Part 12

11.9K 618 0
                                    

Bryan kembali menggandengku menuju tempat yang disediakan untuk bersantai.

Aku menatapnya sejenak lantas tersenyum senang. Baru kali ini hatiku berdebar tak karuan. Bahkan aku sudah tak bisa menahannya.

Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin kalau saja bukan di sekolah.

Gavin yang kulihat dari kejauhan sedang berjalan ke arahku.

"Siap siap depan panggung ya," ujarnya saat sudah berada didekatku.

Aku mengangguk pasti dan segera menuju tempat yang tersedia.

Tak lama kemudian, acara pembukaan pun dimulai.

Verika, anak club piano yang mahir memainkan piano itu sedang asyik memencet tuts tuts pada alat musik tersebut sambil menghayatinya.

Setelah selesai, semua penonton bertepuk tangan termasuk aku.

Selanjutnya adalah pidato kepala sekolah. Yang ku yakin panjangnya minta ampun.

Aku menghiraukan pidato tersebut dan asyik merekam setiap adegan di panggung. Sesekali aku mengambil gambar penampilan para siswa dan juga guru yang ikut serta memeriahkan ulang tahun sekolah.

Sekian lama akhirnya tiba di puncak acara. Yaitu para siswa bebas berdansa bersama pasangan masing masing.

Sementara aku kebingungan mencari keberadaan Kak Bryan yang tak sempat ku perhatikan dari tadi.

Saat ingin mencarinya, Gavin datang lalu tersenyum padaku.

"Mau dansa?" Tanyanya sembari mengulurkan tangannya.

"Gue gak bisa Vin," jawabku agak malu.

"Ikutin aja gue. Lo pasti bisa kok," ujarnya meyakinkan.

"Tapi gue mau nyari Kak Bryan," Gavin tak menggubris perkataanku. Dia malah menyentuh tanganku dan menggenggamnya.

Aku menatapnya bingung. Dia mulai menggerakkan tubuhnya mengikuti irama musik klasik yang berputar.

Sedangkan aku terbawa gerakannya dengan sangat kaku. Ragu ragu aku mengikuti gerakan kakinya yang sangat lancar.

"Susah Vin," aku mengeluh, menghembuskan napas kecewa.

"Gampang kok," ujarnya masih dengan gerakan yang sama.

Aku terpaksa mengikutinya kembali walau tak yakin. Ku gerakan kakiku perlahan.

Pada saat gerakannya semakin cepat, aku tanpa sengaja menginjak kakinya yang berbalut sepatu pantofel itu.

"Aw!" Ringisnya kesakitan. Dia mengusap usap kakinya yang tanpa sengaja ku injak.

"Tuh kan! Gue bilang, gue gak bisa Vin."

"Gak papa kok. Namanya juga baru belajar, gak langsung bisa," Gavin berusaha menahan rasa sakitnya.

"Udahan ya, gue juga mau nyari Kak Bryan," ucapku khawatir.

"Bryan udah gede kali. Gak usah dicemasin gitu," ucapnya santai kayak di pantai.

"Bukan itu masalahnya. Masalahnya gue ntar pulang bareng siapa?"

"Bareng gue aja," usulnya.

"Gak bisa Vin. Gue kesini sama dia dan pulang juga harus sama dia."

Aku mengusap wajahku cepat. Menghembuskan napas kasar.

-------------

"Berlian, lo dicariin Kak Bryan tau," ucapnya saat aku tanpa sengaja melewatinya yang sedang makan bersama Audrik.

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang