<<JANGAN LUPA FOLLOW& VOMMENT>>
Kasih tau kalo ada typo hehe:v
Pagi menuju siang hari cairan infus milik Axel tidak kunjung habis, membuat anak itu kesal.
“Mami, kapan Ax boleh pulang. Mengapa lama sekali” Rengek Axel pada Fanya yang sedang mengupas jeruk untuk nya.
“Bersabar, Ax. Ini masih pukul 10 pagi, mungkin cairannya akan habis siang nanti” Sebenarnya Fanya cukup kesal, putranya terus bertanya hal yang sama.
“Ax bosan Mami, disini tidak ada pemandangan indah. Hanya dinding putih dan bau obat” Entah kenapa pagi ini Axel begitu banyak bicara.
Fanya memasukkan satu jeruk pada mulut Axel. “Bagaimana jika kita keluar berjalan-jalan sembari menunggu cairan Ax habis” Usul Fanya langsung di respon setuju oleh anaknya.
“Setuju, ayo Mam kita jalan keluar”
Fanya terkekeh melihat ke antusias putranya, memanggil kursi roda dan mendudukkan putranya disana.
“Jangan menolak, Ax masih di rumah sakit yang artinya Ax masih sakit” Ujar Fanya saat Axel hendak protes.
“Baiklah, Ax diam” Pasrah Axel.
Cukup banyak pasien lain yang melakukan hal sama seperti Axel, berjalan-jalan hanya untuk menghilangkan penat.
“Mam, apa adik kecil tidak menangis Mami tinggal di rumah sendirian” Tanya Axel mendongak menatap Fanya yang sedang mendorong kursi roda dan infusnya.
Memang Fanya sempat menelpon Bramasta untuk membawa putra keduanya pulang, rumah sakit bukan tempat yang cocok untuk bayi seusianya.
“Adik Ex tidak seperti kakak” Balas Fanya di respon dengus kesal.
“Mami selalu tidak adil, dikit-dikit membela Ex dikit-dikit Ex” Rajuk Axel.
Fanya terkekeh, dia hendak membujuk namun terhenti dengan suara benda jatuh dan itu terdengar di belakangnya. Disana seorang gadis kecil terjatuh dari kursi rodanya, orang-orang tak ada yang membantu gadis itu mereka acuh.
“Kakak, tunggu disini sebentar”
Cup
Fanya pergi setelah mencium putranya, wanita itu berjongkok memposisikan dengan benar gadis itu di kursi rodanya.
“Adik cantik baik-baik saja?” Tanya Fanya berjongkok mengelus kepala anak itu yang terbungkus kain kasa.
Gadis berusia 4 tahun itu hanya diam, menatap Fanya kosong.
“Katakan dimana ruangan mu, aunty bisa mengantar mu ke sana” Fanya terus bertanya namun sang lawan masih mengunci mulutnya.
Tak lama tangan gadis kecil itu menggerakkan bahasa isyarat yang mengatakan dirinya tuli dan tuna wicara. Fanya terkejut namun dengan mudah kembali tersenyum.
‘Aku mengerti maksud mu’ Fanya berbicara menggunakan bahasa isyarat.
Gadis itu berbinar. ‘Kakak mengerti maksud ku?’ Fanya mengangguk.
‘Terima kasih sudah membantu ku, kakak cantik’
Fanya mengangguk lagi. ‘Kamu jauh lebih cantik, gadis kecil. Siapa nama mu?’
‘Aku Fara’
‘Aku Fanya, kamu bisa memanggil ku aunty Anya’
Fara tersenyum, matanya menatap Axel yang tak jauh dari mereka begitu pun Fanya mengikuti arah pandang gadis itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong luka
FantastikTitaniyas Ambara. Wanita malang yang memohon kematiannya pada orang tercintanya, dia lebih memilih mati dari pada harus hidup dengan rasa penyesalan. Sedangkan Tifanya Cleoleen. Wanita arogan yang karirnya hancur karena awak media mengetahui rahasia...