13. Cerita

29 2 0
                                    

Misteri di sekolah adalah hal menakutkan untuk dilihat apalagi ditapaki (Namakamu) ataupun murid yang sudah tahu walaupun yang tahu adalah (Namakamu) seorang saja.

Sepertinya akan ada sebuah keanehan yang tidak bisa diungkap oleh kata melainkan tindakan karena rasanya sangatlah janggal. Tak terasa juga (Namakamu) menjatuhkan pilihan rumah tebakan di kepalanya tanpa ragu. Tak lupa melihat kanan-kiri untuk memastikan kalau ini memang rumah yang dicari sejak awal.

"Cat sama bentuk bangunannya kayaknya bener rumah ini," ucap (Namakamu) meneliti sekelilingnya.

Semoga saja benar jika salah, malu ditanggung sendiri mana rumahnya luas dijamin penjagaannya pun ketat tapi balik lagi rumah ini luarnya sepi entahlah kalau di dalam.

Membunyikan bel yang tersedia sudah dilakukan tinggal menunggu seseorang membukakan mau itu sang pemilik rumah atau siapapun.

"Kok sepi, apa gue salah alamat?" tanyanya kembali membunyikan bel.

Pagar terbuka sendiri hampir membuat (Namakamu) berteriak padahal tidak melihat siapapun datang atau mungkin (Namakamu) yang kudet sebab pagarnya bisa otomatis terbuka ketika bel dibunyikan.

"Halo, permisi!" ucapnya celingak-celinguk.

(Namakamu) ragu-ragu untuk masuk alhasil hanya diam diluar pagar meskipun pagar sudah terbuka lebar menyambutnya.

Orang yang (Namakamu) cari akhirnya muncul dengan wajah pucat dan pincang. Tunggu, Iqbaal kenapa?

"Lo kenapa? habis kecelakaan? kok–"

Iqbaal menyela. "Nggak, kamu bisa masuk ke dalam sekarang, jangan diam diluar pagar."

"Jawab dulu."

"Ya, aku celaka."

"Gara-garanya?" tanya (Namakamu) penasaran.

"Lo!" jawab Iqbaal singkat lalu melengos.

Iqbaal aneh sekali di mata (Namakamu) tadi ngomong aku kamu sekarang lo gue, sebenarnya apa masalahnya?

Kini (Namakamu) ada di ruang tamu sesekali minum air putih yang disediakan tak ketinggalan matanya terus mengedar untuk melihat indahnya isi rumah Iqbaal. Dalam hatinya terus menebak banyak hal dimulai Iqbaal tinggal sendiri kemudian rumahnya pun dihuni sendiri lalu kecapekan membersihkan karena bersih-bersih itu bukan perkara mudah.

"Sebenarnya gue mau tanya sesuatu."

"Silakan." Iqbaal menjawab seolah tak masalah.

"Gak marah nih?"

Iqbaal menggeleng kecil. "Tidak, aku sedang capek untuk melakukannya apalagi kamu tidak mengingat apapun soal kemarin."

"Kemarin lo tahu keseharian kemarin gue gimana?" (Namakamu) kaget sekaligus senang karena kegelisahan hatinya segera terpecahkan setelah nekad datang ke rumah Iqbaal.

(Namakamu) tersenyum lebar.

"Coba ceritain gimana?" pintanya.

"Kamu tidak akan takut?" Iqbaal memastikan dahulu sebelum hal tak terduga terjadi.

"Gue gak takut apapun kecuali sama Tuhan, apa emangnya?" (Namakamu) makin ingin tahu dan sepertinya Iqbaal malah enggan untuk bercerita.

"Kamu bagian dari vampir."

Semburan tawa pecah dari (Namakamu) sebab terasa lucu mendengarnya. Vampir dan (Namakamu) bagian di dalamnya sungguh mustahil terjadi.

"Lucu, gue rating buat lo 10 per 10!" puji (Namakamu) memberikan kedua jempolnya ke hadapan Iqbaal.

Iqbaal menggeleng. "Aku tidak sedang bercanda (Namakamu), kamu itu bagian dari vampir setelah ...."

"Setelah?"

"Aku tidak sudi mengucapkan namanya."

"Oke kayaknya serius tapi gue gak percaya meskipun gue agak tertarik mendengarnya sebab mirip cerita dongeng."

Iqbaal menggenggam tangan (Namakamu) dan muncul beberapa ingatan jelas terutama saat Jefri menggigit lehernya kemudian (Namakamu) meringis langsung memegang lehernya.

"Apa kembali sakit?" tanya Iqbaal mendekat pada (Namakamu).

(Namakamu) mengangguk sambil menahan sakit dan terus memegang lehernya menggunakan satu tangannya lalu Iqbaal melepaskannya dan menyentuh leher (Namakamu). Wajahnya menahan geram karena Jefri telah melakukan sebuah kesalahan besar.

"Itu akan sembuh besok dan jangan ingat ataupun menyebut namanya."

Seperti yang Iqbaal katakan benar adanya, setelah dilupakan sakitnya perlahan berkurang. Iqbaal juga menceritakan kisah yang selama ini (Namakamu) ingin dengar sehingga (Namakamu) sampai tercengang dibuatnya.

"Jadi Casie bukan manusia terus selain gue, siapa yang masih manusia?"

"Aku tidak tahu kamu bisa menyelamatkan mereka yang tersisa kalau kamu sanggup."

"Di kota ini, mana bisa?" (Namakamu) menggelengkan kepalanya, ragu.

"Hanya di sekolah, buatlah para manusia yang di sekolah kita meninggalkan sekolah."

(Namakamu) mengernyitkan dahinya. "Terus setelah itu semuanya membaik?" lanjutnya.

Jawaban menggeleng dari Iqbaal membuat (Namakamu) menunduk lesu. Ia bukan manusia lagi lalu apa, vampir? tidak mungkin sekali karena tidak suka dan pernah minum darah atau takut dengan apa yang vampir takuti kebanyakan bahkan bawang putih (Namakamu) masih memakannya ketika dicampur makanan seperti nasi goreng.

"Gue masih bisa jadi manusia?"

"Sekarang kamu masih manusia, kenapa khawatir?" Iqbaal menjawab.

"Ya... siapa tahu malam hari gue jadi makan sesuatu yang gak gue sangka."

"Benar, aku juga takut membayangkannya."

(Namakamu) memberenggut. "Ih Iqbaal serius jangan nakutin gue lo!" peringatnya tidak suka.

Kalau dipikir-pikir lagi agak aneh. Keanehan pertama ia bisa melihat sesuatu di kepalanya dan kedua tidak takut sama sekali dengan keberadaan Iqbaal malah nyaman dan masih banyak keanehan lainnya yang (Namakamu) tidak mengerti sampai sekarang.

"Menyelamatkan manusia?" gumamnya masih tidak paham.

Bersambung...

Makin bingung gak?

Eitss... aku sih sebenarnya yang bingung 🙃

Jangan lupa tinggalkan jejak ya agar aku cepat update, beneran lho ini gak boong.

See you next chapter 🤓

The Vampire Boy [IDR]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang