Tidak ada tempat baginya yang ada hanya kumpulan vampir berkeliaran itu yang Iqbaal katakan dan masalahnya terus terngiang dalam kepala (Namakamu) sampai ke rumah. Ya, dia sudah pulang begitu memastikan Iqbaal baik-baik saja dengan dirinya juga tapi masih kepikiran jika (Namakamu) memang seorang vampir.
"Gue ini apa?!" teriaknya frustrasi melemparkan tasnya ke sofa.
Casie datang menghampiri (Namakamu) dengan tergesa. "Kenapa lo teriak-teriak (nam)? gue lagi ngerjain tugas tau."
(Namakamu) membekap mulutnya sendiri, kaget kedatangan Casie sama sekali tak diketahui eh sudah ada di dalam kamarnya. Ia takut dimakan oleh Casie seandainya merasa lapar.
(Namakamu) menarik napas. "Kayak biasa, jangan panik," batinnya lalu berdeham.
"Tumben rajin?"
"Gue gak mau tinggal kelas terus bisa lanjut kuliah di jurusan favorit ah kayaknya menyenangkan," lanjut Casie membayangkan hidup kedepannya.
"Lanjutkan semangat!" (Namakamu) menepuk pundak Casie.
"Oke thank you eh lo habis dari... darimana?" tanya Casie heran.
"Dari rumah Iqbaal."
"Ada apa nih ke rumah Iqbaal? jangan-jangan lo–?" Casie melebarkan matanya.
(Namakamu) mendorong Casie agar segera pergi daripada terus berceloteh. "Sana belajar lagi yang bener gak usah mikir aneh-aneh."
Casie mendengkus kasar melanjutkan belajarnya walau bisa menebak apa yang telah terjadi pada (Namakamu) saat ini namun ada baiknya diam dahulu. Jika (Namakamu) memang akan menceritakan pasti Casie mendengarkan sampai akhir karena diceritakan oleh orangnya langsung lebih terpercaya ketimbang kata orang tapi balik lagi orang itu jujur atau kebanyakan bohong. Jangan salah Casie yakin kalau (Namakamu) jujur anaknya soal berbohong mungkin tentang keadaan hatinya sehingga cuma dirinya sendiri yang merasakan apa yang dirasa.
Sempat ada rasa sakit dihatinya ketika menjawab pertanyaan dari (Namakamu) padahal dia dekat namun Iqbaal tidak bisa meraihnya. (Namakamu) asing untuk Iqbaal tapi Iqbaal tidak dan takdir macam apa yang sedang dimainkan lalu bagaimana bisa (Namakamu) yang tadinya tidak pernah ada dalam pikiran bahkan bayangan Iqbaal kini harus ikut terlibat bersamanya.
"Jefri, lo kali ini dalam masalah," desis Iqbaal geram.
Merasa ada yang memanggil namanya Jefri menggosok telinganya. Dia merasa baik-baik saja setelah meminum darah dari (Namakamu) tapi kenapa dengan perkataan Casie seolah Jefri melakukan hal fatal?
"Bilang aja dia masih mau balikan sama gue tapi gue udah tau dia siapa jadi gue gak mungkin sama dia lebih lama," sesalnya menghela napas.
Tiba-tiba seluruh tubuh Jefri merinding padahal hutan tempatnya tinggal bukan kawasan angker justru kawasan khusus untuk bangsa vampir. Dia tidak ingin tinggal di rumah seperti manusia takutnya rumah itu akan menjadi bencana baginya kelak.
"Kau melakukan kesalahan!" ujar seorang pria dengan jubah hitam marah.
"Bicara denganku?" tanya Jefri menghampiri.
Bawang putih langsung memasuki rongga mulut Jefri dengan paksaan sontak membuatnya sesak lalu pandangannya mengabur hingga akhirnya menjadi patung.
"Apa yang terjadi?" Salah satu teman jubah hitam yang baru datang kaget melihat keadaan Jefri.
"Dia telah meminum darah manis yang tidak boleh diminum vampir jadi bukannya hancur seperti abu dia malah mengeras seperti patung."
"Tidak sekalian mengeras macam batu," cibir teman jubah hitam menahan tawanya.
"Heh diam! dia bukan anak durhaka pada ibunya sehingga kasusnya akan berbeda."
"Lalu bagaimana?"
"Siapkan peti dan serahkan pada yang mulia."
"Baik."
Kedua orang itu pergi membawa Jefri entah kemana lalu setelah kepergian keduanya, Iqbaal muncul mencari Jefri walaupun tubuhnya sedikit sakit jika menghirup udara luar.
"Keluar Jefri! jangan jadi pengecut!" seru Iqbaal marah bahkan tidak gentar untuk mencari Jefri disaat keadaannya masih kurang sehat.
"Jefri, apa kau ketakutan?" Iqbaal lama-lama kesal tidak digubris padahal tahu benar jika ini tempat tinggal Jefri.
"Iqbaal!" panggil seorang vampir mendekat.
"Siapa kamu?"
"Maaf saya cuma lewat tadi sempat melihat kalau Jefri sudah dibawa pergi."
Iqbaal mengernyit. "Kemana?"
"Pada yang mulia."
"Yang mulia ...,"
Laki-laki tersebut melenggang begitu saja lagipula tidak mau ditanyai macam-macam oleh Iqbaal yang penting intinya ia sudah memberi tahu sedikit tentang kepergian Jefri.
"Siapa sosok yang mulia di daerah ini?" tanya Iqbaal tak tahu.
Di sisi lain itu berita membahagiakan tetapi sisi lain hilangnya Jefri dibawa memunculkan tanda tanya. Iqbaal sendiri tidak pernah tahu di daerah sini ada yang mulia selain gelar keluarganya. Tenang saja Iqbaal bukan bagian pangeran, ia hanya anak yang tidak terlalu dianggap jadi lebih baik mengasingkan diri jauh dari keluarga mencari kehidupan lain.
Meskipun sempat diteror agar pulang kembali entah ada masalah apa, Iqbaal memilih tidak peduli. Nasib memang menentukan kita bertindak, jika ingin mendapatkan nasib baik berbuatlah sesuai ketetapan tapi jika sebaliknya, akan kesulitan sehingga cara tidak benar bisa saja terlintas dalam benak.
"Nasibku akan lebih baik dan kalian tidak perlu lagi meneror atau membujuk ku untuk datang lagi ke sana," ucap Iqbaal lalu melesat pergi.
Next?
Oke nanti lanjut lagi tapi jangan lupa vote dan komentar ya biar aku semangat up :)
See you next chapter
KAMU SEDANG MEMBACA
The Vampire Boy [IDR]
Random[COMPLETED] Vampir digambarkan makhluk penghisap darah yang kejam juga bertaring namun apa jadinya jika bertemu vampir namun tidak menyukai darah apalagi aromanya. Kisah Iqbaal si vampir tampan namun sayangnya tak suka darah lalu bertemu (Namakamu)...