Part 21

11.2K 569 7
                                    

Ini sudah dua hari semenjak peristiwa di Puncak tersebut. Aku benar-benar menjauhi Kak Bryan. Meskipun dia selalu saja mendekat, aku tetap menjauh. Aku tak mau masalah itu terulang lagi. Sudah cukup banyak masalah yang aku alami. Tak mau menambahnya barang satu pun.

Sekarang aku tengah mencatat tugas yang diberikan oleh Bu Dita. Kebetulan guru itu tidak dapat hadir untuk mengajar kami karena anaknya akan menikah. Oke, itu tidak penting untuk kalian ketahui.

Ku lihat buku catatan yang telah penuh oleh tulisanku yang seperti cakar ayam. Rasanya aku gak berminat untuk menulis. Sedangkan Laura yang sejak tadi menyumpal telinganya, asik menulis tanpa mempedulikanku.

Selesai. Akhirnya aku selesai mencatat materi itu. Aku memutuskan untuk ke kantin. Perutku lapar sejak tadi.

"Ber, mau kemana?" tanya Audrik sang ketua kelas.

"Mau makan di kantin," jawabku singkat, tanpa semangat.

"Ini masih jam pelajaran, Berlian. Belum waktunya istirahat," tutur Audrik seperti Bapak Guru.

"Iya, Drik, gue tau. Ntar kalo istirahat pasti kantinnya rame. Dan gue males ngantri," ujarku memberi alasan.

"Duduk, Berlian," suruhnya.

Aku menolak suruhannya, meninggalkan orang itu tanpa mendengar omelannya lagi.

Semenjak menjauh dari Kak Bryan hari-hariku jadi sepi. Gak ada yang buat aku semangat.

"Berlian."

Aku menengok ke samping ketika mendengar panggilan itu. Disana, berdiri sesosok cowok berbadan tegap tengah memegang dua botol minuman. Dia menyodorkannya satu untukku.

"Ambil, buat lo," ujarnya sambil tersenyum manis.

Aku mengambil botol itu lalu tersenyum, "makasih."

"Sama-sama. Btw, lo ngapain di luar? Bukannya sekarang masih jam pelajaran, ya?" Tanyanya, dahinya sedikit berkerut.

"Iya, kebetulan guru gue gak masuk. Jadi bosen aja di kelas. Lo sendiri ngapain di luar?" Jelasku sambil balik bertanya.

"Oh, ini gue abis ganti baju. Biasa tadi gue olahraga," dia menunjukkan tas kresek yang berisikan baju olahraga.

"Oh," gumamku singkat, lalu mengalihkan pandangan ke sekeliling.

Seketika mataku memandang pemandangan yang tidak mengenakan. Dua orang, cewek dan cowok tengah berjalan beriringan sembari membawa tumpukan buku yang lumayan banyak. Sesekali sang cowok berbicara dan yang cewek terkekeh kecil.

Kenapa penampakan itu harus ku lihat, sih?

"Ber?"

Aku menoleh ke arah Gavin yang sedang memandangku heran. Dia melambai-lambaikan tangannya di depan mataku agar aku tersadar.

"Eh? Ada apa, Vin?" tanyaku gelagapan.

"Gak, kok. Tadi gue bingung aja liat lo bengong gitu, kayak lagi liatin setan," guraunya.

Aku terkekeh, begitu pun dia. Kami berjalan berdampingan entah kemana.

"Lo gak balik ke kelas?" tanyaku.

"Gak. Gue ada tugas di ruang OSIS. Lo mau ikut?" Tawarnya dengan senang hati.

Aku mengangguk. Kebetulan tugasku di kelas sudah kelar. Jadi tidak ada salahnya aku membantu Gavin, kan?

---------------------

"Yang ini taruh dimana?" Tanyaku pada Gavin yang sibuk menyatukan kertas lembaran yang banyak.

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang