Part 16

11.9K 542 4
                                    

Aku kini berada diantara dua laki-laki tampan. Kalian pasti tau kan siapa mereka? Iya, Kak Bryan dan juga Gavin.

"Gavin, lo ngapain disini?" Pertanyaan itu keluar sendiri dari mulutku.

Gavin yang tadinya bertatapan sinis kepada Kak Bryan beralih melihatku. "Bokap gue salah satu partner bisnis bokap lo."

Aku mengangguk-angguk paham atas penjelasannya.

"Lo kesini sama dia?" Gavin menunjuk Kak Bryan setelah melanturkan pertanyaan tersebut.

"Enggak. Gue kesini sama Ayah gue. Kebetulan ketemu sama Kak Bryan disini," tuturnya sejelas-jelasnya.

"Udah kan sesi tanya jawabnya?" Kak Bryan menatapku lembut, lalu menatap tajam Gavin. "Ikut gue, kita udah ditunggu sama bokap kita."

Kak Bryan menarik lenganku cukup keras. Membuatku kesusahan berjalan. Setelah lumayan jauh dari Gavin, Kak Bryan berhenti sejenak.

"Kenapa?" tanyaku sambil mengatur napasku yang tersengal-sengal.

Kak Bryan berbalik, menatap mataku teduh. "Gue mohon, jangan deket-deket sama dia." Ucapnya memohon padaku.

Aku menatap balik matanya, dengan bingung aku berkata, "kenapa?"

"Karena menurut gue, dia punya niat jahat sama lo," ujarnya memberi tahuku.

Aku gak tau bisa atau enggak.

"Ber, lo mau kan jauhin dia?" ulangnya sekali lagi.

Akhirnya aku mengangguk, "iya, Kak."

----------

Aduh!

Aku meringis kesakitan ketika sebuah bola menghantam dahiku cukup keras. Dengan amarah yang membara, aku bangkit dari dudukku lantas mencari si pelaku kejahatan ini.

Nah, itu dia.

Aku mendekatinya yang tengah menunduk mengambil bola yang menggelinding ke arah pohon mangga. Ku tepuk pundaknya sekeras mungkin karena kesal.

Dia berdiri tegak. Kemudian berbalik ke arahku. Alangkah kagetnya diriku ketika melihat siapa pelakunya. Emosiku yang sedaritadi membara kini melunak.

Dia melihatku penuh tanda tanya, lalu tersenyum. "Kenapa?"

Aku tak tahu mau menjawab apa? Karena barusan aku meruntuk dalam hati, kesal. Tapi, setelah tahu dia Kak Bryan, aku tak jadi marah.

"Gak jadi," aku ingin pergi secepatnya. Namun, dia menahanku.

"Dahi lo kenapa? Kok benjol gitu?" Tanyanya cemas sambil meraba bekas merah di dahiku.

Lah, kok malah nanya lagi? Dia gak liat apa bola basketnya nyium dahi aku tadi?

"Tadi kena bola basket ini," aku menunjuk bola basket sialan itu.

Kak Bryan sontak menyadarinya, "oh iya, gue kira bukan lo yang kena. Maaf."

Aku tersenyum, "Gak apa-apa, Kak."

"Sini ikut gue," ajaknya, dia melempar bola basket terkutuk itu cukup keras ke arah teman-temannya yang tengah menanti. "Gue gak ikut main lagi," teriaknya pada segerombolan orang yang sibuk merebutkan bola.

Aku hanya mengekori Kak Bryan. Entah kemana tujuannya, aku sendiri tak tahu. Aku memandangi punggungnya yang tegap sambil tersenyum. Bahkan senyumanku tak pudar sejak tadi.

Dia memasuki sebuah ruangan begitu juga denganku. UKS. Rupanya Kak Bryan membawaku ke UKS.

Cowok itu berdeham lantas berkutat dengan beberapa kotak yang terletak di keranjang. Aku duduk di tempat tidur khusus orang sakit sambil menunggu Kak Bryan.

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang