Epilog

14.8K 615 13
                                    

Kini tiba saatnya yang ditunggu-tunggu. Mutiara memberikanku gaun yang telah kami beli beberapa hari yang lalu. Aku tersenyum, mengambil gaun itu, lalu bergegas menuju kamar mandi.

Tak lama kemudian, aku keluar dengan gaun biru itu melekat di badanku. Aku bercermin di cermin yang tersedia, terlihat pantulan cewek cantik disana. Apakah itu aku?

Setelah itu, Mutiara langsung menata rambutku kemudian merias wajahku.

Sekitar tiga puluh menit, aku telah terlihat cantik. Mutiara lantas menuntunku menuruni tangga. Di lantai dasar telah banyak orang-orang berkumpul. Saat aku mulai menuruni anak tangga, suara sepatu hak yang ku kenakan begitu keras. Sehingga semua pasang mata teralih padaku.

Aku tersenyum pada semua orang yang berada disana. Namun, pandanganku terhenti pada sesosok lelaki dengan tuxedo melekat di tubuhnya.

Orang itu ...

Kak Bryan.

Dia terlihat sangat tampan. Bagai pangeran berkuda putih di cerita negri dongeng. Tanpa sengaja rona merah menyembul dipipiku.

Jarak diantara aku dan juga Kak Bryan semakin dekat. Kami telah berdiri berdampingan dengan Kak Bryan. Tangannya menggandeng tanganku erat-erat.

Tak berapa lama kemudian, acara pertunangan pun di mulai. Kak Bryan memakaikan cincin berlian yang begitu indah di jari manisku. Begitu pun sebaliknya, aku memakaikannya cincin yang sama dengan mikikku.

Dia tersenyum tulus padaku. Aku pun membalas senyumannya. Kak Bryan mencium keningku, lantas memelukku cukup lama. Hingga terdengar suara riuh tepuk tangan para tamu yang hadir disini.

---------------------

"Selamat ya!" Seru Laura dengan senang.

"Akhirnya lo ketemu jodoh juga, Ber," ujar Audrik dengan kerlingan nakal.

"Ber, sumpah gak nyangka gue lo akhirnya sama Kak Bryan," itu suara Danita, salah satu teman sekelasku.

"Iya-iya, maksi," ujarku setelah menyalami mereka satu persatu.

"Ber," panggil seseorang.

Aku mendongak, mendapati Kak Bryan disana. Tuxedo yang dia kenakan telah disampirkan pada lengannya.

"Yang diomongin dateng," celetuk Audrik.

"Oh, jadi lagi pada ngomongin gue, nih?" Tanya Kak Bryan memastikan.

"Iya, nih. Berlian daritadi ngomongin Kakak terus," ujar Danita menuduhku.

Aku menggeleng, "bukan gue yang ngomongin, kok. Ini si Laura yang bilang daritadi," elakku.

Kan memang benar bukan aku yang membicarakannya?

"Udah gak usah malu-malu lagi sama gue, Ber," dia memandangku.

"Cie... yang baru aja abis tunangan, cie...," goda ketiganya, membuatku ingin menimpuk mereka dengan sepatu hak tinggiku.

Aku mendengus sebal, mendelikkan mata sekilas pada ketiga teman yang menyebalkan itu. Mereka langsung menutup mulut, tak lagi tertawa seperti tadi.

"Galak amat cewek lo, Yan," cetus Audrik.

"Galak-galak gini juga gue tetep sayang," sekilas, Kak Bryan mengecup puncak kepalaku.

"Duh, jadi pengen punya cowok kayak Kak Bryan, deh. Romantis banget," ujar Laura dengan muka mupeng.

Audrik refleks menoyor kepala pacarnya itu. "Disebelah lo ini ada cowok lo ya. Gue juga bisa kok kayak Bryan, lihat aja nanti."

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang