12. Iqbaal sakit

30 2 0
                                    

Sekolah tutup karena Iqbaal sakit tidak akan pernah mungkin terjadi kecuali dia memang penguasa di sana bahkan tidak ada satupun murid yang mau sekadar menjenguknya atau minimal menanyakan kabar.

Sudah dipastikan Iqbaal sendirian setelah peristiwa itu terjadi. Bahkan Casie tak perduli setelah tahu ia tak berdaya. Dengan keadaan lemah seperti sekarang tidak tahu harus melakukan apa padahal sekolah merupakan kegiatan satu-satunya yang mampu membuatnya agak hidup. Tentu saja vampir bukan manusia namun Iqbaal berusaha menjadi mereka namun tidak berbaur terlalu dekat karena baginya tidak ada yang bisa dipercaya olehnya kecuali dirinya sendiri dan kekasihnya kelak.

"Apa yang akan aku lakukan sekarang?" tanyanya sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Pikirannya kalut sebab (Namakamu) juga sudah menghilang dari pandangannya ketika kejadian itu. Entah siapa yang melakukan yang pasti sungguh tidak membantu dirinya bertemu (Namakamu) meski sekali atau sekilas saja.

***

Seharian ini (Namakamu) tidak melihat Casie meskipun sudah dihubungi beberapa kali anak itu tidak memunculkan diri. Tapi sebenarnya ada bagusnya juga sebab rumahnya kini bebas dari kekacauan.

"Kemana sih Casie apa dia ngambek perasaan gue gak ngelakuin apa-apa, kem–"

(Namakamu) berpikir sejenak. "Kemarin gue kemana lagi, kok lupa?" lalu berdecak ketika berusaha mengingat tapi ingatannya tak meninggalkan bekas. Lupa memang manusiawi cuma lupa kejadian kemarin dari pagi hingga petang kan aneh. Akhir-akhir ini sepertinya ia harus melakukan aktivitas yang meningkatkan kecerdasan otak supaya hidupnya bisa lebih baik.

Ia juga memutuskan untuk tidak masuk sekolah dengan mengirimkan surat kepada wali kelasnya lewat tukang ojek. Bayarnya tentu agak mahal karena bagaimanapun Namakamu memesan untuk mengojek ke sebuah tempat namun berujung menyuruh mengantarkan surat layaknya tukang pos.

"Kenapa leher gue sakit sih?" (Namakamu) memegang lehernya yang berdenyut.

Mencari-cari cermin mini di tasnya tidak ada jadi (Namakamu) pergi ke cermin di toilet dan ternyata tidak ada apapun dilehernya tapi rasanya sakit seperti terluka.

Kemudian kilasan bayangan Iqbaal tiba-tiba muncul. Dalam bayangannya Iqbaal tengah kesakitan entah karena apa di rumahnya.

(Namakamu) menggeleng kecil. "Nggak, kayaknya barusan halusinasi gue, iya ...." ujarnya menepis.

"Casie kemana lagi gue harus tanya ini ke dia."

Bohong (Namakamu) tidak merindukan Casie meski menyebalkan teman satu-satunya itu mampu membuat kehidupan (Namakamu) yang tadinya suram sedikit bercahaya. Minimal (Namakamu) tidak terlihat seperti anak kurang teman walaupun satu kalau ada di setiap canda, sedih maupun bahagia siapa yang mau teman banyak.

"Gue harus ketemu Iqbaal kayaknya tapi dimana rumahnya?" tanyanya bingung.

Ajaib, setelah memikirkan Iqbaal, sakit di lehernya perlahan membaik tak seperti tadi. Sepertinya memang (Namakamu) harus segera pergi sebelum rasa sakit itu kembali ya setidaknya tidak tahu dimana alamatnya ia akan memakai cara insting saja lagipula bayangan rumah entah punya siapa tergambar jelas dalam ingatannya.

"Sejauh-jauhnya rumah Iqbaal gak mungkin bikin gue pusing dimana letaknya pasti ketemu," kata (Namakamu) yakin.

(Namakamu) bersiap-siap sedikit tak lupa masker sebagai tambahan aksesoris karena bisa gawat jika ada yang mengenalinya di jalan. Kan sudah ada keterangan kalau ia sakit masa berkeliaran diluar dengan sengaja nanti masalah malah menghampirinya.

"Oke kepala, dimana rumah Iqbaal?" tanyanya sambil memejamkan mata berharap jawaban akan menghampiri.

Bukannya tanya ke aplikasi atau seseorang, (Namakamu) memilih kepalanya saja sebagai kompas. Ia akan mencobanya sekali daripada tidak sama sekali.

Bersambung...

Terima kasih sudah menunggu cerita ini

See you next chapter 😄

The Vampire Boy [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang