Aku terbangun tepat pada saat alarm berbunyi nyaring. Ku raih ponselku dan mematikan alarm.
Dengan mata yang masih sayup sayup aku berjalan menuju kamar mandi.
Sekedar membasuh mukaku dan menggosok gigi. Lalu aku menyisir rambutku yang bermekaran menjadi rapi kembali.
Kemudian aku menoleh jam dinding, pukul 7 pagi. Pasti Ayah dan Mutiara sudah menunggu dibawah.
Dengan langkah cepat aku menuju ruang makan. Terlihat Ayah yang sedang mengoles selai pada rotinya dan juga Mutiara yang sedang meminum susunya.
Oh iya.. aku lupa bilang. Bunda dan Intan sedang pergi ke rumah nenek yang berada di Bogor.
Nenekku sedang sakit, maklum sudah tua. Kebetulan juga, sekolah Intan diliburkan selama 3 hari karena ada perlombaan guru teladan.
Aku menarik tempat duduk di sebelah Mutiara. Lantas duduk dan mengambil sehelai roti tawar lalu menggigitnya.
"Kamu gak sekolah?" Tanya Ayah tiba tiba, memecah keheningan diantara kami.
Aku yang sedang asyik mengunyah segera menjawab, "Sekolah aku ulang tahun yah, jadi acaranya nanti malem."
Ayah mengangguk mengerti.
"Yah...," panggil Mutia dengan senyum jahil.
Aku menatapnya heran. Menunggu apa yang akan dilakukannya lagi.
"Ada apa?" Ayah menatap serius pada Mutiara.
"Ntar malem, Berlian pergi sama Bryan yah," ujarnya sembari menatapku jenaka.
Mutia! Awas lo!
"Gak kok yah.."
"Wahh.. anak ayah udah hebat sekarang," ucap Ayah yang tak ku tau maksudnya.
Mutiara hanya tersenyum penuh makna dan menggendong tas merah di pundaknya lalu keluar rumah.
Aku menggeram kesal.
-------------
"Aduh! Sakit tau Mut," aku memegangi rambutku yang tak sengaja ditarik oleh Mutiara.
"Sabar Ber. Kalo mau cantik emang kayak gini caranya," ucapnya lantas memperbaiki rambutku yang kembali berantakan.
"Iya, tapi jangan sampe segitunya juga kali," aku menggerutu padanya.
Mutiara sedang menjalin rambutku. Entah model apa namanya, aku tidak peduli. Yang penting rambutku rapi dan aku terlihat berbeda.
"Selesai!!" Sentaknya seketika membuatku kaget.
Aku menatap cermin yang memantulkan sosok cewek yang sangat cantik.
Itu aku?
Bukan. Bukan aku.
Tapi kenyataannya itu aku. Diriku yang sehabis di dandani oleh Mutia.
"Udah sana. Kak Bryan udah nunggu dibawah," ucapnya dengan bangga.
Aku membulatkan mataku, "Kak Bryan udah dateng? Kapan?"
"Udah daritadi Berlian! Sana sana," Mutia mengusirku pelan.
Dengan segera aku keluar kamar lalu menuruni tangga.
Aku melihat keberadaan Kak Bryan yang tengah mengobrol dengan Ayah, tentunya.
Saat aku melangkahkan kakiku, terdengar bunyi hak sepatu yang ku kenakan. Menyebabkan keduanya menatapku terpesona.
Aku tersenyum malu pada mereka, lebih tepatnya pada Kak Bryan yang melihatku tanpa berkedip.
"Ayo Kak. Udah jam 5 nih," aku menyadarkan Kak Bryan dengan cara menyentuh pundaknya.
Kak Bryan mengedipkan matanya berkali kali lalu mengangguk.
Kami berpamitan pada Ayah dan langsung pergi ke sekolah.
------------
Tepat pukul setengah 6, kami tiba di sekolah. Suasana masih sepi. Hanya ada beberapa pasang murid yang datang termasuk diriku dan juga Kak Bryan.
Kami berjalan bergandengan memasuki sekolah. Melihat lihat penampilan kelas yang menakjubkan.
Walau pun dominan berwarna pink, tetap saja membuatku tertegun dengan dekorasinya.
Tanpa sengaja pandanganku menangkap sosok Gavin yang tengah terduduk lesu di taman.
Aku melepas gandenganku dengan Kak Bryan dan segera berjalan menghampiri Gavin.
"Hai," sapaku sambil tersenyum semanis mungkin. Mencoba untuk melupakan soal kemarin.
"Hai," balasnya datar, tak bersemangat.
"Lo kenapa?" Tanyaku agak takut. Aku jadi merasa bersalah.
"Gue kenapa? Gak papa lah," Gavin terkekeh yang kedengaran terlalu dipaksakan.
"Lo dateng sama siapa?" Aku celingak celinguk mencari pasangan Gavin.
"Sendirian," jawabnya sedih.
"Maaf, kemarin aku nolak ajakan ka.."
"Gak papa kok, wajar kalo kamu nolak ajakan gue. Gue aja yang gak tau diri," dia memotong ucapanku.
"Udah deh jangan sedih! Ini kan ulang tahun sekolah," aku berusaha menghiburnya.
Dia tersenyum paksa.
Aku mengedarkan pandanganku ke sekelilingku. Mencari dimana Kak Bryan berada.
Namun, pandanganku terhenti ketika melihat Laura datang dengan Audrik.
Ingat Audrik kan? Itu loh ketua kelas kami.
"Laura!!" Aku memanggilnya, menyuruhnya kemari.
Laura datang bergandengan dengan Audrik. Wajahnya terlihat malu malu.
"Hai Berlian, Gavin," sapa Audrik ramah.
Aku membalasnya dengan senyuman dan menatap Laura dengan tatapan penuh tanya.
"Kok lo sama... Audrik?" Tanyaku berbisik.
Laura tak menjawab, hanya memberi isyarat agar aku mengikutinya menjauh dari Audrik dan Gavin.
Setelah kami berada di tempat yang cukup sepi, aku kembali menatap penuh tanya padanya.
"Jadi gini...," jeda sejenak. "Audrik kemarin nelpon gue. Awalnya gue gak jawab, tapi saat telpon kedua gue jawab karena kasihan.
"Terus dia nanya gue nanti pergi sama siapa. Gue jawab deh gue gak ada pasangan. Jadinya, dia ngajakin gue dan gue jawab iya," ceritanya panjang lebar.
"Ciee.. jadi sekarang lo sama.."
"Apaan sih? Kan belum jadian Berlian," ujarnya tersipu malu.
"Lo juga kenapa bisa nerima ajaka Gavin?" Tanyanya penuh selidik.
"Gue kesini gak sama dia," jawabku membuatnya semakin penasaran.
"Trus sama siapa? Kak Bryan?"
Aku mengangguk malu.
"Cerita dong!! Ceritain gue!!"
Baru saja aku akan membuka mulut, Kak Bryan datang membuatku mengatupkan mulutku kembali.
"Lo disini ternyata. Gue cariin daritadi."
"Kenapa?"
"Di panggil sama Gavin. Katanya lo disuruh siap siap," katanya, lalu aku berjalan mengikutinya. Sempat ku lirik Laura yang mendengus sebal.
------------
Jumat, 24 April 2015 (20:41 WITA)
Maaf lagi lagi pendek.
Baca juga cerita baruku, judulnya "PESAWAT KERTAS" sekalian vomment disana.Jangan lupa vomment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIAN
Teen Fiction[ COMPLETE ] Aku Berlian. Aku adalah cewek yang biasa-biasa aja kayak kalian semua. Gak ada yang spesial dalam diri aku. Aku mencintai seseorang yang bahkan gak mungkin mencintaiku balik. Orang itu, kakak kelasku. Orang itu tampan, pintar, dan juga...