Part 25

11.3K 576 4
                                    

Perlahan, ku buka pintu kamar rawat inap Kak Bryan. Ruangan itu tampak sepi. Sunyi tak ada keributan disana.

Aku masuk dengan hati-hati. Menaruh tas kresek berisi buah-buahan di atas nakas. Duduk di kursi sebelah tempat tidur pasien.

Kak Bryan masih terlelap. Matanya terpejam rapat-rapat, enggan terbuka. Ku tatap wajahnya yang polos. Manis.

"Kakak manis," pujiku tanpa sengaja.

Seketika mata Kak Bryan berkedip-kedip. Perlahan terbuka sedikit demi sedikit. Hingga terbuka sepenuhnya.

Apa dia dengar ...

"Makasi, gue emang manis."

Astaga. Dia denger.

Aku kira dia masih tertidur tadi, tapi ternyata ...

"Gue udah bangun tadi. Sengaja gue pura-pura pas lo dateng."

Tuh kan, ngeselin.

Pipiku bersemu merah. Kepalaku menunduk, malu.

"Itu apa?" Tunjuknya pada tas kresek yang ku letakkan di atas nakas.

Aku meraih tas kresek tersebut. Mengambil isinya satu. "Apel," ujarku sambil memamerkan apel merah berkilap yang kelihatan lezat itu.

"Ada yang lain?" Tanyanya.

Aku merogoh tas kresek itu. Mendapati buah lainnya yang ku beli tadi di mini market dekat rumah sakit.

"Jeruk?"

Dia menggeleng, menatap jeruk kuning menggoda itu tak berselera.

"Gak minat makan buah," ujarnya tak berselera.

"Maunya apa, Kak?" Tanyaku agak kesal.

"Maunya kamu," gombal Kak Bryan. Matanya menatapku jahil.

Pipiku kembali bersemu merah.

"Kak Bryan, gue serius," ujarku semakin kesal dibuatnya.

"Gue juga serius, Berlian," dia berkata dengan muka serius yang dibuat-buat.

"Jadi mau makan apa?" Tanyaku ulang.

"Hmm...," dia mengetukkan jarinya pada dagu, tampak berpikir. "Bubur ayam," serunya semangat.

"Oke. Tunggu sebentar, ya."

Aku pergi meninggalkan Kak Bryan untuk membeli bubur ayam di kantin yang ada di rumah sakit ini.

Tiba disana, aku langsung memesan satu porsi bubur ayam untuk Kak Bryan. Sambil menunggu, aku mengutak-atik ponselku. Mengabarkan Laura bahwa aku tidak dapat mengantarnya berbelanja hari ini.

Tak lama kemudian, setelah mengambil pesanan sekaligus membayar, aku segera pergi dari sana. Namun, seseorang mencegatku.

Mataku langsung terperajat mendapati cowok itu berdiri dengan menatapku intens.

"Kamu ngapain disini?" Tanyanya dengan raut penasaran.

Aku tak langsung menjawab pertanyaannya. Mengalihkan pandangan darinya.

"Berlian, jawab pertanyaanku," pintanya dengan halus.

"A-ku, a-aku," ucapku terbata-bata. Aku menunduk, takut. Kakiku bergetar karena gugup. Bahkan bubur ayam yang ku pegang terjatuh begitu saja di lantai.

"Berlian, jujur sama aku."

Aku menarik napas, lalu menghelanya perlahan. "Oke. Jadi aku kesini buat jenguk Kak Bryan," ujarku takut-takut.

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang