19. jalan

14 1 0
                                    

Satu persatu keluarga Iqbaal pulih tapi mereka kaget dengan keadaan Iqbaal yang tidak bergerak sedikitpun dari tidurnya lalu tempat keberadaan mereka pun sangatlah asing.

"Dimana kita sekarang?" tanya Kiki kebingungan.

Tidak ada yang menjawab selain menunggu Iqbaal sadar akan tetapi Iqbaal entah kapan sadar sehingga mereka kebosanan menunggu.

"Aku ingin pergi tapi tempat ini seolah mengurung pergerakan ku," lanjut Kiki kesal sesekali memukul dinding.

"Diamlah!" peringat ayah terganggu dan Kiki pun menghela napasnya lalu duduk memperhatikan. Apa yang bisa dilakukannya sekarang cuma menunggu hingga keajaiban datang saja, itupun kalau ada.

Ayah Iqbaal menatap sang putra dengan pandangan terluka. Selama ini ia ingin bertemu dengan mengerahkan beberapa suruhan namun berakhir tak kembali membuat ayah Iqbaal marah namun sekarang setelah Iqbaal ada dihadapannya, tidak ada yang bisa diungkapkan bahkan Iqbaal seperti anteng dengan kegiatan tidurnya.

"Cepatlah sadar putra ku," gumam ayah sedih.

(Namakamu) datang membuat Kiki berdecih melihatnya. Dia tidak suka kehadiran (Namakamu) sejak dijebak dalam api hingga sekarat.

"Mau apa lo kesini, apa tidak cukup Iqbaal jadi korban," ucap Kiki ketus.

"Diamlah! aku hanya ingin melihatnya sebentar," jawab (Namakamu) berusaha mengelola kesabarannya.

Ayah Iqbaal tidak banyak bicara. Dia hanya berbaring dan melamun mungkin inilah akhirnya karena salahnya juga selalu membanggakan Bastian di depan Iqbaal. Ayah Iqbaal tidak bermaksud cuma ingin putranya itu bisa melebihi mereka dan tertantang untuk maju namun sikap yang ayahnya tunjukkan berbeda dari ucapan.

"Apa anda sedang menyesal pak tua?" tanya (Namakamu) memperhatikan ayah Iqbaal yang murung.

"Jaga mulutmu (Namakamu)!" peringat Kiki tak suka.

(Namakamu) menghela napasnya. "Yayaya terserah saja."

"Bagaimana cara mengembalikan semuanya?" Ayah Iqbaal bertanya, wajahnya mengekspresikan keputusasaan.

"Wah apa aku tidak salah dengar anda ingin mengembalikan segalanya?" (Namakamu) ingin tepuk tangan mendengar ucapan ayah Iqbaal yang terkesan menyesali perbuatannya selama ini padahal jelas dia sendiri yang menciptakannya.

Ayah Iqbaal mengangguk. "Iya, aku tidak ingin situasi ini dan dia sepertinya terluka dengan ingatan yang tidak jelas."

"Penyesalan selalu datang diakhir. Baiklah, aku akan mengabulkannya dan sosok (Namakamu) ini juga akan lenyap dari kepala kalian, bagaimana?"

"Ya itu harus, aku tidak mau mengingatmu," timpal Kiki paling menentang.

"Bersiaplah dan selamat memulai kembali segalanya."

"(Namakamu) tolong jaga Iqbaal nanti," pesan ayah Iqbaal.

(Namakamu) mengangguk kemudian menggunakan kekuatannya segalanya telah kembali seperti semula sesuai permintaan dari keluarga Iqbaal terkhusus ayahnya.

***

Seluruh murid dikumpulkan di lapangan bukan untuk melaksanakan upacara atau pemeriksaan kelengkapan atribut namun disiram kabut pewarna yang sudah dibentuk menjadi awan buatan oleh Casie jadilah yang beridentitas vampir hancur seketika menyisakan beberapa manusia yang tidak mengerti kejadian menimpanya saat ini.

Sisanya cukup sedikit sekitar 100 murid membuat Casie geram. Padahal murid sebelumnya berjumlah 1000, benar-benar drastis pengurangannya dan untungnya Casie cepat turun tangan dalam hal ini.

Nama Jefri, entah kenapa ia jadi mengingat cowok satu itu. Mantan atau apapun namanya dan menyedihkan kalau diingat-ingat lebih lanjut. Dia sudah menghilang dan Casie tak akan pernah berjumpa lagi dengannya.

Casie menyapu pandangannya namun keberadaan (Namakamu) tidak dilihat kemudian seseorang mirip dengan (Namakamu) berlalu membuat Casie segera menyusulnya. Dia melupakan sebentar kegiatan yang menurutnya menyenangkan kemudian Casie memanggil (Namakamu) berkali-kali namun tidak digubris sampai akhirnya berhenti dibelakang sekolah.

"(Nam) kok..."

"Halo!" sapanya tersenyum dan kini pakaiannya berubah.

"Lo siapa?" tanya Casie terkejut.

Terlambat mendapat jawabannya kini tubuh Casie membeku lalu hancur begitu saja sementara orang yang mirip (Namakamu) itu menyeringai. Sedangkan ditempat lain, Namakamu dari tadi terkurung di kelas karena pintunya mendadak terasa dialiri listrik. Sudah mencoba berulang tetap saja pintu kelasnya bahaya untuk disentuh.

"Ini apalagi coba?" herannya padahal ini sekolah bukan di negeri dongeng.

"Hai!"

(Namakamu) menutup mulutnya begitu melihat perempuan yang sangat mirip dengannya.

"Kita bertemu lagi kan?" potong orang itu tersenyum.

"Apa yang lo lakuin? kenapa sama pintu ini?"

"Nggak apa-apa dan sekarang kamu bisa keluar."

(Namakamu) menatap orang itu curiga pasalnya ia tidak pernah memiliki kembaran.

"Tidak usah kaget atau takut karena aku dipihakmu dan sekarang kamu bisa hidup dengan tenang karena semua bangsa yang kau takuti sudah lenyap."

"Casie?" lanjut (Namakamu) ingin tahu keadaan salah satu temannya.

Kembaran (Namakamu) mengangguk. "Kamu bisa hidup aman tanpa adanya vampir atau lainnya lagi."

"Bagaimana dengan Iqbaal?"

"Dia... sekarat."

"Apa yang kamu lakukan aku dari kemarin terkurung lalu... apa ini?"

"Kamu tidak perlu berpikir karena pikiran ku dengan mu terhubung dan tidak perlu menyesal karena aroma dalam tubuhmu tetap ada."

"Tunggu!"

Pintu tertutup lalu terbuka dimasuki beberapa murid sehingga (Namakamu) kehilangan jejak kembarannya. Setelahnya (Namakamu) pingsan dan bangun ditempat yang aneh. Ada semacam layar menampilkan kejadian-kejadian yang (Namakamu) lewatkan selama ini dari Casie, Jefri, hingga Iqbaal segalanya jelas dan nyata tanpa perlu bingung.

"Jadi aku ini apa?"

"Hanya manusia biasa dan aku kembaran mu. Maaf telah membuatmu bingung kita ini satu tujuan hanya kamu yang tidak satu tuju denganku tapi tenang aku tidak akan muncul lagi setelah ini entah jika keadaan memburuk bersiap bertemu lagi denganku."

Kembaran (Namakamu) menjabat tangan (Namakamu) sambil tersenyum simpul. Dia mengusap mata (Namakamu) agar terpejam lalu...

BOOM

(Namakamu) tengah bersitatap dengan Iqbaal si cowok dingin di kantin. Tentunya hal ini membingungkan (Namakamu) tadi ada dimana, sekarang dimana lagi dirinya berdiam. Katanya Iqbaal sekarat kan tapi ini justru kebalikannya.

Takut kejadian aneh berulang, (Namakamu) mencoba mendekati Iqbaal dan terserah sikapnya ini terlihat salah yang penting (Namakamu) harus memastikan sesuatu.

"Iqbaal!" panggil (Namakamu) takut-takut.

Iqbaal mengernyit.

"Kamu... nyata kan?"

....

Hayoo nyata apa nggak nih?

Next?

See you!

The Vampire Boy [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang