Pengejaran yang Panjang

10 9 11
                                    

Disepanjang perjalanan Jony dan Hera tak mengendurkan tatapannya untuk melihat dengan teliti sosok Amara.

"Sialan bagaimana bisa gadis itu berpikir untuk mulai memberontak." Teriak Jony penuh dengan emosi.

"Ini semua salahmu yang terlalu meninggikan nafsu." Balas Hera dengan sengit.

Sebelumnya walaupun Amara disiksa dengan keras tak sedikitpun dirinya merencanakan pelarian seperti ini. Dan ini semua terjadi ketika si bajingan Jony bertindak di malam itu. Membuat Amara berpikir untuk melepas belenggu dan keluar dari penyiksaan.

"Bagaimana bisa semua disalahkan padaku?" Jony tak terima jika dirinya menjadi penyebab.

"Ingat saja apa yang kamu perbuat malam itu." Jawab Hera mengingatkan.

"Memang apa salahnya jika malam itu aku bermain denganya. Jangan membawa kecemburuanmu untuk menyalahkanku." Hera menatap Jony dengan jijik. Apakah sebegitu buta dan bodoh dirinya tidak ingin mengakui kesalahannya.

"Bodoh." Sahut Hera tak ingin melanjutkan perdebatannya.

Keheningan terjadi di sisa perjalanan.

"Dimana anak itu? Apa dia berlari ke arah lain." Pikir Jony karena tak kunjung menemukan sosok Amara.

Sampai siluet Amara terlihat dikejauhan tengah menyebrang ke sisi lain jalan.

"Gadis sialan." Teriak Jony membuat Hera mengarahkan tatapanya ke tempat Jony menunjuk.

"Cepat Jon." Hera berteriak tidak ingin kehilangan.

Di jarak tertentu Amara melihat mobil yang terasa sangat familiar di matanya. Itu mobil milik Jony, tak ingin terpaku menatap Amara langsung berlari sekuat tenaga untuk memasuki gang di sebrang jalan.

Amara terus mempercepat langkahnya dan sesekali menengok kebelakang untuk memastikan jika jaraknya sudah cukup jauh dari Jony.

Jony menghentikan laju mobilnya di depan gang karena ukuran yang kecil membuatnya terpaksa melanjutkan pengejaran dengan berlari. Hera mengikuti dibelakang, langkah besar Jony membuatnya berlari lebih cepat dari dirinya.

Karena terluka di kaki jarak dirinya dengan Jony semakin memendek membuatnya berpikir untuk mengelabuhi keduanya agar bisa lolos.

"Berhenti sialan." Teriak Jony dari belakang. Wajahnya terlihat merah penuh emosi. Sepanjang hidupnya tak ada yang memaksanya untuk berlari sekencang ini.

Amara mengedarkan pandangan dengan cepat, dengan penglihatan tajam Amara menemukan celah kecil yang hanya cukup untuk dirinya lewat. Tak berpikir panjang Amara berlari melalui celah kecil tersebut meninggalkan Hera dan Jony yang berhenti menatap kepergiannya.

"Bajingan." Teriak Jony.

Wajah Hera mengeras melihat tak ada jalan lain selain celah kecil yang dilewati Amara. Tubuh ramping Amara memudahkan dirinya untuk lewat sedangkan Hera dan Jony tidak akan bisa untuk melaluinya.

"Bagaimana dia sepintar ini sekarang? Apa kau mengajarkannya?" Tanya Jony curiga.

"Untuk apa aku mengajarinya? Jelas anak itu tumbuh sendiri apa dia harus terus berpikir seperti anak tk?" Celetuk Hera dengan tidak sabar.

"Cepat kita harus terus mengejarnya dari sisi jalan lain." Jony dan Hera bergegas kembali ke mobil dan melaju kesisi lain dari celah sempit tadi.

Amara melewati dengan mudah dan berlari ke arah lain agar memerjauh jarak pengejaran. Sampai sebuah ide melintas di kepalanya.

Tidak jauh dari depannya Amara melihat Panti Asuhan, jika dirinya bisa bersembunyi di dalam akan lebih bagus membuat Jony dan Hera tidak akan menemukannya.

AMARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang