Amara berjalan beriringan dengan Jony yang sudah menyamar menjadi kakek tua yang buta. Penyamaran harus terus berubah setiap kali dia mengantar paket. Karena jika penyamaran sama dilakukan berulang kali akan menimbulkan kecurigaan bagi mata yang mengawasi.
"Boni hari ini tampilanmu sangat menggemaskan." Ujar Amara sudah tidak merasa malu.
Boni selalu memperlakukannya selayaknya seorang adik membuat Amara sedikit merasakan perasaan hangat.
"Bagaimana bisa menggemaskan." Tanya Boni penasaran.
"Kamu memasang tahi lalat sebesar itu di dekat hidungmu. Apa kamu tidak melihatnya tadi sewaktu memasang?" Amara menatap Boni dengan senyum lembut.
"Ah baiklah aku mengerti. Apa ini terlihat seperti kotoran hidung yang ditempelkan?" Boni menebak maksud Amara.
Amara hanya terkekeh pelan karena Boni menebak sesuai dengan pikirannya.
"Hahahaha... Aku sengaja memasangnya agar terlihat alami jika aku buta. Karena tak bisa membuang kotoran hidungku dengan benar." Boni tertawa renyah membuat suasana menjadi menyenangkan.
Amara tersenyum dalam diam. Tak apa jika dirinya harus bertaruh dengan bahaya mengantar barang haram. Jika suasana ini bisa tercipta dan bisa dia rasakan. Sangat menyenangkan jika dipikirkan bisa dirasa setiap hari.
"Jangan melamun. Bus keberangkatan selanjutnya sudah mendekat. Kamu harus memperlakukanku selayaknya orang buta. Dan jika ada orang yabg bertanya kamu mengantar diriku untuk memijat pelanggan." Boni mengingatkan Amara yang langsung dibalas dengan anggukan sebagai tanda Amara mengerti.
Bus berhenti di hadapan Amara dan Boni. Amara menuntun Boni dengan perlahan dan sesekali berbicara memberi arahan agar terlihat meyakinkan.
Amara mengambil tempat duduk di kursi bagian belakang. Matanya berkeliling memperhatikan seseorang sampai berhenti di bangku yang berada tidak jauh darinya.
Tatapan tajam dan ganas terarah padanya. Seolah memastikan jika Amara adalah targetnya.
Tangan Amara yang berada di genggaman Boni bergetar hebat.
Boni mengerutkan dahinya. Keadaan seperti apa yang membuat Amara begitu takut.
Boni mengarahkan matanya perlahan memastikan orang lain tidak meragukan penyamarannya. Dan arahnya berhenti ke arah 4 orang berbadan kekar yang duduk tidak jauh dari mereka saat ini.
"Siapa mereka?" Tanya Boni dalam hati.
Sebelum berangkat Boni sudah memastikan dengan kenalannya yang bekerja di kantor kepolisian jika hari ini pihaknya tidak melakukan operasi. Jadi dari mana orang orang ini berasal.
Banyak pikiran berkecamuk di kepala Boni tetapi tidak ada satupun kemungkinan yang berasal dari orang orang yang dipikirkannya.
Boni menggenggam erat tangan Amara untuk membuatnya tenang. Jika keadaan ini berlanjut orabg yang disebrang mungkin akan menjadi yakin dengan jawaban mereka.
Boni dan Amara hanya bisa mengadu keberuntungan tetap diam di tempat duduknya tanpa merubah posisi.
Boni sudah tahu pasti jika dia mengambil langkah turun dari bus pihak lain akan menyudutkannya dan dengan mudah mencelakai keduanya.
"Tenanglah mereka tidak akan berani mencelakai kita." Bisik Boni meyakinkan Amara.
Amara memaksa kondisinya menjadi tenang agar tidak merepotkan Boni. Boni sudah meyakinkannya, dan dia harus mempercayainya.
Dirasa Amara yang mulai tenang. Boni tersenyum lembut, Amara memang gadis yang pintar untuk memahami kondisi sekitar.
"Sebentar lagi kita akan turun, mintalah berhenti di tempat yang ramai. Lalu kita bisa mudah pergi tanpa terlihat." Intruksi Boni.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMARA
RandomSemua Tangis dan Luka bayaran untuk Harapan. Penghinaan, Penyiksaan, dihancurkannya harapan, menjadi sebuah ujung tombak yang menembus dalam di hati Amara. Banyak jalan cerita menceritakan kebahagian dalam keluarga. Banyak dongen anak anak yang me...