Part 17

11.3K 561 0
                                    

Semakin dekat.

Dekat.

Sangat dekat.

Matanya menatapku tajam, lalu memancarkan kemarahan yang membara pada laki-laki yang terduduk di motor ninja.

Dag. Dig. Dug.

Deg-degan.

"Ayo, pulang!"

Kak Bryan menarik paksa tanganku tanpa mempedulikan Gavin yang menatap kepergian kami. Aku dengan tertatih-tatih mengikuti langkah panjang Kak Bryan menuju parkiran.

"Udah gue bilang jangan berdekatan sama dia!" Bentak Kak Bryan dengan suara yang menggelegar.

Seketika wajahku pucat pasi seperti mayat hidup. Mulutku terkunci rapat tak bisa berbicara. Perutku mulas seperti orang cacingan.

Oke. Itu berlebihan.

Yang pasti, aku takut. Takut jika orang yang ku cinta ini marah besar padaku. Takut jika dia tak mau lagi berdekatan denganku.

Apa salahnya aku dekat-dekat Gavin?

Gavin cukup baik padaku.

Apa jangan-jangan...

Kak Bryan... cemburu?

Dia suka padaku?

Cukup Berlian! Kamu terlalu berharap.

"Kak..," aku mencoba bersuara kali ini. Namun, aku tergagap untuk mengucapkan satu kata saja.

"Ayo, pulang."

Kak Bryan yang sudah masuk ke dalam mobilnya lantas menghidupkan mesinnya. Aku segera masuk ke mobilnya, duduk diam sambil memandang lurus ke depan.

Suasana saat ini benar-benar canggung kuadrat. Aku mau pun Kak Bryan sama-sama diam tak bersuara. Dia sibuk menyetir dalam kesunyian. Sedangkan aku hanya duduk sambil menatap jalanan yang kami lewati. Tak ada satu pun yang mencoba memulai percakapan.

Aku tau, aku salah. Gak seharusnya tadi aku bicara sama Gavin. Tapi, aku juga gak tau alasan sebenarnya Kak Bryan menyuruhku menjauhi cowok itu apa?

"Sekarang terserah lo, Ber. Gue udah nyoba peringatin lo berkali-kali, tapi lo gak mau nurut. Jadi sekarang semuanya terserah lo," ujar Kak Bryan putus asa.

Aku terdiam, tak mampu berkata-kata. Ku lirik cowok di sebelahku ini, terlihat raut wajah kecewa disana.

"Ma-maaf, Kak."

Hanya kalimat itu saja. Tak ada yang lain.

Mobil mulai memasuki daerah perumahanku. Kemudian berhenti tepat di depan pagar rumahku. Aku turun tanpa ber-terimakasih padanya. Begitu pun Kak Bryan, dia langsung melajukan mobilnya dengan cepat.

--------------

"Ayah, liat deh si Berlian. Daritadi diem mulu kayak patung," adu Intan pada Ayah yang tengah meminum jus Alpukat.

"Ber, kamu kenapa, sayang? Ada masalah? Cerita sini sama Ayah," pria paruh baya itu mendekatiku lantas duduk di sebelahku yang tengah terdiam.

"Apa? Berlian gak apa-apa," aku berusaha menutupi semuanya, tak mau Ayah khawatir.

Ayah berdeham, menyodorkan jus miliknya yang baru di minum sedikit. "Minum. Siapa tau kamu bisa lebih segar," ucapnya.

"Makasi, Yah," aku mengambil gelas berisikan jus itu. Kemudian meminum setengahnya.

Ayah tersenyum lantas menatapku lembut. "Udah seger kan?"

Aku mengangguk, "aku mau ke kamar, Yah."

BERLIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang