Aduh! Gimana ini?
Aku yakin wajahku sekarang sudah memerah seperti kepiting rebus.
Aku menarik napas dengan cepat. Mencoba untuk berekspresi biasa saja.
"Hei," sapanya lembut, membuatku semakin grogi.
Aku masih menunduk. Tak mau memperlihatkan wajahku yang merona.
"Hei?" Dia menyapaku ulang sampai aku menoleh padanya.
"Hei juga," balasku singkat dan langsung menunduk lagi.
Apa dia tau kalo aku merhatiin dia daritadi?
"Gue cuma mau ngambil bola di kaki lo," ucapnya sambil menunjuk kearah kakiku.
Aku langsung menoleh kebawah, ada sebuah bola disana. Dia berjongkok dan mengambil bolanya setelah aku bergeser.
"Maaf aku kira lo..."
"Berlian kan?" Tanyanya seketika sebelum aku menyelesaikan ucapanku.
Aku mengangguk lantas kembali merona.
"Kok kita bisa ketemu disini sih?" Tanyanya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Mungkin kebetulan aja," ucapku grogi.
"Kebetulan yang menyenangkan," katanya lantas duduk disebelahku.
"Sejak kapan lo main bola disini?" Tanyaku heran.
Jelas saja aku heran, kan setiap hari aku melintasi taman ini, tapi tak pernah ku lihat dia bermain.
"Ohh.. baru hari ini dan seterusnya bakal main disini. Kenapa?"
Seterusnya? Yeeey...
"Soalnya aku baru liat lo disini," jawabku santai.
"Yaudah gue lanjutin main dulu ya," dia pun pergi menuju lapangan dan bermain lagi.
Kenapa perasaanku senang jika bertemu dengannya?
Padahal aku kan sukanya sama Kak Bryan?
Gak! Pokoknya aku gak boleh suka sama siapa pun selain Kak Bryan!
*****
Aku baru saja tiba dirumah saat ayah sudah terlihat rapi sekali.
"Loh? Ayah mau kemana?" Ucapku heran.
Biasanya ayah tak pernah serapi ini.
"Kamu itu gimana sih? Kan tadi ayah sudah bilang mau ajak kamu ke suatu tempat," kata ayah sembari mengenakan sepatunya.
"Tapi yah, aku kan belum siap," ayah menatapku dari atas ke bawah.
"Cepat kamu mandi dan dandan yang cantik. Bila perlu suruh Mutiara yang mendandanimu," pinta ayah.
Dengan cepat aku menaiki anak tangga lalu masuk ke kamar.
Ayah kenapa senang sekali main rahasia kepadaku?
*****
"Ayah? Tempat apa ini?" Aku menatap sekelilingku dengan penuh tanda tanya.
Ayah terus berjalan tak menghiraukan pertanyaanku.
"Ayah!" Bentakku saking kesalnya.
Ayah menoleh lantas tersenyum manis tanpa bersuara. Kemudian ia kembali berjalan.
Aku menahan kesalku sambil mengikuti langkah kaki ayahku.
"Selamat datang," sapa penjaga pintu yang tersenyum manis pada kami.
Setelah itu ayah berhenti sejenak.
"Ada apa yah?"
"Tidak," ucap ayah seolah olah pertanyaanku tidak penting.
Beberapa langkah lagi, kami tiba di ballroom yang sudah dipenuhi oleh bapak bapak.
Ya ampun! Aku diajak untuk menemani ayah ke acara kantornya? Kenapa aku tidak kepikiran sih? Arghh..
Aku berjalan sambil menahan rasa kesalku. Begitu mudahnya aku tertipu oleh ayah. Bahkan ini bukan pertama kalinya.
"Kamu tunggu disini ya? Ayah akan mencarikanmu teman," ucap ayah sambil menatapku jenaka.
Teman? Teman apalagi yang ayah maksud?
Tak lama kemudian, saat aku sedang memandang sekeliling dalam diam, seseorang menepuk pundakku pelan.
"Hai," sapanya seraya tersenyum manis saat aku menatapnya dengan bingung.
"Hai.."
"Tadi bokap lo nyuruh gue nemenin lo disini," Kak Bryan menatapku tenang.
Jadi ini yang dimaksud teman dengan ayah?
"Ohh.. jadi lo yang dimaksud ayah."
"Kita kesana yuk? Disini terlalu rame," ajaknya sambil menggandeng tanganku.
Jantungku terasa ingin copot sekarang kalau saja ia tidak melepas genggamannya.
"Ehh.. maaf aku tak sengaja," ia melepaskan genggamannya agak malu malu.
"Iya tak apa."
"Lo mau minuman? Gue ambilin ya, tunggu disini jangan kemana mana," suruhnya sebelum berlalu pergi.
Aku hanya terdiam ditempat. Tak ada yang ku kenal disini selain ayah dan tentunya Kak Bryan.
Tapi, arah pandangku menuju pada sosok lelaki yang mengenakan toxedo coklat. Walau hanya terlihat punggungnya saja, aku dapat mengenalinya.
Gavin.
Ya, itu Gavin.
Aku ingin memanggilnya, tapi ia sedang asyik mengobrol dengan ayah dan teman ayahnya.
Beberapa menit kemudian, Kak Bryan datang membawa dua gelas minuman berwarna biru. Ia menyerahkan segelas untukku dan segelas lagi untuknya.
"Maaf gue buat lo menunggu lama," ucapnya penuh penyesalan.
"Gak kok, baru 10 menit."
"Berlian!"
Aku menoleh, mencari cari siapa yang meneriakan namaku tadi.
Gavin.
-----------
Jumat, 22 Mei 2015 (19:02)
Maaf banget baru updet.. soalnya kehabisan ide dan baru dapet pencerahan hari ini.
Kemaren kemaren sempet kepikiran sih idenya, tapi ga langsung nulis jadi lupa deh.
Semoga hasilnya ga mengecewakan ya
Jangan lupa vomment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIAN
Teen Fiction[ COMPLETE ] Aku Berlian. Aku adalah cewek yang biasa-biasa aja kayak kalian semua. Gak ada yang spesial dalam diri aku. Aku mencintai seseorang yang bahkan gak mungkin mencintaiku balik. Orang itu, kakak kelasku. Orang itu tampan, pintar, dan juga...