Sebenarnya apa sih yang disembunyiin sama orang tua aku dan orang tua Kak Bryan? Kayaknya ada sesuatu yang penting dan aku gak boleh mengetahuinya sebelum Kak Bryan lulus. Astaga, aku bisa gila kalau mikirin ini terus. Uh!
"Kamu udah makan?" tanya wanita yang terduduk di kursi goyang.
"B-belum, Tante," ujarku gagap setelah selesai berpikir.
Tante Rika bangkit, lantas berjalan entah kemana. Aku diam saja melihat wanita itu dari kejauhan. Entah aktivitas apa yang dia lakukan, aku tak ingin tahu. Yang aku pikirkan sekarang hanya kejanggalan dari para orang tua ini.
Pandanganku berpaling ketika mendengar langkah kaki menuruni anak tangga. Kak Bryan. Dia terlihat lebih segar sekarang. Dengan menggunakan kaos hitam polos dan celana santai selutut, dia menuruni tangga secepat mungkin. Setelah itu, dia mendekatiku.
"Ayo, makan," ajaknya sambil menarik pergelangan tangan kananku secara paksa tanpa persetujuanku.
Aku mengikuti saja kemana dia membawaku. Tante Rika keluar dari dapur membawa dua porsi sandwich yang cukup menggugah seleraku.
Kak Bryan langsung mengambil satu porsi untukku dan satunya lagi untuk dirinya. Dengan lahap cowok itu memakan makanannya. Sedangkan aku, memakannya dengan agak malu-malu.
"Mama sama Papa kamu dimana?" tanya Tante Rika disela-sela makanku.
"Ayah sama Bunda di vila, Tante," jawabku.
Beberapa saat kemudian, aku telah selesai memakan sandwich buatan Tante Rika. Begitu juga dengan Kak Bryan.
"Ber, sepedaan, yuk!" Ajaknya dengan binaran di mata bulatnya.
Aku yang masih kekenyangan lantas menggeleng. "Gak, ah. Aku mau balik ke vila aja."
Seketika raut wajah cowok itu berubah menjadi cemberut. Bibirnya maju beberapa senti.
"Ber, ayo, dong! Masa lo gak mau sepedaan sama gue? Ayo," mohonnya.
Oke. Karena kasian liat muka gantengnya memelas, jadinya aku mau, deh.
"Ya udah, ayo," ucapku.
Kami berpamitan pada Om Rudi dan juga Tante Rika. Kemudian menghampiri tempat penyewaan sepeda. Aku menyewa sepeda berwarna putih, sedangkan dia berwarna merah.
Sekitar setengah jam, kami bersepeda mengelilingi daerah vila yang menyegarkan. Bahkan aku melupakan segala pertanyaan yang bermunculan di pikiranku. Aku lupa tentang Nenek Lampir itu, lupa juga tentang Ayah yang menyembunyikan sesuatu padaku.
Aku merasa capek setelah bersepeda. Kak Bryan mengajakku untuk kembali ke vila setelah mengembalikan sepeda sewaan itu.
Aku diantar Kak Bryan ke vila yang Ayah sewa, sedangkan laki-laki itu kembali ke vila-nya yang tidak terlalu jauh.
"Habis darimana lo?" pertanyaan itu langsung dilontarkan Intan saat aku baru saja memasuki vila.
Aku berdecak sebal, melihat wajah Intan yang memang nyebelin itu. "Habis jalan-jalan."
"Jalan-jalan apa jalan-jalan?" Godanya, dia menaik-turunkan kedua alis tebalnya.
"Ih, apaan sih! Gak usah nanya-nanya, deh," bentakku kesal.
"Idih, gitu aja ngambek. Tadi gue lihat kayak Kak Bryan gitu. Emang Kak Bryan ikut kesini?" Tanyanya dengan wajah penasaran.
"Gak tau. Tadi gue lihat dia disini, Kebetulan keluarga Kak Bryan nyewa vila juga disini. Gak jauh juga vila-nya," jelasku.
"Eh, katanya Ayah ngajak temennya ke sini juga, loh," ujar Intan antusias.
Oh iya, tadi kan Ayah sempet bilang gitu. Apa temen Ayah itu ....
Aku tau!
-------------------
Sejak tadi tak ku lihat Ayah dan Bunda. Disini aku hanya bersama adikku Intan. Bosan, ku nyalakan televisi yang tersedia. Mencari acara yang bagus untuk ku tonton. Namun, tak ada yang cocok untuk menghiburku di siang bolong ini.
Merasakan bosan yang teramat sangat, aku hendak pergi dari vila sekedar berjalan-jalan atau mampir ke vila sebelah. Tapi, ada yang menahanku. Intan. Lagi-lagi adikku ini menggagalkan rencanaku.
"Apa?" tanyaku sinis pada cewek yang tengah membolak-balik majalah fashion miliknya.
Menghela napas sejenak, lalu menjawab, "bosen."
Kok sama kayak aku? Oh iya, kita kan kembar. Apa yang ku rasa itu-lah yang kau rasa.
"Lo mau kemana?" tanya Intan, menutup majalahnya.
"Mau keluar aja. Siapa tau ada yang menarik," ucapku lantas bergegas keluar dari vila.
Intan tersenyum miring,.menggodaku. "Kak Bryan maksud lo?"
"Ih, apaan sih? Dikit-dikit dia, dikit-dikit dia," protesku galak.
Intan mendahuluiku pergi. Aku hanya mengikuti langkahnya. Padahal kan aku yang berniat pergi, tapi kenapa malah aku mengikuti Anak Bungsu itu?
"Ber, liat deh!" seru Intan yang tengah berdiri di pohon besar berdaun hijau.
Aku berlari mendekatinya, "kenapa?" Tanyaku penasaran.
Intan mengisyaratkanku agar lebih mendekat untuk melihat yang sedang terjadi. Setelah aku melihat semuanya, mataku melotot bukan main. Hatiku hancur berkeping-keping. Seakan-akan diserang oleh jutaan bambu runcing.
"Itu bukannya...."
Aku berlari sekuat tenaga, menghiraukan Intan yang sedang berbicara denganku. Entah kemana tujuan langkah kakiku, diriku sendiri juga tak tahu. Aku hanya ingin menjauh agar tak bisa melihat adegan itu. Adegan yang membuatku sakit. Tepatnya pada hatiku.
Ya, pasti kamu pikir aku ini berlebihan, kan? Aku tahu kok. Tapi, ini yang aku rasain. Coba aja kalian jadi aku dan melihat orang yang kalian sukai berdekatan dengan orang lain. Apa lagi orang lain itu si Nenek Lampir itu?
Kesal tingkat dewa!
Aku tahu dia udah meringatin aku biar gak deket-deket sama Kak Bryan, tapi gak bisa. Sulit menjauhi orang yang kita sukai. Bahkan saat ingin menjauh, orang itu malah berusaha mendekati untuk memperbaiki segalanya.
Kini aku telah berada di sebuah bangunan tua yang tak ku ketahui tempat apa itu. Aku juga tak tahu aku kini berada di daerah mana. Kayaknya aku udah jauh dari vila, deh.
Arghhh!
Aku menghela napas panjang, mengacak-acak rambut yang ku biarkan terurai bebas. Berdecak sebal sambil sesekali menghentakkan kaki cukup keras.
Kenapa mencintai seseorang sesulit ini, sih?
-------------------
Selasa, 6 Oktober 2015 (20:37 WITA)
Selamat malam semuanya...
Aku cuma mau bilang makasi buat yang udah nyempetin baca cerita abal-abal ini. Gak nyangka ya aku bisa fokus nulis cerita ini. Bahkan hampir setiap hari aku nyempetin nulis cerita ini.
Jangan lupa vomment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
BERLIAN
Teen Fiction[ COMPLETE ] Aku Berlian. Aku adalah cewek yang biasa-biasa aja kayak kalian semua. Gak ada yang spesial dalam diri aku. Aku mencintai seseorang yang bahkan gak mungkin mencintaiku balik. Orang itu, kakak kelasku. Orang itu tampan, pintar, dan juga...