa di andalkan oleh sang adik, namun satu sisi ia juga bingung untuk mengatur emosinya yang mudah meluap hanya karena masalah kecil. Ryo melihat ponselnya, membuka kontak dan terus menggulirnya hingga saat nama Rai tampil, Ryo menghentikan jarinya. Dia diam sejenak lalu memilih klik nama Rai dan menekan gambar pesan.

"Bl sekarang!"

Setelah mengirim pesan singkat itu, Ryo segera memutuskan untuk mandi dan pergi ketempat billiard langganannya. Tanpa perlu Ryo kasih tau dimana tempat itu, Rai pun pasti tau. Karena tempat itu, tempat mereka berdua biasa bermain.
Sedangkan Rai yang membaca pesan itu merasa kesal, ia tengah rapat sekarang, dan si kutub menyuruhnya datang sekarang.

Rai datang terlambat satu jam, Ryo tidak mempermasalahkan itu karena ia juga tau kesibukan seperti apa yang di miliki Rai. Tidak ada percakapan setelah Rai tiba, keduanya asik bermain hingga jam menunjukkan pukul 18:35 dan keduanya menghentikan permainan.

"Tempat biasa, aku udah reservasi tadi pas jalan kesini." Ujar Rai yang di angguki Ryo.

'Kenapa juga aku harus berurusan sama makhluk es ini. Pasti masalahnya gak jauh jauh dari Akira. Udah di kasih saran tapi gak di dengerin, terus buat apa dia minta saran? Haaah... Sabar sabar... Sebagai teman satu satunya yang dia punya, aku butuh kesabaran yang extra.' Batin Rai yang berjalan di samping Ryo.

Sesampainya di restaurant, mereka berdua hanya diam sembari memainkan ponsel. Mereka tadi sudah pesan makanan dengan berkata 'Seperti biasa' kepada pelayan, mereka pun sudah tau karena keduanya merupakan pelanggan tetap di restaurant tersebut.

"Aku sudah ikuti saran mu." Ucap Ryo tiba tiba. Rai menghentikan kegiatannya dari bermain ponsel, ia diam mencoba berpikir, saran apa yang sudah di dengarkan temannya ini. Karena Rai sudah banyak memberinya saran, apa semuanya sudah di lakukan? Benarkah itu? Sungguh tidak bisa di percaya, seorang Ryo akan mendengarkan saran orang lain.

Sebenarnya, sejak Ryo dan Akira mendatangi Rai di kantornya untuk mengembalikan semua uang keluarga Rai, keduanya mulai saling berkomunikasi walau pun tidak setiap hari sih. Ryo sering meminta saran kepada Rai, dalam segala hal seperti dulu saat mereka masih anak anak. Namun bedanya, dulu, Ryo tidak pernah meminta saran, dan Rai saja yang tiba tiba memberinya saran kepada Ryo perihal Akira agar keduanya bisa lebih dekat. Rai tau hubungan mereka pun dari Akira, terkadang anak kecil itu menangis dan mencari kenyamanan seorang kakak dari dirinya, dan pada saat itu, Akira tidak tau kalau Rai adalah kakaknya Yusa.

"Namun tidak berhasil." Ucap Ryo kembali membuat Rai terkejut.

"Hah?" Bagaimana mungkin sarannya tidak ada yang berhasil? Apa mungkin Ryo tidak melakukan persis dengan yang ia perintahkan?

New Life (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang